Mohon tunggu...
BANYU BIRU
BANYU BIRU Mohon Tunggu... Guru - Guru | Pecandu Fiksi

Orang yang benar-benar bisa merendahkanmu adalah dirimu sendiri. Fokus pada apa yang kamu mulai. Jangan berhenti, selesaikan pertandinganmu.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mara dan Tragedi oleh Banyu Biru

20 Januari 2024   16:13 Diperbarui: 20 Januari 2024   16:17 353
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


"Kita  tidak akan melakukan perjanjian apa pun. Janji sifatnya mengikat. Kami hanya ingin diakui keberadaannya, bukan untuk merebut sesuatu dari kamu. Kamu bebas untuk lepas. Akan kupastikan kamu baik-baik saja," tuturnya.


Aku memasang muka merenung walau sebenarnya, alasan untuk menolak sudah sengaja kusingkirkan dari otakku. Yang pasti, aku sudah mempersiapkan diriku untuk konsekuensi yang akan kuterima dikemudian hari.


"Jadi kau bersedia?" Suara itu membuyarkan lamunanku. Aku mengangguk beberapa kali dengan cepat.


"Kalau begitu, silakan tutup matamu."


Aku menurut. Kemudian suara itu memintaku untuk menikmati embusan angin yang terasa semakin kuat menerpaku. Untung saja aku berada dalam posisi duduk di kursi, sama seperti kemarin ketika aku menyelesaikan tulisanku.


"Coba kau rasakan angin yang masuk melalui hidungmu. Bertahanlah hingga kau tidak lagi merasakan angin tersebut melewati rongga hidungmu. Setelah itu, kau bisa membuka mata."


Aku mengikuti instruksi dengan baik. Aku merasakan sensasi yang berbeda ketika angin itu melewati rongga hidungku. Ada semacam ketenangan, kesenangan yang tiba-tiba membuncah. Badanku terasa ringan dan aku sangat bersemangat. Ibarat baru berpacaran, maka ini adalah masa-masa kasmaran.


Aku terenyak sesaat setelah membuka mata. Puluhan makhluk transparan berselimut kabut putih yang berpendar tengah berdiri mengerubungiku. Semuanya melontarkan senyum yang paling tulus yang pernah kulihat. Ada satu yang paling mencolok, sosok perempuan yang senyumnya sungguh menawan.


"Sekarang kau bisa melihat kami," kata perempuan itu. Ternyata dialah semilir angin yang berbicara denganku. "Kami adalah roh-roh yang terperangkap di tempat ini. Setiap hari kami mengamati semua yang terjadi di sini, tetapi belum pernah ada satu pun yang menanggapi panggilan kami selain kamu."


Aku sangat senang dengan keberadaan teman-teman baruku, secara khusus perempuan yang kupanggil Miranda. Dia sama baiknya dengan Bu Nina. Yang membedakannya, aku lebih leluasa bercerita kepada Bu Miranda.


" Tenang saja, aku bisa menjaga rahasiamu. Lagi pula aku hanya bisa berbicara sama kamu, pun sebaliknya."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun