Mohon tunggu...
Rangga Dipa
Rangga Dipa Mohon Tunggu... Lainnya - Karyawan Swasta

write a story to inherit my grandchildren.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

The Betrayal

15 Oktober 2024   02:54 Diperbarui: 15 Oktober 2024   02:59 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Genta, aku salah di mana?"

Aku melongo. Pandu ini pura-pura bodoh atau memang bodoh sungguhan? Bisa-bisanya ia bertanya salah di mana. Aku langsung menepis tangannya dengan kasar saat mencoba menyentuhku. Jangankan dia, aku sendiri pun tak sudi menyentuh tubuhku yang berlumuran sampah dan noda bekas gairah bejat lelaki yang kusebut pacar itu.

"Kamu jangan diemin aku gini dong, Genta. Ngomong aja aku salah di mana?"

Rasanya aku ingin menonjok bibirnya yang tak bertulang itu. Masih saja ia bertanya salah di mana padahal saat berjalan di sebelahnya, Pandu melihat aku meringis dan menahan agar tidak mengangkang ketika berjalan. Dan ia masih berani-beraninya mengatakan kalau salahnya di mana? Gila!

"Pandu, aku sakit, vaginaku sakit, tubuhku sakit, aku sakit, kalau kencing sakit, kalau jalan sakit, kamu masih nanya aku kenapa?" Aku mendelik sebelum ia menimpali apa yang aku rasakan.

"Bukannya ini consent, ya? Kamu juga mau, kan? Maksudku kenapa kamu malah nyalahin aku, Genta?"

Jantungku berhenti sedetik. Rasanya aku ingin berteriak, kelopak mataku terasa panas.

"Oh, gini ya, Pandu, kamu tuh aslinya begini? Bahkan saat aku udah ngomong apa yang aku rasain, keluhanku setelah kita ngewe, kamu masih mikirin diri kamu sendiri dan enggak minta maaf sama sekali. Ngewe itu enggak enak, Ndu, ngewe itu ngerusak aku!"

Air mata yang tak terbendung akhirnya membanjiri pipiku yang sudah panas sejak tadi. Ia mencoba menyentuh bahuku namun aku tepis lagi dengan kasar. Sudah aku bilang, aku tidak suka disentuh apalagi dengan orang yang menjanjikan sesuatu yang palsu demi melancarkan fantasinya yang tidak seberapa itu.

"Oke, oke, Genta aku minta maaf. Aku salah, aku janji enggak begitu lagi sama kamu." Aku berteriak frutrasi lalu berjongkok dan menangis tersedu-sedu, bahkan untuk meminta maaf harus diminta terlebih dahulu, bahkan sorot matanya tidak menunjukkan rasa penyesalan. Pandu melakukan itu hanya karena aku yang memintanya.

"Pergi, Pandu pergi atau aku lapor polisi!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun