Mohon tunggu...
Rangga Aris Pratama
Rangga Aris Pratama Mohon Tunggu... Buruh - ex nihilo nihil fit

Membaca dan menulis memiliki kesatuan hak yang sama, seperti hajat yang harus ditunaikan manusia setelah makan dengan pergi ke toilet setiap pagi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen: Janda Sebelah Rumah

7 Februari 2022   11:54 Diperbarui: 19 Maret 2022   12:19 5114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemudian tak lama berselang datanglah mas shaka menggunakan mobil mewah yang sama dengan yang saya lihat di garasinya waktu itu. Mas shaka turun bersama seorang perempuan yang dalam beberapa kesempatan saya temukan pernah mengendap-endap untuk dapat masuk melalui pintu belakang si janda tua aneh itu.

Mereka berdua masuk ke dalam pemondokan si janda itu. 

Beberapa saat kemudian semua orang yang sedang berkumpul di depan pemondokan si janda ini, beranjak pulang ke pemondokan masing-masing seolah semua urusan sudah selesai begitu saja.

Karena saya masih penasaran dengan apa yang akan terjadi saya memutuskan untuk menguping pembicaraan mereka dari tembok rumah saya yang berhimpit dengan tembok si janda tua itu. Dan itulah dosa terbesar yang selalu saya sesali di hari-hari setelah hari itu.

Dari sana terdengar suara teriakan dan suara mengutuk-ngutuki dari si janda tua itu. 

"Pergi kau dari sini, untuk apa datang kemari jika itu hanya memastikan bahwa ibumu ini akan segera mati, dan saya juga tidak butuh masakan dari istrimu itu. Jangan pernah kembali kemari lagi!!."

 Suara itu terdengar lebih nyaring berpadu dengam benda-benda dapur yang terbanting ke lantai.

Kemudian saya lihat mas shaka keluar dari rumah si janda dengan muka memerah dan mata sedikit sembab, membanting pintu mobil dan menginjak gasnya secara serampangan, itu tampak dari laju mobil yang maju mundur dengan kasar dan ugal-ugalan.

Sejak saat itu saya tidak berani kembali ke pemondokan saya itu, seperti ada perasaan bersalah dalam diri saya.

Walaupun sekarang saya sudah tidak tinggal di pemondokam itu lagi, saya masih sering berkabar dengan salah satu mantan tetangga saya yang masih tinggal disana.

Saya sering bertanya mengenai si janda itu. Katanya si janda itu masih tetap mendatangi pintu-pintu rumah mereka setiap pagi, hanya saja tidak akan ada sosok yang akan terlihat saat membuka pintu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun