Bp. Cipto Junaedy merupakan orang yang menggagaskan Strategi Membeli Properti Tanpa Utang menurut  Media Indonesia. Beliau melayani orang banyak untuk mengajarkan bahwa Hidup Kita itu Lebih Besar dari Modal, sehingga kita bisa Hidup Tanpa Utang, menjadi Teladan Tanpa Utang.
Beberapa orang beranggapan bahwa di jaman sekarang ini mustahil orang hidup tanpa utang, segala hal pasti pakai utang. Dari hal yang sepele seperti membeli HP, sampai kendaraan, sampai yang penting dalam hidup yaitu rumah semua pakai utang. Jadi jika ada yang mencetuskan gagasan Tanpa Utang dirasa tidak masuk akal, padahal akalnya saja yang belum masuk. Ingat, bagi orang jaman dulu, logam bisa terbang (pesawat) juga dikira tidak masuk akal. Bahkan sekarang ini dengan adanya teknologi yang sangat maju dengan pesat, banyak perusahaan-perusahaan yang menciptakan pesawat terbang.
Bp. Cipto Junaedy dulunya pernah diminta untuk membunuh anak kandungnya yang pertama oleh dokter kandungan seperti yang akan saya ceritakan di bawah ini. Namun tentunya tidak beliau laksanakan, karena dalam keyakinannya, dalam agama apapun tidak ada yang mengajarkan untuk membunuh. Dan berkat kayakinan beliau tersebut, saat ini anaknya tumbuh besar dengan baik.
Sebagaimana Pak Cipto pernah diminta membunuh anak kandungnya, begitu pula dengan kita, tanpa sadar membunuh diri sendiri dalam artian tidak mungkin kita bisa hidup besar Tanpa Modal apalagi Tanpa Utang. Kadang mencela diri sendiri, menghina ciptaan-Nya.
Kasihan, orang yang bersedia melayani malah dicela. Saya salut dengan beliau, mau jadi pelayan/keset masih mau dibunuh lagi. Beliau mengingatkan orang bahwa hidupnya  besar sesuai Gambar dan Rupa tapi malah mau dibunuh (dicela).
Saya sangat salut dengan Pak Cipto atas pelayanannya menjadi keset untuk selalu mengingatkan bahwa hidup kita Besar sesuai Gambar dan Rupa bahwa tidak boleh mengatakan tidak masuk akal, itu akalnya saja yang belum masuk.
"Dulu saya pernah diminta untuk membunuh anak saya, secara harfiah." Begitu disampaikannya dalam interview di sebuah video.
Anak kandungnya yang pertama, laki-laki. Waktu itu masih dalam kandungan yang berumur 6 bulan, ya berarti sudah terbentuk. Dokter yang menangani adalah dokter kandungan yang paling terkenal di kota tersebut. Dokter itu mengatakan anak ini beratnya sangat kecil, lebih baik dibuang, dibunuh, tidak usah dipertahankan.
Tentu beliau tidak mau membunuh siapapun apalagi membunuh anaknya sendiri. Jadi akhirnya ganti dokter dan meneruskan kehamilan tersebut sampai akhirnya melahirkan. Ternyata memang lahirnya dg bobot sangat kecil, padahal waktu melahirkan tidak prematur, waktunya normal, 9 bulan tapi memang nasihat dokter yang awal itu dalam hal bobot anak, tidak salah, anak yang pertama ini lahirnya kecil sekali. 1,8 kg.
Tapi Pak Cipto dan istrinya tidak ada putus harapan, padahal waktu itu mendapat kabar yang lebih tidak enak, yaitu beliau menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri yaitu bayi itu lahir dengan tidak menangis. Orok jika baru lahir lalu tidak menangis, itu sungguh berbahaya, itu bukan kebanggaan, malah bahaya. Bayi itu kalau baru lahir harusnya menangis. Ini malah tidak menangis. Lalu bayi ini ditepokin oleh dokter, namun tetap tidak menangis. Sampai agak lebih lama lagi barulah mau menangis.
Kabar jelek itu seperti banyak keadaan kita hari hari ini. Kita semua di dunia saat saat ini banyak kabar tidak enak, kabar badai penyakit dan badai ekonomi.
Setelah itu, agak sorenya saat itu beliau dapat kabar lagi yang lebih tidak enak. Yaitu bayi ini dikatakan harus cuci darah, sebab bilirubinnya sangat tinggi, hampir waktu itu 30. Padahal normalnya harus sekitar 9.
