Mohon tunggu...
BANYU BIRU
BANYU BIRU Mohon Tunggu... Guru - Guru | Pecandu Fiksi

Orang yang benar-benar bisa merendahkanmu adalah dirimu sendiri. Fokus pada apa yang kamu mulai. Jangan berhenti, selesaikan pertandinganmu.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pernikahan | Cerpen Banyu Biru

1 Juni 2024   13:09 Diperbarui: 8 Juni 2024   19:03 507
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diedit menggunakan Canva

Namaku Ana. Kenapa harus kuberitahu? Karena memang itu perlu supaya perempuan di luar sana tidak merasakan apa yang aku rasakan. Atau jika ada yang sudah telanjur, kau tahu kamu tidak sendirian. Sekali lagi, aku Ana dan aku mau bilang, 'persetan dengan cinta, suami dan pernikahan'.

Kuakui Herman Tan bukan orang biasa. Dia keluarga terpandang. Orang-orang semakin mengagumi Herman karena dipandang rendah hati, sedangkan aku adalah perempuan murahan yang mengincar kekayaan Herman. Aku tidak masalah dengan itu. Aku dan Herman sepakat untuk mengabaikan cibiran itu walaupun yang lebih sering makan hati adalah aku. Tapi, aku tidak menyangka perjalanan cintaku akan serumit ini.

"Loh, kemana cewek sialan itu?"

"Nggak tahu. Jangan-jangan dia sadar kalau kita ngikutin dia."

"Apa kubilang, harusnya kita langsung sergap aja tadi. Lu sih, sok-sokan."

"Heh, lu yang goblok. Kalau kita tangkap dari tadi, yang ada kita juga ikut ditangkap warga, Rud. Lu mau mati digebukin warga."

"Ya... gimana, kalau orangnya ngilang gini, kita bilang apa ke Bos Ali?

Aku mengenal pria yang dipanggil 'Rud' itu. Itu Om Rudi. Orang kepercayaan Om Ali. Dia orang paling ramah di rumah Om Ali bahkan sering duduk bersama di pendopo taman sambil menikmati teh di gazebo orang kaya itu. Dalam situasi yang genting ini, aku hanya ingat obrolan tentang kematian dari banyaknya bahan obrolan seru lainnya. Mungkin karena kematianku sudah semakin dekat.

"Nak Ana, kira-kira kalau kita mati, kita kemana ya?"

Itu pertanyaan berat. Dari pertanyaan yang cukup serius itu, aku bisa merasakan Om Ali sebenarnya sedang mengujiku. Ia tahu aku dan Herman sama-sama kuliah di universitas yang juga menekankan nilai-nilai agama. Aku melirik Herman. Ia bisa menangkap maksudku sehingga mengambil alih untuk menjawab.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun