Mohon tunggu...
ErmaQiz
ErmaQiz Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis Bebas

Cerpen, Puisi dan Quote

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Saat Hati Memilih

6 Juli 2020   10:40 Diperbarui: 6 Juli 2020   11:58 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
instagram.com/sangwiworo_oct13

"Kamu tahukan saat dimeja makan tidak ada hp buat aku ," kata Gilang tenang sambil tangannya melanjutkan mengerjakan tugas kuliah di meja kantin. Namun, hati Rania merasa kesal dengan kalimat Gilang itu. Begitu tenang dan tidak merasa bersalah.  Padahal tadi Rania membutuhkannya untuk suatu hal yang teramat penting. Tapi apa mau dikata, lelaki pujaannya itu bila sudah menyangkut kedisplinan diri tidak akan bisa ditawar lagi. Akhirnya Rania pun menyerah.

"Aku duluan, mau praktikum," Rania bergegas hendak meninggalkan Gilang lagi, padahal dia baru saja dihampirinya. Dan itu membuat Gilang sedikit kebingungan ," Hey, memangnya tadi ada apa? "Tanyanya penasaran.

"Sudah lupakan saja," jawab Rania singkat dan berlalu meninggalkan Gilang.
Dihari lain, ada kejadian lagi yang juga membuat Rania merasa jengkel, tiba-tiba Gilang dengan nada meninggi menegur Rania, "Aku tidak suka kamu terlalu banyak terlibat dengan kegiatan itu,"

"Kegiatannya atau Fahri? "tanya Rania memperjelas kalimat Gilang.

"Dua-duanya,"jawab Gilang singkat.

"Jadi kamu cemburu?"Rania menyelidik.

"Kalau iya kenapa? " tanya Gilang balik dengan sok polos.

"Terus siapa yang tidak kamu cemburui? " Rania tersenyum menyindir," Bukannya sebelum ini Alfian pun kau cemburui hanya karena aku sering berkomentar dan bercanda dimedsosnya?" Rania sedikit sinis melirik kearah Gilang ,"Kamu terlalu baper, posesif!" lanjutnya menohok.

Rania sedikit uring-uringan dengan sikap Gilang yang terkadang seperti anak kecil dan bahkan tidak masuk akal menurut Rania. Fahri? Alfian? Andai saja dirimu tahu Gilang, mereka tentu tidak akan bisa semudah itu menggantikanmu dihatiku. Toh hanya bercanda saja tidak lebih, dan itu semua hanya hiburan saat tengah jenuh menghadapi padatnya kuliah dan praktikum disemester keempat itu. 

Pikir Rania padahal tanpa ada rasa sedikitpun yang terselip sudah menjadi masalah buat Gilang. Apalagi bila ada? Sedikit- sedikit cemburu, masa iya aku tidak boleh bercanda sama sekali dengan teman laki-laki. Bagi Rania kecemburuan Gilang sudah terlalu berlebihan. Rania merasa gerah dan tidak bisa bebas seperti dulu.

Hubungan percintaan Rania dan Gilang memang baru seumur jagung. Jadi hal yang wajar bila diantara keduanya perlu beradaptasi dengan karakter yang berbeda itu. Kalau diawal pertemuan mereka merasa cocok dan akhirnya merekapun memutuskan untuk menjalin kasih, itu tidak lain lain karena faktor ketertarikan. 

Ketertarikan membuat seseorang melihat sesuatu yang biasa menjadi lebih indah bahkan bisa jadi luar biasa. Ketertarikan pula menimbulkan rasa lain di bilik hati seseorang dan bila keduanya saling menyemai benih-benih yang telah ada itu, akhirnya akan tumbuh rasa yang tidak dapat ditampik, sayang dan cinta akhirnya memenuhi ruang bathin keduanya. Menjadikan penuh warna, penuh bunga-bunga cinta yang akan mengisi hari-hari mereka kedepan.

Namun, dengan berjalannya waktu segala yang terasa indah diawal akan menjadi sebuah ujian kesungguhkan cinta mereka, karena pada akhirnya masing-masing karakter yang dimiliki tidak akan bisa terus bersembunyi dibalik rasa yang ada. Dan itulah ujian cinta ...

Rania mendengarkan curcol Gilang siang itu.

"Bayu itu licik orangnya," begitu akhir curhatan hati Gilang setelah dia bercerita tentang perselisihannnya dengan Bayu kemarin sore.

"Sudahlah maafkan saja !" akhirnya Rania bersuara setelah sejak tadi mendengar cerita kekasihnya itu penuh perhatian.

"Maaf kamu bilang? Enak saja, tidak semudah itu, dan dia tidak pernah merasa bersalah. Pasti, dia akan melakukannya lagi pada orang lain!" Gilang membela diri.

"Kamu pendendam!"Rania mencoba menyimpulkan.

"Aku hanya ingin memberinya pelajaran," sekali lagi Gilang membela diri.

"Bukannya maafmu akan melegakanmu? " Rania menatap Gilang lekat-lekat,"Lagian bukan urusanmu juga untuk memberinya pelajaran itu, buat aku maafmu itu yang lebih penting, karena itu akan melegakan hatimu ," Rania mencoba menasehati Gilang.

Tapi ujung-ujungnya Gilang tetap bertahan dan tidak mau sedikitpun berubah cara pikir dan tindakannya sesuai keinginan Rania. Jadi untuk kesekian kalinya Rania harus menelan kecewa atas sikap kekasihnya itu. 

Dalam benak Rania, Gilang terlalu egois, mau menangnya sendiri, pencemburu dan sok disiplin, itu semua membuatnya muak, kesal dan geregetan. Baru kali ini Rania menemukan lelaki keras kepala seperti itu. Tapi disatu sisi bathin Rania juga bertanya mengapa aku bertahan untuk mencintai lelaki itu ? Akh ...

Beberapa siang belakangan ini Rania hanya ditemani Wina di kantin untuk menunggu saat praktikum tiba, Gilang tidak menemaninya seperti biasa. Lelaki itu tidak tampak batang hidungnya sudah hampir seminggu, sejak pertengkaran mereka beberapa hari lalu.

Keduanya memang aktif dikepengurusan Himpunan Mahasiwa Jurusan, dan perbedaan pendapat tengah mewarnai kiprah organisasi mahasiswa jurusan menjelang pergantian pengurus, hal itu cukup pelik dan sayangnya perbedaan pendapat dalam kepengurusan itu membuat suasana keduanya menjadi tidak nyaman dan mulai merenggang. Tiba-tiba hal itu membuat Gilang menjauh dan menciptakan jarak bagi keduanya. Dan Raniapun membiarkannya.

Mata Rania menelusuri sebuah media sosial yang tengah dibukanya, tiba-tiba ada sedikit rasa nyeri disudut-sudut hatinya. Dan Wina menangkap kegundahan yang tengah mempermainkan hati sahabat terbaiknya itu," Kenapa say?" Tanya Wina.

"Ini tumben tiba-tiba Gilang aktif di IG berkomentar dan ngelike akun-akun Dina dan Farah, ih care banget dia "jawab Rania sambil tangannya tetap berselancar kepoin akun Dina dan Farah bergantian.

"Cieee yang lagi kangen," goda Wina dengan senyum khasnya."Eit kangen apa jealous yah? " goda Wina lagi sambil menutup mulutnya dengan tangannya.

"Apaan sih !"jawab Rania kesal," Aku sedang tidak bercanda." jawabnya rada ketus.

"Ga usah baper begitu juga kaleee, hahaha," goda Wina semakin menjadi, "Bucin loe ,"Wina tertawa lebar," Rasa jealousmu bertebaran diudara menggantikan warna pelangi yang begitu indah berubah menjadi kelabu. Mungkin itu efek rindu yang tak tertahankan, hahaha,"goda Wina semakin parah bak seorang penyair.

"Dasar penyair gadungan," timpal Rania dengan senyum kesalnya.

"Tapi sekarang jadi paham khan? rasa yang dialami Gilang selama ini ? "Goda Wina tak mau henti.

