" Darimana dapatnya sarung ini?" tanya baba ho, aling hanya diam.
" Saya tidak tahu ba" sebenarnya saya ingin berkata kusno, tapi karena panik, saya jadi bingung.
" Bukankah orang yang selama ini menguntit saya dan aling adalah kamu karto? Saya rasa, memang kamu hendak berbuat buruk, kamu yang hendak mencelakai saya, memang saya sudah curiga padamu sedari awal " baba ho mendesak saya mengaku
Saya bertambah bingung menjawabnya, sebab ada kebenaran dalam tuduhannya itu, namun ada asumsi juga dalam kalimatnya. Rupanya baba ho tahu sejak awal saya kerap bersembunyi dibalik semak memerhatikan mereka dari jauh.
Dan kini saya terpojok tanpa mampu berkata-kata.
Memang sarung baba ho sama persis dengan milik saya, mereknya sama, coraknya juga sama persis hanya punya saya lebih pudar warna-nya sebab saban hari saya pakai.
Jelas-jelas kusno menipu saya dengan mengatakan sarung ini sarung saya yang hilang, tentu saja ia telah bersiasat dengan menyembunyikan sarung saya di suatu tempat dan menukarnya dengan sarung baba ho sekali peluang.
Setelah mengamati wajah aling yang sudah sarat marah dan baba ho yang mulai berlebih-lebihan menuduh saya. Saya pergi dari rumah aling tanpa berkata-kata selain tabik.
Saya meyakini bahwa pada hari baik bulan baik seperti sekarang ini perdebatan hanya akan mengotori saja, dan saya belum juga batal puasa selama ini.
Sejak kejadian itu aling selalu absen mengaji, semua orang mempertanyakan ketidakhadirannya termasuk bapak, saya tetap membawa rahasia itu dalam diam, dan diam-diam menguntit kusno untuk membuktikan kecurigaan saya padanya selama ini.
Saya tahu kusno tidak senang saya dekat - dekat dengan aling, sebab saya kenal betul perangai anak yang manja itu.