Mohon tunggu...
Rani Febrina Putri
Rani Febrina Putri Mohon Tunggu... Lainnya - Fresh Graduate, Bachelor of Food Technology | Fiction Enthusiast |

Penyuka fiksi dalam puisi, cerpen, dan novel. Hobi belajar dari buku-buku yang dibaca, orang-orang yang ditemui, lagu-lagu yang didengar, dan tempat-tempat yang dikunjungi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Jakarta dan Para Sahabatnya

16 September 2023   14:00 Diperbarui: 17 September 2023   20:00 702
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 Sumber: pexels.com/AlifiaHarina

"Apa?" tanyaku heran.

"Kau membantuku menyadarkan masyarakat, bahwa mereka harus memperbaiki tindakan mereka, bersama-sama pemerintah menemukan solusi dan mengatasi kesengsaraan ini dengan perlahan tapi pasti. Masyarakat tak seharusnya terpaksa berpura-pura nyaman dengan semua ini. Begitu juga pemerintah tak seharusnya melipat masalah-masalah lingkungan dan sektor lainnya yang melandaku ini, lalu menyimpannya dalam saku mereka."

"Apakah mereka sudah benar-benar sadar dan mengambil langkah?"

"Entahlah. Sahabatku yang lain juga sebenarnya sudah ingin pergi berpamitan denganku, karena mereka lelah menyadarkan masyarakat yang entah sampai kapan sadarnya. Entah kapan juga segala usaha pemerintah akan membuahkan hasil. Ini cukup pelik." jawab Jakarta setengah putus asa.

"Sahabatmu itu sungai dan muara yang tercemar, gunung sampah di Bantargebang, juga si banjir itu?"

"Ya."

Aku bergumam pelan. Setidaknya, aku sudah membantu Jakarta meski sedikit. Sisanya, biarkan saja pihak lain yang mengurusnya. Itu di luar kendaliku.

"Aku sudah tidak bisa membantu lagi, kini kuncinya pada masyarakat dan pemerintah. Mereka harus bekerja sama menemukan satu tuju, tak peduli harus mencoba ribuan solusi. Asalkan mereka punya satu tujuan yang sama, aku yakin, aku akan berhasil melepas kau, begitu juga sahabat-sahabatmu yang lain." kataku sedikit berapi-api.

"Dan carilah sahabat baru, untuk melengkapi keindahanmu." lanjutku lagi sambil melengkungkan senyum.

Jakarta balas tersenyum, tetapi ada sedikit kepahitan dan kegetiran dalam lengkungannya.

"Sampaikan pada banjir, untuk segera pergi juga. Aku memang tidak bisa bersahabat denganmu lebih lama, tetapi aku tak pernah berharap kau tenggelam dan menghilang. Biar aku saja yang hilang." ujarku lagi sambil menepuk-nepuk bahu Jakarta yang mulai ringkih itu. Terasa sekali bagaimana dia begitu memikul banyak beban.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun