Saat ia tak bisa menemukan apapun lagi selain yang tadi ia lihat, ia pun menutup, melipat, dan meletakkan benda itu ke sofa, seperti yang ayahnya sering lakukan.
Maria menarik napas sambil menutup mata, lalu mengembuskannya perlahan. Bersamaan dengan itu, ayahnya menggenggam tangan dan merengkuh bahu Maria.
"Maria, satu pemuda bisa menggerakan seribu pemuda kalau dia punya tekad. Kamu ingat perkataan Ir. Soekarno?"
"Beri aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia," jawab Maria.
"Kamu bisa menjadi salah satu dari 10 pemuda itu bukan?"
Maria termenung. Perkataan ayahnya benar. Tidak seharusnya dia putus asa sekarang. Ambisi dan tekadnya akhirnya membara lagi setelah sempat menjadi arang.
Maria akhirnya mengangguk mantap. Tekadnya bulat sekarang setelah ia melakukan perjalanan waktu ke tahun 2045. Dia tidak ingin Indonesia masih menjadi seperti sekarang di tahun emas ulang tahunnya yang ke seratus.Â
Dia harus mengubah bangsa ini, dimulai dari dirinya sendiri. Dia harus bertekad, semangat, dan belajar dengan giat lalu mulai memimpin dirinya sendiri, sebelum ia menjadi pemimpin bangsa.
Maria dan ayahnya pun melengkungkan bibir bersama. Mereka harus segera merencanakan kuliah di universitas swasta sebelum masa-masa pendaftarannya ditutup.Â
Maria melirik pada alat penjelajah waktu yang tergeletak di sofa. Tiap helainya melambai pelan diterpa embusan angin yang masuk dari jendela besar di ruang itu.Â
Maria tersenyum sambil membaca, "Indonesia Emas Tahun 2045 dan Semua Pengharapannya Takkan Terwujud Jika Generasi Emas Tak Dilahirkan". Sebaris kalimat yang tertera di halaman pertama koran yang dibaca ayahnya tadi. Headline berita terketik jelas dengan huruf besar berwarna hitam di atas kertas abu-abu.