Mohon tunggu...
Dian Alifirdaus
Dian Alifirdaus Mohon Tunggu... Petani - Penulis Pembaca dan Pendengar

Tidak semua yang mengkilap itu emas atau berlian.Tak penting bagaimana bangkainya, namun lihatlah! Apakah ada yang istimewah dalam hatinya💕 Instagram @dian_alifirdaus 💕

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Kado Ulang Tahun

2 Februari 2020   21:17 Diperbarui: 3 Februari 2020   11:30 630
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi anak kembar (co.pinterest.com › pin)

Claudia dan Ilana adalah dua saudara kembar, memiliki kesamaan yang sama. Binar bola mata Claudia dan Ilana tak jauh berbeda, tatapan mata sendu yang sama. Betapa bahagia kedua orang tuanya mempunyai putri kembar yang cantik. 

Bagi kedua orang tuanya mereka laksana mutiara yang sangat berharga dalam kehidupan ini, rasa sayang mereka begitu besar. Apa lagi ibu Claudia dan Ilana ia selalu protective pada kedua putrinya itu, karena disebabkan ibunya sering mengalami keguguran.

Dan itulah salah satu alasan mengapa ibunya sayang. Setiap kali mau keluar rumah Claudia dan Ilana pasti bersama, pokoknya di situ Claudia di situ pula harus ada Ilana. Ibunya sudah sering bahkan lebih sering mengingatkan kedua putrinya untuk selalu bersama-sama. Amanat itulah yang dipegang Claudia juga Ilana.

" Aaaah sebentar lagi ulang tahun kita Il, aku nggak sabar menungu kado dari Ibu dan Ayah kita!"

" Aku juga, kira-kira Ibu sama Ayah kasih hadiah kita apa ya," mereka berpandangan satu sama lain dan saling bercanda.

Jarum jam berdetak perlahan dari detik ke detik, dari menit ke menit. Rasa tak sabar untuk meniup lilin oleh kedua perempuan kembar itu semakin jadi.

Ketika jam berbunyi dua belas kali, itu artinya ulang tahun Claudia dan Ilana dirayakan.

" Selamat ulang tahun putri-putriku, ini hadiah dari ibu," Claudia dan Ilana menerima kado dari ibunya tercinta, dengan bersahaja mereka menciumi pipi ibunya secara bergantian.

" Thanks for the gift ya mom, we really love you," kompak Claudia dan Ilana menerima kado dari ibunya. Ibunya mengangguk, tak lama setelah itu Ayahnya memberi kado yang begitu besar. Dengan ringan tangan mereka menerima kado dari Ayahnya. Sang Ayah memeluk kedua putrinya secara bersamaan.

" Ayah, we love you," Suara manja Ilana.

" Sebelum hadiah dari Ayah dan Ibu kalian buka, kalian potong kuenya dulu."

Dengan semangat Claudia dan Ilana meletakan kado itu terlebih dahulu. Dua pisau tajam telah tersedia di sekitar kue ulang tahun tersebut. Mereka memotong kue secara bersamaan, dan memberikan potongan kue secara bergiliran. Tawa, senyum dan airmata berselaraskan kesyukuran yang mengiringi doa yang dipanjatkan oleh kedua orang tua mereka.

" Ya udah kalian masuk kamar dan tidur ya, hari udah jam satu malam," Usap sang Ayah kedua perempuan kembar itu. Dengan perasaan senang mereka setujuh.

" Coba kita buka hadia dari ibu dulu,"  tanya Ilana, pada Claudia.

" Wow liontin, bagus sekali," gumam Claudia. Ilana pun tak sabar membuka kado dari Ayahnya dengan kotak yang begitu besar, ia memainkan bola matanya menebak-nebak isinya. Saat bungkus kotak tersebut di buka, mereka bergemelut syahdu.

"Ini kesukaan kita, Ayah tau sekali kalau kita berdua hobi membaca," senyum Claudia.

" Bukunya tebal sekali, bentuknya sangat classic."
Ini buku apa ya ?"

" Coba aku buka ya Il!"

Baru saja halaman pertama dibuka Claudia, tiba-tiba sebekas sinar memantul keluar dari buku tersebut. Claudia mencoba menutup buku itu, tapi mereka berdua tersedot dan terseret masuk kedalam buku itu.


*******

" Sayang bangun hari sudah pagi," suara lembut yang tak lain ibu Claudia dan Ilana. Namun pintu kamar tetap terkunci rapat tak ada suara sahutan sama sekali. Perempuan itu berlalu lalang senyum, dan berpikir pasti kedua anaknya kecapekkan.

" Cla, aku mendengar tadi suara ibu memangil kita, ayo Cla kita pulang. Aku tidak mau disini!"

" Sabar Il, aku juga tiada tau ini tempat apa?"

" Kalau tau begini, aku nggak mau buka hadiah dari Ayah," sesekali Ilana cemberut, ia pandangi sekelilingnya. Rupa-rupanya sangat bagus tempatnya, ia mendapati sebuah sungai kecil berwarna coklat. Ilana berlari kecil menuju sungai itu. Ia mencoba mencelupkan jari telunjuknya ke sungai berwarna coklat itu.

