Pernah suatu kali Kasno pergi ke pasar sendirian dengan alasan ingin membeli buah semangka kesukaan mendiang istrinya. Untunglah ada tetangga yang menelepon Tini bahwa bapaknya sedang mondar-mandir di pasar sambil kebingungan mencari uang yang katanya hilang dari saku celananya, padahal Tini tahu bahwa bapaknya tak membawa uang sepeserpun. Meski sudah lama ditinggal ibunya, naluri cinta bapaknya tak pernah surut di hatinya. Kasno kerap mengatakan bahwa ia ingin pulang kampung agar bisa merayakan hari ulang tahun istrinya di hari Minggu Pahing. Ada rasa bangga di hati Tini jika mengingat kekuatan cinta bapaknya pada mendiang ibunya.
   Karena tingkah laku bapaknya yang kian mengkuatirkan inilah akhirnya Tini menuruti nasehat sang perawat. Suatu pagi saat Tini meminta izin libur pada majikannya, ia mengajak Kasno ke puskesmas terdekat yang letaknya tak jauh dari rumah mereka. Namun, saat sang penerima pasien bertanya mengenai penyakit bapaknya, Tini bingung mengatakannya.
"Bapaknya sakit apa, Mbak?" Tanya si penerima pasien.
"Sakit tua, Mas," jawab Tini singkat.
"Sakitnya apa?" Si penerima pasien kali ini bicara dengan penuh penekanan.
"Suka pikun, Mas," tukas Tini.
"Itu sih normal, wong sudah tua......." kata si penerima pasien.
"Tapi katanya ada obatnya, Mas," selaTini.
Si penerima pasien berhenti sejenak dari kesibukannya menulis-nulis di buku dan beberapa kartu.Lalu melanjutkan kembali.
"Baik, ini nomernya, ya, ke poli Geriatri," kata si penerima pasien seraya memberi sebuah kertas tebal dan menunjukkan arah yang harus dituju Tini dan bapaknya dengan tangannya.
   Poli Geriatri tak jauh dari loket tempat si penerima pasien bekerja. Tini mengajak bapaknya duduk dan menyuruhnya agar diam saja. Sebab jika tak disuruh diam, bapaknya bisa tiba-tiba mengomentari apa saja yang ada di depannya. Tak lama nama Kasno dipanggil. Mereka masuk ke ruangan dokter.