Lalu dokter mengatakan untuk menunggu sampai setengah hari berarti sampai besok pagi atau agak siangan, kalau masih bilirubinnya tinggi harus segera dicuci darah.
Kita ini mendengar kata cuci darah, untuk orang dewasa saja sudah ngeri. Apalagi kalau untuk bayi orok baru lahir.
Sangat miris..
Tapi beliau tidak pernah hilang harap, dan tidak mau menyimpan kuatir. Di hari hari ini banyak dari kita memelihara kuatir.
Hanya butuh 1 miligram rasa kuatir untuk menghalangi kemajuan hidup kita. Beliau berdoa dan berusaha, tidak mau tenggelam dalam kekuatiran.
Benar saja, esoknya waktu akan dicuci darah, dites ulang terlebih dulu, ternyata bilirubinnya sudah turun banyak dari 30 menjadi 13. Memang masih di atas normal tapi sudah tidak perlu cuci darah. Beliau bersyukur. Lalu bayi tersebut dimasukkan di inkubator selama 3 minggu.
Sekarang anaknya tumbuh sehat, segar, baik, bertumbuh, juga pemikirannya banyak melampaui anak-anak sebayanya.
Beliau senang karena memutuskan untuk tidak membunuh, "Tentu tidak ada dalam kamus saya untuk membunuh siapapun", ungkapnya.
"Kita sering "membunuhi" diri sendiri dengan tenggelam dalam kekuatiran.
Tanpa kita sadari kita juga sering menjadi "pembunuh-pembunuh" diri kita sendiri,
banyak dari kita suka merasa hampa, stress, kalau modal habis
tabungan habis,
rekening cekak,
lalu mengatakan "Mati aku",
ibarat nepok jidat sembari berkata "Mati aku, darah sudah tidak ada" (cashflow), lalu stress dan tenggelam dalam hutang.
Tentu tidak boleh ada orang di dunia ini yang menyarankan membunuh orang lain namun ternyata banyak orang yang juga tanpa sadar "membunuh" dirinya sendiri dengan mengatakan dirinya tidak mampu.
Oleh karena itu kita harus mengerti bahwa hidup kita diciptakan lebih besar dari Modal dan Tanpa Utang. Itu bukan tidak masuk akal, tapi ya akalnya saja yang belum masuk.
Jangan kita ini seakan-akan membunuh diri sendiri
dengan mengatakan "tidak mungkin utangku lunas tahun ini"
atau "mana mungkin aku bisa membeli rumah sejumlah anakku"
atau "bukan levelku kalau bisa beli properti 40 milyar"
atau semacamnya, seakan-akan kita yang menentukan gambar besarnya diri kita sendiri.
Karena itu kita tidak boleh melancangiNya dengan "membunuh" diri kita sendiri. Kejarlah hikmat, sadari bahwa hidup kita besar, jauh lebih besar dari utang utang kita, bahkan dari 100 Milyar sekalipun.", beliau melanjutkan.
Tidak hanya anak pertama, ternyata beliau juga diminta untuk membunuh anak keduanya yaitu pelayanannya untuk mengajar kepada pihak awam bahwa hidup mereka lebih besar dari modal. Hidup kita serupa dengan Gambar dan Rupa-Nya. Dan kita diingatkan untuk menjadi contoh memberi teladan tanpa utang. Tapi ada saja orang-orang yang menyuruh juga membunuh.
 Jadi 9 tahun lalu waktu beliau melahirkan buku yang diterbitkan oleh Kompas Gramedia berjudul Strategi Membeli Banyak Properti Tanpa Modal Tanpa Utang, ada makelar mengatakan, "Apa ini tanpa uang tanpa modal, tanpa utang, goblok ini, ndak masuk akal." Ya akalnya saja yang belum masuk. Lalu mencela-cela, "Ayo coba diadakan ini bedah buku." Bedah buku tapi penulisnya nggak diundang. Padahal editor Kompas Gramedia Grup juga sudah browsing kalau-kalau strategi yang ditulis oleh Pak Cipto ini nyontek dari luar negeri. Tapi ternyata tidak ketemu. Dan memang karena strategi ini tidak nyontek dari luar negeri atau dari manapun, karena dari keadaan. Timbulnya pada saat krisis tahun 1998-2000, dimana dolar naik sekitar 7-8 kali lipat.