" Mmmmm rasanya manis. Cla, kemarilah aku menemukan sungai coklat," pangil Ilana pada Claudia. Dengan tersengal-sengal Claudia menghampiri Ilana. Mata Ilana melotot tak percaya.

" Kalian bisa menikmati apa saja yang ada di negeri ini," celoteh perempuan bergaun putih nan indah.

" Cantik sekali dia, dia seperti bidadari ya Cla!"

" Mari ikut aku," perempuan bak bidadari itu mengajak dua gadis kembar itu berjalan. Seharian mereka diajak sang bidadari. Tergiang dipikiran Claudia tentang Ayah dan Ibunya. Sementara Ilana asik mendengarkan cerita sang bidadari. Tak berselang beberapa menit, Claudia menarik lengan Ilana dan berbicara di antara semak-semak kumpulan rumput putri malu.

" Coba perhatikan, tumbuhan putri malu ini biasanya jika tersengol pasti daunya mengatup. Juga duri durinya bisa melukai. Tapi disini tidak berlaku," lirih Ilana, tanganya memetik bungal kecil putri malu berwarna pink, ia masukan di mulutnya.

" Lancang kamu Ilana, apa kamu lupa, ibu selalu berpesan agar selalu menjaga sikap dimanapun berada," hardik Claudia emosi.

" Iya tau, bawel amat sih . Ini negeri tiada berpenghuni. Cuma ada bidadari yang tadi."

" Stop, sekarang aku mau tanya. Apa kamu memakai liontin pemberian ibu?"

" Tidak, Cla!"

Bagai elang menyambar mangsa, Claudia mengajak Illana bergegas berlari meningalkan negeri ini. Betapa Claudia merasakan dari liontin yang ia kenakan, ia bisa mendengar di dunia aslinya waktu sudah telah berjalan satu minggu lebih. Dari liontin itu ia bisa merasakan, ibunya terus memanggil dan meratapi.

" Cepat berlari Ilana, waktu kita tidak banyak," paksa Claudia pada Ilana. Ilana tak bisa merasakan apa yang dirasakan oleh Claudia, karena sepasang liontin itu harusnya Ilana kenakan. Ilana terlena dengan dengan negeri ini.


***********

" Pulangkan kami dari negeri ini," pintah Claudia.

" Salah satu dari kalian bisa pulang, ingat hanya satu!"
" Tidak bisa, di dunia kami. Kami berdua selalu bersama-sama kemanapun," Claudia balas menjawab dalam hatinya cemas jantungnya berdetak kencang.

" Itu di duniamu tapi di negeri ilusiku kalian tak bisa mengugat semua hal yang terjadi di sini, bukankah setia orang memiliki nasibnya masing-masing. Kalian memang bersaudara kembar. Tapi setiap manusia memiliki jalan nya sendiri!"

" Ayo Ilana kita pergi dari sini, kita suda lama di negeri ini,"  bujuk Claudia dengan mimik muka yang cemas, Claudia ingin menangis cuman ia harus menahan air matanya supaya perempuan yang dihadapanya tidak menakutinya.

Claudia terus memaksa Ilana untuk berlari. Anehnya Ilana tidak memiliki stamina sekuat Claudia, semakin sering berlari semakin energinya habis dan tak berdaya. Liontin itu begitu mengisyaratkan bahwa ibu dan ayahnya mencemaskan mereka. Ilana tak merasakan rasa kerinduan ibunya atau ayahnya. Setelah berlari semakin menjauh dan semakin jauh, mereka berhenti di sebuah labirin. Saat puing puing kecemasan mengerogoti pikiran mereka. Mereka menemukan pintu sama seperti liontin.

" Ilana kita sudah sampai, bergegaslah bangkit itu pintu menuju keluar dari dunia ini,"  perjelas Claudia dengan kesenangan.

" Mana Cla, aku tidak bisa melihatnya?"

" Payah kamu," Claudia terus menuntun Ilana ke arah pintu berbentuk liontin yang berada dekat labirin. Saat kaki Claudia menyentuh pintu liontin itu, dan ia berhasil.

Namun tubuh Ilana tidak bisa menembusnya, yang ilana rasakan seperti dinding hampa. Tangan Claudia masih sempat merasakan tangan Ilana, sebelum akhirnya tangan itu benar-benar terpisah.

Tubuh Claudia lemas dan tak bertenaga, ia bingung apa yang ia harus katakan pada ibunya tentang nasib Ilana.
Gedebruk.... suara pintu bergejolak sangat kuat, rupanya sang Ayah Claudia mendobrak pintu. Ibunya mengernyitkan dahi dan mata saat menyaksikan Claudia tak bersama Ilana. Tergeletak buku classic di atas ranjang pemberian ayahnya, kaku di beberapa halaman.

Cerpen ini ku tulis pada tahun 2016

Dengan judul Claudia & Ilana.

Di sini http://dianalfirdaus.blogspot.com/2016/11/intuisi.html?m=1

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun