Masuknya saya ke perguruan tinggi tentunya jadi kebanggaan tersendiri karena siapa sangka orang yang malas belajar seperti saya bisa masuk UPI, pada awalnya saya merasa bahwa kemampuan saya lebih dari cukup tetapi pada saat masuk perkuliahan beberapa orang hebat berkumpul di satu gedung yang sama, pada saat itu saya kadang minder tapi saya juga sadar kalau proses dan keunikan seseorang berbeda-beda dan kita hanya harus tetap berusaha.
Musik Tradisi
Sebagai warga negara indonesia yang berada di dunia musik sangat keterlaluan jika tidak mempelajari musik Nusantara yang merupakan budaya asli Indonesia, pada awalnya saya pikir mempelajarinya sangat mudah tetapi pada nyatanya dasarnya juga sangat sulit dan nada-nada yang ada terasa asing ditelinga saya.
Terbiasa dengan tujuh nada yang merupakan budaya luar sedangkan mendengarkan lima nada yang merupakan tercipta di negara sendiri saja sudah kebingungan, apalagi di yang di pelajari di gamelan ada beebrapa laras yaitu Degung, Salendro, Pelog dan Bali dan itu yang diajarkan di perguruan tinggi dan entah musik apalagi serta laras apalagi yang belum saya ketahui di negara yang kaya akan budaya ini. Pada saat itu saya semakin dibukakan mata bahwasannya musik seluas ini.
Kuliah Musik
Memasuki perkuliahan serta pembelajaran musik yang lebih serius membuat saya pada saat itu kewalahan untuk memahami pembelajaran, karena saya pada awalnya hanya tau main saja tanpa memahami semua dasarnya seperti apa, tetapi untungnya saya bisa mengejarnya tetapi tentunya tidak semahir teman-teman yang bersekolah di musik, berbeda dengan saya yang bersekolah di sekolah menengah yang kurang dukungan akan musik, tetapi hal itu bukan masalah bahwasannya hal itu kembali lagi pada diri kita masig-masing. Pembelajaran kuliah masih terus berlanjut karena saya juga masih semester tiga dan tulisan ini merupakan salah satu tugas uas saya.
Belajar Gamelan
Untuk pertama kalinya saya bisa melihat gamelan secara langsung karena pada semester dua diadakannya mata kuliah Gamelan degung, disana saya belajar cara membaca notasi yang merupakan dasar dari mata kuliah Titilaras dan Karawitan Dasar, mempunyai dasar memukul dari Drum ternyata kurang menguntungkan karena teknik bermain yang berbeda. Pemakaian notasi angka pada musik karawitan sebenarnya tidak beda jauh seperti notasi angka pada musik barat dan untungnya musik-musik yang dipelajari hanya berbirama empat per-empat dan sangat bingung sepertinya jika ada birama yang bukan empat per-empat.Â
Pada saat itu saya berpikiran apakah bisa jika notasi angka gamelan diubah menjadi partitur yang dipake dimusik-musik barat, ternyata pada saya masuk semester tiga ini saya diperkenalkan dengan Ensemble Kyai Fatahilah yang merupakan unit minat bakat Gamelan Kontemporer dan saya mempelajari memukul gamelan dengan partitur yang dipakai dimusik barat.
Disini keterampilan Drum saya bisa terpakai karena terpakainya latihan sticking saya walaupun membaca notasinya masih sangat kesulitan sampai saat ini, mempelajari gamelan kontemporer ini membuat saya antusias hingga buah akan latihan gamelan ini bisa membuat saya tampil bersama teman-teman di acara Infinite Gamelan.
Yang dimana acara itu merupakan acara Kyai Fatahilah sebelum keberangkatan ke eropa, tampil dengan tantangan yang berbeda membuat ketegangan yang baru bagi saya, karena itu pertama kalinya saya perform bersama gamelan dan langsung memainkan karya kontemporer dan kebetulan pada saat itu pr saya sebagai pemula dikatakan sulit karena saya memainkan tiga alat yang terdiri dari saron, bedug dan bonang.