Pada saat itulah beliau terbiasa perang negosiasi dengan banyak banker-banker asing. Disitulah ilmu itu banyak muncul, jadi bukan belajar dari kursus atau dari apa, tapi dari pengalaman. Karena ditempa untuk caplok-mencaplok korporasi, caplok-mencaplok perusahaan.
Beliau juga sering terbang karena melayani berbagai kota. Jadi ya dibiarkan saja. Pada jaman "orba" ada oknum-oknum jendral yang semena-mena kepada penulis, kalau perlu penulis dipenjarakan atau bahkan dibunuh. Maka kata editor, "Kamu itu kok arogan, kalah jendral jaman "orba"." Padahal yang jendral beneran saja rendah hati dan mereka belajar. Orang kalau semakin tinggi pasti semakin rendah hati tidak malah seperti begundalan seperti tipe itu tadi. Lah ini orang mengatakan "Ah ini nggak masuk akal." Lalu mengadakan bedah buku dan penulisnya tidak diundang. Ya sudah dibiarkan, ternyata tidak sampai 3 bulan dari situ ketika beliau membaca koran, tanpa sengaja membuka iklan duka cita, "loh orangnya mati", ungkapnya. Beliau tidak menyukurkan orangnya mati. Dokter yang menyuruhnya untuk membunuh anak kandung, yang tadi diceritakan mengalami hal yang sama yaitu jarak 3 bulan setelah menyarankan untuk membunuh anak kandungnya itu, beliau membaca berita dokternya yang mati. Dua orang yang menyuruh untuk membunuh anaknya dua-duanya mati. Tidak menyukurkan sama sekali, tidak. Tapi tentu tidak boleh ada orang di dunia ini yang menyarankan untuk membunuh orang lain.
Beliau diminta 2x untuk membunuh, membunuh anak yang pertama, kemudian membunuh anak yang kedua yaitu karya pelayanannya. Di internet kadang juga ada 3-4 orang mencela begitu sinis, mengatakan, "apa sih pak Cipto ini pelayanan mengajar Jadi Teladan Tanpa Modal Tanpa Utang, goblok itu nggak masuk akal." Sekarang apa-apa juga pakai utang, itu yang masuk akal menurut mereka. Guru utang yang paling terkenal itu dari Amerika namanya Robert Kiyosaki, nah itu sangat bagus untuk pengalaman motivasi. Tapi untuk masalah utang, dia mengajarkan orang untuk berhutang. Utang itu klirunya: "Bayar utang itu sifatnya pasti tapi sumber membayarnya tidak pasti".
Kalau membaca Robert Kiyosaki sendiri, perusahaannya dibangkrutkan oleh pengadilan negaranya sendiri karena ada utang $24.000.000 lalu ndak bisa bayar. $24.000.000 tidak terlalu besar cuman sekitar 300 milyar kalau menggunakan kurs sekarang.
Ya itulah guru utangnya, ngajari utang tapi dia sendiri tidak bisa bayar utang. Tapi di internet 3-4 orang kalau kepada Robert Kiyosaki puja pujinya masa ampun. "Oh ini baru masuk akal. Pakai utang, baru hebat, baru masuk akal". "Kalau pak Cipto siapa sih? Kadang pakai bahasa jawaan, orang lokal, orang goblok gak masuk akal, penipu itu, pembohong, nggak masuk akal". Ya akalnya saja yang belum masuk.
Padahal sebenarnya menulis ujaran seperti itu sudah termasuk pelanggaran undang-undang ITE. Namun dibiarkan saja oleh Pak Cipto, "Kalau bagi dia ndak masuk akal ya ndak apa-apa. Biar yang masuk di akalnya ya cuma satu yaitu Ngutang", pungkasnya. Karena itulah kalau ada orang yang mengatakan yang masuk akal utang ya mereka harus me-review dirinya sendiri. Seakan-akan bagi mereka itu seperti besi itu tidak bisa terbang, besi itu tidak bisa mengapung. Mereka punya rumusan mati bahwa besi itu pasti tenggelam, karena itu banyak dari mereka hidupnya lalu tenggelam utang.
Dilihat dari perjalanannya yang sungguh penuh lika-liku, saya salut dengan beliau. Orang yang bersedia melayani, malah haknya direnggut, dan kadang masih saja ada orang yang menuntut, mencela kalau apa yang digagaskannya tidak masuk akal, padahal itu akalnya saja yang belum masuk.
Salute!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H