Rania menatap kearah sahabatnya yang tengah tertawa terkekeh itu. Sebel. Tapi ada benarnya juga pikirnya. Tiba-tiba dadanya terasa sesak, seperti ada yang menghimpit menjadikan desiran darah menuju ke otak berasa tertahan dan mengendap di bawah tengkuk, sesak dan nyeri seolah leher tercekik.

"Masih mau bertahan, tidak mau mencoba mencari Gilang yang tengah menghilang ?" Wina tetap usil menggoda Rania yang wajahnya mulai memerah.

"Sepertinya ada yang lagi cemburu ditengah kerinduan, eh kebalik yah rindu ditengah kecemburuan, eh mana sih yang benar ,"goda Wina lagi sambil tertawa tak mau henti.

"Ga akh, biar saja dia itu egois, menangnya sendiri....."

"Tapi mengapa kamu jatuh cinta padanya?" Wina mulai menghentikan candanya untuk sedikit lebih serius. Wajah Wina tampak lucu.
Rania diam. Hati kecilnya bergejolak mendengar pertanyaan Wina. Mengapa dia jatuh cinta pada Gilang?Mengapa hatinya memilih Gilang? Tertarik?

"Mengapa kamu tidak jalan sama si Rendy yang mengejarmu sejak semester satu dulu?Atau mengapa juga tidak kau terima saja si Alfian yang baik dan penuh perhatian itu? Bukannya mereka semua baik dan layak untuk kau pilih?" Selidik Wina sambil menatap wajah sahabatnya itu.

"Aku tidak mencintainya," jawab Rania singkat.

"Jadi sebenarnya cinta itu apa?" desak Wina.
Rania terdiam. Dia mulai berpikir kemana arah pembicaraan Wina. Ada benarnya apa yang dikatakan sahabatnya itu. Mengapa dia tidak memilih Rendy? Atau Alfian? Atau lelaki lain yang sudah baik padanya atau lebih tampan dari Gilang? Atau siapapun yang segalanya melebihi Gilang?

"Karena kamu mencintai Gilang, arah rasamu hanya ada padanya, dengan segenap kelebihan dan kekurangannya. Bukan begitu?"jelas Wina." Dan satu lagi, kekurangan Gilang itu, yah itulah keunikan Gilang dibanding yang lain." Lanjut Wina lagi.
Rania mengangguk tanda setuju.

"Lalu mengapa dirimu masih sibuk mempermasalahkan kekurangan Gilang ?Bukan kah itu semua yang telah membentuk pribadi Gilang ? Hingga dirimu bisa jatuh hati padanya?" Wina mulai meyakinkan.

Rania kembali diam dan hanya menatap ke arah Wina. Sudut hati kecilnya membenarkan semua ucapan sahabatnya itu.

"Aku ingin dia berubah lebih baik!" Sela Rania membela diri.

"Lebih baik versi siapa? Versi dirimu? Apa kamu yakin setelah dia berubah lalu menjadikan dia lebih baik? " kejar Wina lagi.

Rania kembali terdiam untuk kesekian kalinya. Pikiran dan hatinya juga kembali membenarkan kalimat Wina. Tidak semua yang ingin kita ubah dari seseorang adalah yang terbaik untuk orang tersebut.

Akhirnya Raniapun mulai berpikir. Dia tidak berhak mengubah semua yang ada dalam diri Gilang, seperti juga Gilang yang tidak pernah memaksanya untuk mengubah dirinya. 

Tapi akan lebih baik bila kita belajar untuk bisa menerima karakter pasangan kita agar bisa mengisi segala kekurangan yang ada dari diri kita, memang tidak mudah dan perlu belajar untuk itu. Dan yang pasti seseorang akan menjadi lebih baik bila dia berubah karena kemauannya sendiri bukan orang lain. 

Dalam hatinya yang terdalam Rania berbisik, "Terima kasih Gilang ternyata jarak sementara yang kau ciptakan, membuatku belajar lebih banyak lagi." TAMAT

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun