Mohon tunggu...
Rani Febrina Putri
Rani Febrina Putri Mohon Tunggu... Lainnya - Fresh Graduate, Bachelor of Food Technology | Fiction Enthusiast |

Penyuka fiksi dalam puisi, cerpen, dan novel. Hobi belajar dari buku-buku yang dibaca, orang-orang yang ditemui, lagu-lagu yang didengar, dan tempat-tempat yang dikunjungi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Resolusi Januari

17 Januari 2024   09:44 Diperbarui: 17 Januari 2024   10:03 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Januari! Raisa!" panggil nenek saat matanya menangkap sosok kami. Teriakannya begitu keras. Sepertinya penglihatan nenek masih baik, namun pendengarannya mulai berkurang.

Kami pun berbincang di teras rumah yang sejuk dengan cangkir teh yang asapnya masih mengepul. Aku selalu suka teh buatan nenek, sebab rasanya sama seperti yang ayah buatkan padaku dulu setiap aku sakit. Hanya dengan minum teh manis hangat, sakitku perlahan sembuh dan energiku kembali pulih. Kakek pun bergabung bersama kami setelah beliau menyelesaikan perkara ayam-ayam peliharaannya yang sedang kelaparan belum sarapan.

Meski kekosongan hati kami mulai kembali terisi setelah bertemu nenek dan kakek, namun kehampaan tetap tak bisa kami tutupi. Sebab kami gagal menemukan sosok ayah kami di rumah itu. Kami bercerita hal-hal menyenangkan hingga teh kami tandas, setelah itu aku berani memulai percakapan tentang ayah.

"Ayah nggak pernah pulang, Nek?"

Nenek menggeleng, sedangkan kakek menatap jauh ke halaman depan. Kekosongan dan kesedihan menyergap kami.

"Memangnya dia tidak menghubungi ibu kalian?" tanya nenek.

"Tentu saja tidak, Nek. Hubungan ayah dan ibu kan sedang tidak baik-baik saja."

"Itu kesalahpahaman. Nenek bahkan tahu kalau ibumu tidak mungkin berselingkuh. Tetapi ayah kalian ini yang sudah naik pitam duluan dan main kabur gitu aja. Yang jadi korban ya kita semua, kan."

"Tapi Janu yakin kalau ayah pasti kembali, Nek."

Hening. Kesedihan bercampur kerinduan meletup-letup di dada kami.

"Pokoknya tahun ini, Janu punya resolusi yang akan Janu bawa terus ke mana-mana. Resolusi yang selalu gagal terwujud di tahun-tahun kemarin harus tercapai di tahun ini," kataku lagi, memecah keheningan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun