Tidak adil membebani pikiran orang tua itu, sedangkan menopang kesadaran dirinya sendiri saja kerlap-kerlip. Memang dulu bapak adalah orang yang tekun dan cekatan, tak kenal lelah;
Saya tuntun sepeda milik saya dan segera membawanya pulang supaya tidak diakui pemulung lain. Disini orang bisa saling bunuh perkara rebutan sampah, sebab sampah adalah dagangan kami, produk kami.
Semakin baru dan berfungsi produknya semakin mahal harganya, walau sebenarnya tidak dapat disebut baru juga, tapi tengkulak akan menghargainya lumayan, cukup untuk mengisi perut. Sepeda ini salah satunya.
               ***
Saya lihat bapak masih sembujung diatas tikar, dalam rumah yang kami bangun dari sampah-sampah yang kami temukan. Ibu adalah orang yang cermat dan bapak orang yang cekatan.
Keduanya menjadi pasangan yang sempurna dan saling melengkapi. Rumah kami bukti cinta mereka berdua.
Seandainya dipotret, atau dilukis oleh seniman yang bukan kampungan tentu rumah kami jadi karya yang luar biasa indah, sebab kami membangunnya juga tidak asal-asalan, harus rapat supaya air tidak menetes deras saat hujan.
Saya yang menemukan salah banyak lubang di rumah kami itu, dan menambalnya sampai dapat mengurangi tempo tetesan hujan dari setiap detik sampai menjadi lima belas detik sekali.
"Luar biasa" puji bapak waktu itu
Saya menanggapi dengan senyum kemenangan.
"Bapak boleh tekun dan cekatan dan tak kenal lelah dalam bekerja, tapi saya tak kalah gemilang"
Kata saya, bapak tersenyum dan berkata.
" Tetaplah berjuang nak, bapakmu ini adalah orang yang tak kenal lelah, rumah ini saksinya, almarhum ibumu saksinya"