" Iya pak" saya menegaskan kedigdayaannya di masa lalu.
Bapak memang tak kenal lelah, bahkan dalam suatu kesempatan, pernah saya perhatikan bapak sampai tahu apabila lelah akan menjabat tangannya.
Bapak akan mengotori kedua tangannya dengan sampah basah, memanggul setumpuk sampah -sampah pilihan di punggungnya dan memeluknya seperti sedang memeluk ibu di malam jumat.
Rupanya perbuatan itu membuat lelah sampai jijik dan kabur pontang-panting.
Kadang saya berfikir kemana lelah pergi, karena sejak orang-orang disini tahu cara mengusirnya, lelah tidak pernah kemari.
Saya tebak arahnya ke kota, tempat manusia bersih tinggal, tempat manusia pintar tinggal, tempat manusia gembira tinggal.
Sebab disini tidak ada tempat untuk lelah.
Tempat ini telah di kuasai oleh lapar.
Bertahun-tahun sejak manusia pertama datang kemari, mungkin sejak sampah-sampah pertamakali datang.
Lapar tak membiarkan kami lelah, dan lapar tetap berkuasa sampai hari ini, saat saya meneruskan tanggung jawab bapak, dan mungkin sampai bukit sampah semakin tinggi dan menelan kami hidup-hidup.
" Saya senang seandainya lelah sudi datang kemari"