* * *
Hari yang ditunggu tapi juga tidak diharapkan datang. Bandara Soekarno-Hatta tampak padat pagi itu. Ada 2 anak berumur kira-kira 8 tahun berjalan sambil membawa ransel di punggungnya, sesekali mereka bertanya pada ayah dan ibunya kapan pesawat mereka akan terbang. Ada juga seorang pria tua berdiri sambil memandang ke arah pintu kedatangan. Berulang kali dia menggerak-gerakkan kakinya. Dia memegang sebuah tulisan di dadanya, “ANAKKU, ANDI!”
“Panda, kamu baik-baik ya di Jerman. Jangan tergoda sama pria bule di sana walaupun lebih ganteng dan tinggi daripada aku.” Ari berusaha bercanda. Dia menahan air matanya jangan sampai jatuh.
“Tenang aja, beb. Bagi aku, kamu itu adalah pria terganteng, tergagah, terbaik, pokoknya ter ter ter deh.” senyum Nanda kepada kekasihnya itu.
Nanda melihat jam tangannya yang berwarna putih, kado dari Ari pada ulang tahunnya yang ke-16. Jarum mungilnya menunjuk ke arah angka 10. Dia harus segera check in.
“Beb, kamu jaga diri baik-baik ya. Jangan lupa jadwal kita untuk skype-an.” mereka berpelukan untuk yang terakhir kalinya. Nanda pun segera masuk meninggalkan Ari, dan tak lupa dia melambaikan tangan kepada orang tuanya.
* * *
Hubungan Ari dan Nanda pun berjalan lancar seperti yang diharapkan. Mereka saling mengirim pesan, dan tentunya juga skype-an, walaupun Jerman dan Indonesia memiliki perbedaan waktu 5 jam. Bisa dikatakan selama satu tahun pertama, mereka mampu melewatinya dengan baik. Apalagi ketika Nanda pulang ke Indonesia untuk liburan, mereka sering menghabiskan waktu bersama melebihi ketika mereka dulu pacaran pas SMA.