Mohon tunggu...
Pendidikan Pilihan

Hoaks dan Penyakit Kalbu

27 November 2018   07:30 Diperbarui: 27 November 2018   07:57 2005
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Seorang bapak terserang vertigo dan sesak nafas ketika menonton TV yang  menayangkan perdebatan panas antara dua kubu berbeda pandangan politik. Sebelumnya ia  marah-marah kepada salah satu pembicara yang dianggapnya selalu nyinyir dalam berpendapat. 

Saya yakin dengan suhu politik yang memanas saat ini, semakin banyak orang yang tersulut emosi, tentunya beresiko meningkatnya tensi darah dan serangan jantung. 

Apalagi dengan beredarnya berita hoax politik di media sosial yang jumlahnya bisa ribuan, yang memang bertujuan untuk menyulut emosi kebencian dan kemarahan masyarakat kepada kelompok dan sosok tertentu. 

Aktivitas kerja jantung sangat dipengaruhi oleh keadaan emosi. Ada sebuah alat untuk mengukur detak jantung yang dipasang di daun telinga untuk mengukur apakah detak jantung sedang teratur (coherence) atau tidak teratur (incoherence). 

Detak jantung teratur, ketika dalam kondisi rileks dan nyaman, atau emosi positif, yang dapat memicu pikiran dan perilaku positif. Sedangkan jantung berdetak tidak teratur apabila dalam kondisi stres, kecewa, marah atau emosi negatif. 

Detak jantung sangat sensitif terhadap emosi dan pikiran kita. Membayangkan orang yang kita takuti saja sudah membuat alat tersebut menunjukan detak jantung tidak teratur, walaupun kita tidak merasakannya.

Apalagi dalam keadaan kesal dan marah. Banyak penelitian yang membuktikan bahwa berbagai emosi negatif terutama kemarahan dapat menyebabkan hipertensi,dan penyakit jantung koroner. 

Selain itu, emosi negatif dapat meningkatkan kadar hormon stres (adrenalin dan kortisol) dalam tubuh, yang berakibat menurunnya sistem imunitas tubuh, dan resiko terkenanya berbagai penyakit (misalnya diabetes, gangguan tidur, depresi, dan sebagainya). Bukan itu saja, banyak penelitian yang membuktikan bahwa emosi negatif berkepanjangan dapat menurunkan fungsi kognitif seseorang, bahkan dapat memicu kerusakan struktur otak seperti kepikunan atau Alzheimer.

Apabila emosi negatif membuat jantung berdetak tidak beraturan dan dada terasa sesak, sebaliknya emosi positif dapat menormalkan denyut jantung dan membuat perasaan nyaman, sejuk, dan dada lebih lapang, serta tubuh mengeluarkan hormon-hormon cinta seperti endhorpin, serotonin dan oksitosin yang dapat meningkatkan kesehatan metabolisme tubuh. 

Dengan adanya kaitan antara jantung dan emosi ini, maka kita dapat mengerti adanya sebuah hadist Rasulullah SAW: "Ingatlah sesungguhnya di dalam tubuh manusia terdapat segumpal daging. Jika segumpal daging itu baik, maka seluruh tubuh juga baik. Jika segumpal daging itu rusak, maka seluruh tubuh juga rusak. 

Ketahuilah, segumpal daging itu adalah Qolbu". Dalam Bahasa Arab qolbu bisa berarti jantung (fisik), dan bisa juga berarti jantung emosi (hati/perasaan), seperti halnya dalam bahasa Inggris heart bisa berarti fisik (heart attack) dan emosi (broken heart). 

Jadi istilah penyakit kalbu atau penyakit hati, seperti amarah, iri, dengki, kecewa, dan sebagainya, adalah emosi negatif yang dapat mempengaruhi qolbu fisik (jantung), seperti detak tidak beraturan, dada sesak, dan keluarnya hormon-hormon racun yang memperburuk kesehatan seluruh tubuh.

Sebaliknya ketika kita merasakan cinta, kasih sayang, dan kepedulian, detak jantung beraturan, hormon-hormon cinta diproduksi dalam tubuh, yang membuat seluruh tubuh semakin sehat.

Sebetulnya, efek dahsyat hoax dan ujaran kebencian bukan saja terhadap kesehatan tubuh, tetapi yang lebih mengerikan lagi adalah terhadap kesehatan jiwa karena semakin meningkatnya nafsu amarah dan berbagai penyakit kalbu yang mewarnai kehidupan masyarakat seperti, rasa iri, dengki, dan kebencian. 

