Mohon tunggu...
BANYU BIRU
BANYU BIRU Mohon Tunggu... Guru - Guru | Pecandu Fiksi

Orang yang benar-benar bisa merendahkanmu adalah dirimu sendiri. Fokus pada apa yang kamu mulai. Jangan berhenti, selesaikan pertandinganmu.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pernikahan | Cerpen Banyu Biru

1 Juni 2024   13:09 Diperbarui: 8 Juni 2024   19:03 508
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diedit menggunakan Canva

"Kalau Om sendiri, gimana dulu, Om?" tanya Herman.

Om Ali menyipitkan mata, menunjuk-nunjuk pada Herman, "Ini nih, tipe-tipe orang yang katanya berpendidikan. Orang kita yang nanya, malah ditanya balik."

Herman terkekeh, "Ya, nggak gitu, Om. Kita cuma pengen tahu sudut pandang Om Rudi dulu."

Dengan berlagak percaya diri dan yakin sepenuhnya, Om Rudi menjawab, "Ya kalau udah mati, ya mati aja. Enggak ada apa-apa lagi. Semuanya stop, udah gitu aja."

Mendengar jawaban itu aku dan Herman mengalih pembicaraan. Perbedaan pandangan yang akan kami bahas selanjutnya akan membutuhkan waktu yang panjang karena hal ini sudah berkaitan dengan perspektif dan keyakinan. Herman hanya mengatakan bahwa apa yang ia yakini cukup berbeda dengan Om Rudi.

Baca juga: Penunggu Sekolah

Sekarang, alasaan itukah yang mendorong Om Rudi tidak ambil pusing untuk menghabisi nyawaku?  Tapi kalau benar, seharusnya ia mengutuk Om Ali dan istrinya, atau Om Rudi juga bisa tertawa sepuas-puasnya karena majikannya masih percaya adanya kehidupan setelah kematian bahkan di sana aka nada pernikahan dan melanjutkan keturunan. Kalau memang tidak ada kehidupan setelah kematian, harusnya Om Rudi tidak perlu buang-buang tenaga untuk melakukan ini. Bukankah pekerjaannya sia-sia belaka? Tapi...bagaimanapun, posisi Om Rudi tetap menguntungkan, ia bisa menertawakan majikannya karena orang sekaya itu percaya tradisi yang kolot atau menertawakanku karena telanjur terlibat di dalam keluarga ini atas nama cinta.

"Cewek goblok. Ngumpet kok enggak pake otak."

Aku melonjak kaget. Teman Om Rudi menyibak tanaman tempatku bersembunyi. Rupanya aku terlalu sibuk dengan pikiranku sehingga tidak menyadari bahwa laki-laki itu sudah mengamati sedari tadi. Ia menyambar rambutku dan menyeretku keluar. Kenapa taman ini harus sesepi ini, biasanya kalaupun malam, banyak kendaraan yang lewat.

Laki-laki itu menggiringku dengan kasar kepada Om Rudi. Om Rudi tidak berkata apa-apa. Ia hanya menatap sebentar dengan cara menatap yang tidak bisa kuartikan.

"Ko Ali pasti puas dengan kerja kita. Kita habisi sekarang atau bagaimana?" tanya laki-laki itu bersemangat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun