Tanggal 10 Oktober biasa diperingati sebagai hari kesehatan mental dunia setiap tahunnya, tetapi sebenarnya apa sih pengertian kesehatan mental itu. Apakah kesehatan mental itu hanya berkaitan dengan sisi psikologis seseorang saja?
Menurut Undang-undang Kesehatan Tahun 2014, orang yang dikatakan sehat mental adalah mereka yang dapat berkembang baik secara fisik, mental, spiritual dan sosial, sehingga mereka menyadari kemampuan dirinya, mampu mengatasi tekanan/stres, dapat bekerja secara produktif dan mampu berkontribusi dalam komunitasnya.Â
Sementara menurut WHO, kesehatan mental berkaitan dengan kesejahteraan yang disadari, yang mampu mengelola stres kehidupan, dapat bekerja secara produktif dan menghasilkan, serta mampu berperan serta di dalam lingkungannya.
Secara umum, kesehatan mental berkaitan dengan kesejahteraan diri baik secara fisik, mental, sosial dan spiritual, mampu bertumbuh dan berkembang secara matang, mampu menjalankan fungsi dan peran sosialnya, mampu menerima tanggung jawab dan menikmati hidup secara seimbang, mampu menyesuaikan diri dan mengelola stres harian, serta turut berpartisipasi dalam memelihara aturan sosial, perilaku dan budaya yang berlaku di lingkungan sosial (Frankl, 1984; Dewi, 2012).
Kesehatan mental tidak hanya berkaitan dengan kondisi psikologis seseorang saja, tetapi juga dengan kondisi fisik seperti bawaan genetik, penyakit yang diderita, usia, gizi dan nutrisi yang dikonsumsi melalui makanan.Â
Selain itu, faktor lingkungan sosial, hubungan interpersonal di dalam keluarga, teman dan interaksi sosial lainnya juga dipandang berpengaruh terhadap kondisi mental seseorang.Â
Faktor ekonomi, perubahan sosial seperti pandemi, industrialisasi, perceraian, kriminalitas, kehilangan, dan tekanan budaya juga dapat mempengaruhi kondisi kesehatan mental.
Salah satu yang menyebabkan kondisi kesehatan mental kita terganggu adalah ketika kita tidak  mampu mengelola stres yang terjadi di kehidupan sehari-hari. Tentu saja kita tidak dapat menghindari stres dalam hidup kita, lagipula tidak semua stres itu bersifat negatif.Â
Ada yang namanya eustress yang dianggap sebagai stres positif yang dapat membantu kita untuk berkembang dan menyelesaikan tugas atau pekerjaan dengan lebih baik.
Stres itu perlu dikelola bukan ditumpuk, demikian juga dengan emosi kita. Emosi itu perlu dikelola bukan ditahan.
Stres yang terus menumpuk dan tidak dibereskan lama-lama akan membuat seseorang mengalami frustasi dan besar kemungkinan dapat menimbulkan efek psikologis dan berkembang menjadi gangguan, seperti psikosomatis, kecemasan, gangguan mood dan emosi, insomnia, depresi dan efek psikologis lainnya.
Penyebab stres yang dapat ditemui di keseharian kita dapat berasal dari kondisi fisik kita, misalnya terlalu sering begadang sehingga kurang tidur, pola makan tidak sehat, jarang berolahraga, memiliki penyakit tertentu, faktor hormonal, dan kebiasaan mengonsumsi alkohol atau obat-obatan terlarang.Â
Kualitas relasi sosial yang kita miliki juga berpotensi memunculkan stres dalam diri kita, misalnya hubungan dengan pasangan yang tidak harmonis, sering bertengkar dengan orang tua, kewalahan mengurus anak dan rumah tangga, putus cinta, mengalami pembulian, memiliki lingkungan pertemanan yang toxic, terlalu lama sendiri dan tidak memiliki teman.Â
Kehidupan spiritualitas yang tidak terjaga juga dianggap dapat memperburuk kondisi stres yang dialami, sehingga muncul perasaan tidak puas terhadap diri sendiri, pekerjaan ataupun kehidupan secara umum, bahkan juga merasa hampa, helpless dan hopeless.
Lalu, apa yang dapat kita lakukan untuk menjaga kesehatan mental kita? Selain menjaga kesehatan fisik, lakukan juga "vaksinasi mental dan spiritual"!
Caranya bagaimana?
Secara fisik
Jaga kesehatan fisik dengan berusaha tidur teratur dan memiliki waktu istirahat yang cukup, seimbangkan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi.Â
Mengonsumsi makanan bergizi, rutin berolahraga, dan berjemur karena sinar matahari dapat memperbaiki suasana hati.Â
Jagalah juga kebersihan diri dengan mandi sehari dua kali, sikat gigi setelah sarapan dan sebelum makan malam, keramas secara teratur dan memakai pakaian yang bersih. Aktivitas tersebut mungkin dianggap sepele, tetapi cukup signifikan terhadap mood harian kita.Â
Luangkan waktu untuk melakukan hobi atau hal yang kita sukai, misalnya berkebun, membaca buku, menonton film atau serial drakor kesukaan, menari, mendengarkan musik, berada dan berjalan-jalan di alam terbuka, bersepeda, berbaring di rumput, dan lakukan hal menyenangkan lainnya.Â
Perhatikan juga sirkulasi udara di rumah dan kamar kita, pastikan sirkulasi udara berjalan dengan baik setiap harinya.
Secara mental
Lakukan self care secara teratur, misalnya dengan meluangkan waktu untuk diri sendiri (me time), rutin melakukan relaksasi pernafasan, membatasi penggunaan gagdet dan media sosial, menghindari berita-berita tertentu, melakukan self talk untuk memberi afirmasi diri dan berdialog dengan diri sendiri.Â
Meningkatkan self awareness (kesadaran diri) melalui meditasi mindfulness agar dapat menerima diri sendiri dan realita. Selalu aware akan hal apa saja yang dapat kita kendalikan dan tidak. Lalu berhentilah berusaha mengendalikan segala sesuatu yang tidak diperuntukan untuk kita kendalikan.Â
Lakukan juga journaling untuk mengenali kelemahan dan kelebihan diri. Melakukan tracking emotion secara teratur dengan cara menuliskan perasaan yang hadir setiap harinya dan mencari penyebab dari perasaan itu muncul.Â
Latih diri juga untuk dapat melepaskan kemarahan, kejengkelan dan kekecewaan dengan cara yang sehat, misalnya dengan berteriak di pantai, berteriak di balik bantal, memukul bantal atau kasur, melakukan push up sebanyak dua puluh kali, menendang bola, merobek koran atau kertas, atau dengan meremas plastisin.Â
Perbaiki juga paradigma yang kurang sehat yang kita miliki selama ini dengan cara membaca buku bacaan atau informasi yang berkualitas serta memanfaatkan layanan psikoedukasi online yang ada di berbagai platform media sosial.Â
Kita bisa juga memanfaatkan jasa konseling atau konsultasi psikologis dengan tenaga profesional seperti konselor, psikolog, psikoterapis, dan tenaga terapis psikologi lainnya.Â
Berkonsultasi dengan mereka bukan berarti kita gila, karena kesehatan mental yang terganggu tidak selalu berkaitan dengan gila.Â
Jenis gangguan psikologis itu banyak, mulai dari derajat ringan, sedang hingga berat, dan kesehatan mental itu sama pentingnya dengan kesehatan fisik yang perlu kita jaga dan rawat.Â
Jadi, kalau kita merasa cukup kewalahan menangani stres harian kita, tidak usah ragu untuk berkonsultasi dengan tenaga profesional kesehatan mental.Â
Mereka nanti akan menolong kita memetakan permasalahan yang kita hadapi, sehingga kita dapat melihat permasalahan yang ada dengan lebih jelas dan obyektif, dan perlahan dapat berproses menjadi pribadi yang lebih berdaya dan mandiri secara emosional.
Secara sosial
Tidak mengisolasi diri. Kita perlu tetap terhubung dengan orang lain sekalipun itu hanya sebatas virtual seperti di masa pandemi ini. Kebutuhan sosial tidak semata tentang bertemu tatap muka secara langsung atau tinggal di satu tempat yang sama, melainkan juga memiliki keterhubungan satu sama lain, merasakan kehadiran dan kepedulian satu sama lain.Â
Budayakan juga untuk mulai berkolaborasi bukan berkompetisi. Kita dapat berkompetisi di tempat yang seharusnya, misalnya di acara-acara perlombaan, namun dalam relasi sosial keseharian sebaiknya kita bekerjasama dan berkolaborasi, saling memberi dukungan sosial.Â
Lakukan juga kebaikan dan kemurahan hati terhadap orang lain, misalnya menjadi sukarelawan, atau sekedar menyortir pakaian layak pakai yang sudah lama tidak kita pakai untuk disumbangkan, menanyakan kondisi kerabat jauh, membantu tetangga yang sedang isoman, dan bentuk kebaikan sosial lainnya. Miliki juga support system yang baik dan komunitas yang sehat.Â
Bangun batasan yang tegas namun sopan terhadap negative people yang berpotensi membuat kita tidak nyaman, dan bersikaplah asertif dengan berani berkata tidak terhadap sesuatu yang membuat kita tidak nyaman. Bermain dengan hewan peliharaan juga dipercaya dapat menyehatkan mental kita.
Secara spiritual
Lakukan ibadah rutin dan membangun relasi yang dekat dengan Sang Pencipta melalui doa dan pembacaan Kitab Suci secara teratur. Berkomunitas dengan komunitas-komunitas rohani yang ada di sekitar kita.Â
Tetap terhubung dengan alam semesta, sesama, dan Sang Pencipta. Senantiasa menyadari kehadiran-Nya dalam hidup kita, merasakan kasih-Nya dan percaya bahwa segala sesuatu berada dalam kendali-Nya.Â
Masa depan memang penuh dengan ketidakpastian, namun penyertaan Tuhan pasti diberikan kepada kita dan Dia senantiasa memelihara hidup kita. Percayalah bahwa rancangan-Nya selalu baik.
Tidak ada manusia yang seratus persen memiliki mental yang sehat, namun tidak ada juga manusia yang seratus persen mentalnya sakit.Â
Kita bisa melakukan perawatan kesehatan mental sebagai bentuk pencegahan (preventif) untuk meminimalkan terjadinya gangguan kesehatan mental, namun di sisi lain jangan ragu untuk mencari pertolongan ketika kita merasa bahwa kesehatan mental kita sedang terganggu.Â
Gangguan mental bukan sesuatu yang buruk dan bukan juga merupakan sebuah aib, karena dapat dialami oleh siapapun dan di mana pun.
Mari mulai aware dengan kesehatan mental kita sendiri, serta menjaga perkataan dan perilaku kita sendiri dalam interaksi sosial.Â
Jangan sampai perkataan dan perilaku kita justru memberi dampak negatif terhadap kesehatan mental orang lain.Â
Kembangkan budaya empati, karena kita tidak pernah tahu masa lalu seperti apa dan kehidupan seperti apa yang dimiliki setiap orang.Â
Setiap manusia di muka bumi ini memiliki track perjuangannya sendiri. So, be kind to yourself and also be kind to other people.
Selamat Hari Kesehatan Mental Dunia!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H