Tanpa berpamitan dengan Jono, Ahmad pun langsung pindah ke Magelang. Dia hanya berharap suatu saat nanti di masa depan dia bisa bertemu dan berteman kembali dengan Jono. Sudah sekitar enam bulan Ahmad dan keluarganya tinggal di Magelang. Kini dia sudah menginjak kelas 3 SD. Kadang-kadang dia merindukan kampung halamannya, Purworejo. Untuk urusan sekolah, dia tetap bersekolah di Hollands Inlandse School (HIS) Magelang yang berada didekat rumahnya. Dimanapun Ahmad berada, dia tetap menjadi murid yang paling pandai di kelasnya. Saat minggu pertama dia bersekolah disana pun semua guru dan murid terkejut akan kepandaiannya. Murid jenius, begitulah kira-kira sebutan dia di sekolah barunya.
      Namun, lagi dan lagi ketika Ahmad sudah mulai nyaman dengan Magelang, orang tuanya akan pindah untuk yang kedua kalinya, berharap ini menjadi yang terakhir kalinya. Ahmad pun bingung kenapa mereka harus pindah melulu, ini sudah yang kedua kalinya dan dia takut akan ada ketiga kalinya, keempat kalinya, kelima kalinya, keenam kalinya, dan seterusmya. Namun dia terlalu sungkan untuk menanyakan hal itu kepada orang tuanya karna akhir-akhir mereka terlihat sibuk sekali, dia tidak mau mengganggu pekerjaan orang tuanya. Ahmad mungkin akan menanyakannya lain kali.
Siang itu angin berembus kencang menyapu daun-daun di halaman rumah keluarga Wongsoredjo. Keadaan rumah itu terlihat lebih sibuk dari biasanya. Banyak yang lalu lalang keluar masuk rumah untuk mengangkut barang-barang. Ada yang mengangkut lemari, kotak pakaian, ada yang menyapu rumah dan ada juga yang hanya diam saja, Ahmad misalnya. Dia hanya jongkok dibawah pohon mangga depan rumahnya karna dia tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Sesekali dia berteriak, "Ayo pak yang kuat angkat barangnya!" "Semangat bapak!" "Ahmad bantu doa saja ya pak! Hehe," dan masih banyak lagi ucapan-ucapan yang lainnya.
"Ahmad, tolong bantu ibu sebentar sini, nak." tiba-tiba ibu Ahmad memanggil dari dalam rumah.
"Iya, bu, Ahmad kesana." dengan cepat Ahmad segera menghampiri ibunya yang berada di dapur.
"Tolong bawakan minum ini ya kedepan, kasihan mereka lelah setelah mengangkat semua barang-barang disini."
"Siap, bu! Laksanakan!" ucap Ahmad sambil melakukan hormat.
"Awas hati-hati minumnya tumpah."
"Iya bu, ini hati-hati kok." Ahmad pun pergi meninggalkan ibunya sambil membawa nampan yang berisikan 6 gelas minuman itu.
"Pak ayo diminum dulu airnya." Ahmad dengan sopan memindahkan satu-satu minuman dari nampan ke meja yang ada dihadapan bapak-bapak yang sedang mengobrol itu.
"Waduh, terima kasih, nak Ahmad." kata salah satu bapak yang ada disitu sambil mengambil minuman yang ada di meja.