Menurut Simone Weil, seperti halnya tubuh yang memerlukan makanan yang bergizi agar sehat, jiwa manusia juga memerlukan "makanan" yang baik, yaitu informasi yang benar dan menyejukan agar jiwanya menjadi sehat. 

Informasi yang tidak benar, apalagi berupa hoax dan fitnah, adalah racun bagi jiwa karena timbulnya rasa kebencian dan buruk sangka. 

Masyarakat yang terus dibombardir dengan hoax informasi seperti ini, apalagi di era medsos yang sarat dengan informasi negatif, racun jiwa ini ibarat virus yang menyebar secara luas, sehingga membuat bukan saja kesehatan fisik menurun, tetapi juga jiwa masyarakat menjadi sakit; penuh kemarahan dan kebencian yang berakibat konflik dan perpecahan. 

Porak porandanya Yugoslavia, genosida di Rwanda, dan peperangan di Suriah dan negara-negara Timur Tengah lainnya,  adalah disebabkan oleh penyebaran "virus" kebencian berdasarkan SARA.

Apabila para produsen atau penjual makanan yang memakai zat-zat berbahaya yang membahayakan kesehatan fisik masyarakat saja harus bertanggung jawab dan diproses secara hukum, apalagi para produsen hoax dan penyebar fitnah yang bahayanya jauh lebih besar lagi, karena keutuhan dan kemaslahatan bagsa sendiri dipertaruhkan. 

Mungkin istilah "fitnah lebih kejam daripada pembunuhan" ada benarnya, karena apabila si A membunuh B, maka yang berdosa adalah si A saja, tidak mengajak orang lain ikut berdosa. 

Tetapi kalau si A membuat kebohongan dan menyebarkan fitnah, maka si A di era medsos ini, akan mengajak ribuan bahkan jutaan orang lain ikut berdosa, karena timbulnya prasangka buruk dan rasa kebencian, atau menumbuhkan nafsu amarah atau mengotori kalbu masyarakat. Belum lagi dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat, karena meningkatnya berbagai penyakit yang berhubungan dengan emosi negatif.

Penyakit kalbu adalah bertentangan dengan sifat-sifat ketakwaan, karena pengertian takwa adalah menjaga diri, menghindari dari segala larangan-larangan, atau orang-orang yang selalu menjaga kesucian dirinya, atau orang yang bebas dari penyakit kalbu. 

Di dalam Al Quran banyak disebutkan bahwa surga disediakan hanya bagi orang-orang yang bertakwa, misalnya "dan (di hari itu) di dekatkanlah surga kepada orang-orang yang bertakwa" (QS 26:9), "Itulah surga yang akan kami wariskan kepada hamba-hamba kami yang selalu bertakwa" (QS 19:63) dan banyak lagi ayat-ayat sejenis.

Jadi belum tentu orang yang mengaku sudah beriman adalah orang yang bertakwa atau ahli surga, seperti digambarkan oleh sebuah hadist: "Sesungguhnya orang beriman itu, kalau berdosa, akan akan terbentuk bercak hitam di qalbunya (Hadist Riwayat Ibnu Majah). 

Orang-orang yang sudah beriman pun masih bisa memiliki sifat-sifat syetan, seperti firman Allah SWT, "Hai orang- orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syetan, maka sesungguhnya syetan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang mungkar (QS 24:21).

Maka berhati-hatilah dengan informasi yang kita dapat, karena bisa menjadi racun bagi tubuh dan jiwa kita. 

Apabila terasa emosi tersulut, denyut jantung otomatis berdetak tidak beraturan, hormon-hormon "racun" membanjiri tubuh, dan kesehatan tubuh akan terancam. 

Apabila timbul rasa amarah, prasangka dan kebencian pada diri seseorang, maka berhati-hatilah untuk menjaga kebersihan kalbunya, karena Allah SWT berfirman: "Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan berprasangka, karena sesungguhnya sebagian tindakan berprasangka adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain" (Al-Hujurat:12).

Berilah makanan jiwa dengan informasi yang menyejukan sehingga dada terasa lapang dan nyaman. Niscaya tubuh akan banyak mengeluarkan hormon-hormon "cinta" yang bukan saja membuat tubuh sehat, tetapi juga jiwa yang sehat; bersih dari penyakit kalbu atau menjadi orang yang bertakwa.

Mungkin inilah yang dimaksud dengan jiwa yang tenang atau nafsu mut'mainnah, yang menjadi bekal kehidupan yang kekal atau kehidupan yang sebenarnya nanti. 

"Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang redha dan diredhai, maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam Surga-Ku" (Al-Fajr: 27-30).

Dunia ini hanya sebentar dan ilusi saja, untuk apa kita terlalu serius terlibat di dalamnya, sehingga lupa menjaga kebersihan kalbu kita. 

Siapa pun yang terpilih nanti, belum tentu dapat menolong kita ke surga, kecuali kita berlapang dada menerima kehendakNya, karena semua kekuasaan adalah milikNya yang akan diberikan dan dicabut sesuai dengan kehendakNya.

Berikut ini adalah beberapa tips dalam menghadapai hiruk pikuk pesta demokrasi agar jiwa dan raga kita tetap sehat:

1. Berusaha merasakan emosi yang timbul ketika menerima sebuah informasi. Apabila timbul rasa emosi negatif (marah, kesal, dengki), waspadalah, karena ini merupakan nafsu amarah yang dapat meracuni jiwa dan raga kita. Tarik nafas dalam-dalam sambil memohon pertolongan dan perlindungan dari Tuhan YME.

2. Cari kebenaran terhadap segala informasi yang diterima. Seringkali karena kebencian kepada seseorang atau sekelompok orang, kita langsung percaya pada berita negatif tentang orang/kelompok yang kita benci, sehingga kita enggan bertabayyun, dan menjadi tidak adil. 

Sikap ini jelas-jelas bertentangan dengan firman Allah SWT: "Dan janganlah sekali-kali kebencian kalian terhadap sesuatu kaum mendorong kalian untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa" (Al-Maidah:8).

3. Sebelum menyebarkan informasi yang kita terima, tanyakan kepada diri sendiri dulu. Apakah informasi ini dapat menjadi makanan yang baik bagi jiwa manusia, atau justru menjadi racun jiwa yang akan mengotori kalbu dan membakar nafsu amarah ribuan bahkan jutaan umat manusia di era medsos ini. 

Apakah kita mau memiliki andil terhadap sakitnya jiwa masyarakat yang mudah tersulut kebencian yang berakibat konflik dan perpecahan? 

Semua tindakan di medsos ada jejak digitalnya yang tidak dapat dihilangkan. Mungkin saja bukti rekam jejak segala tindakan kita akan menentukan nasib kita bukan saja di dunia (jejak digital dapat mempengaruhi karir, reputasi, dan kemudahan mencari pekerjaan), juga di akhirat nanti, ketika semua rekaman akan menjadi saksi yang memberatkan.

4. Selalu ingat sebuah hadist: Dan barangsiapa yang menutupi aib seseorang di dunia, maka Allah akan menutup aibnya di dunia dan akhirat (HR At Tirmidzi). 

Sebuah aib saja yang benar terjadi, perlu ditutupi, apalagi aib yang tidak benar yang berupa fitnah. Jadi apabila anda menyebarkan fitnah, bukan saja ini perbuatan dosa besar (lebih jahat dari pembunuhan), aib anda pasti akan dibuka oleh Allah SWT. 

Di era medsos ini, sebuah aib yang terbuka akan begitu mudahnya menyebar, dan semua orang menjadi tahu aib anda. Celakanya, berita aib ini menjadi jejak digital yang tidak bisa dihapus.

4. Jangan mudah terpengaruh oleh tampak luar/atribut keagamaan dan ibadah seseorang (pakaian, gelar/kedudukan, bahkan pengetahuan agamanya).

 Kajilah pesan yang disampaikannya, apakah menyulut rasa kemarahan dan mengajak kita membenci seseorang atau sekelompok orang, atau menimbulkan rasa damai dan kasih sayang. 

Apabila yang pertama, bisa saja mereka sedang menurunkan kualitas nafsu kita menjadi nafsu amarah, serta menyuburkan penyakit-penyakit kalbu (benci, kesumat, dengki). 

Secara fisik dapat dirasakan efeknya di dada masing-masing individu; denyut jantung dan tekanan darah meninggi, dan dada terasa sesak seperti naik ke langit, atau sebaliknya,  rasa sejuk dan lapang di dada yang mungkin dapat membantu kita untuk mencapai tingkatan nafsu mutmai'nnah (jiwa yang tenang) yang akan dipanggil Allah SWT untuk masuk ke surga-Nya di akhirat nanti.

Ratna Megawangi, penulis buku "Gagal Membangun Karakter? Marilah Perbanyak Emosi Positif" (IHF, 2018).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun