Belum lagi persoalan hidup yang semakin kompleks, tingkat stress yang tinggi pada pekerjaan dan tuntutan sosial yang tinggi turut mempengaruhi pada penurunan minat untuk menikah.
Mereka ingin memprioritaskan pada kesejahteraan emosional dan kesehatan mental serta pengalaman hidup mereka sendiri dengan menghindari potensi kerentanan dari sebuah pernikahan.Â
4. Focus pada Pendidikan, Karier dan Pilihan Hidup yang Lebih Luas
Perubahan sosial dan kemajuan zaman telah membuka pintu bagi generasi muda untuk menjelajahi pilihan hidup yang lebih luas. Persaingan ketat dalam meraih kesuksesan karier dan pencapaian menjadi jauh lebih penting, sehingga mereka lebih memprioritaskan pengembangan diri dan perjalanan hidup mereka daripada kompromi yang mungkin diperlukan dalam pernikahan.
Bentuk pernikahan dianggap memerlukan pengorbanan yang signifikan dan potensi hambatan terutama di kalangan wanita. Beberapa orang masih ada yang menganut pola konservatif dan patriaki dimana urusan domestik rumah tangga dan kepengurusan anak menjadi tugas dan tanggung jawab wanita sepenuhnya.
Bisa jadi mereka mungkin diharuskan untuk tinggal di rumah atau memiliki tanggung jawab yang dapat mengikat mereka. Lalu hidup menjadi stagnan dan tidak dapat lagi mewujudkan impian mereka.Â
Akibatnya banyak wanita yang lebih memilih melajang karena enggan melakukan pengorbanan tersebut ketika mereka masih dalam proses pengembangan karier dan menemukan potensi diri.
5. Kemandirian FinansialÂ
Ketika menikah berarti terlibat dengan tanggung jawab keuangan rumah tangga, hutang bersama, aset, bahkan keluarga besar dari pasangan ada juga yang menuntut hak nafkah keuangan.Â
Masalah keuangan dapat menjadi salah satu faktor dalam keputusan untuk menghindari pernikahan. Pernikahan menyebabkan berbagi tanggung jawab keuangan dan aset yang dapat menjadi sumber stress dan konflik.Â
Tak jarang ada yang harus menerima kenyataan pahit bahwa ternyata pasangannya hanya mengincar harta warisan dan memanfaatkan dari sisi material saja.Â