Mohon tunggu...
Rangga Aris Pratama
Rangga Aris Pratama Mohon Tunggu... Buruh - ex nihilo nihil fit

Membaca dan menulis memiliki kesatuan hak yang sama, seperti hajat yang harus ditunaikan manusia setelah makan dengan pergi ke toilet setiap pagi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen: Janda Sebelah Rumah

7 Februari 2022   11:54 Diperbarui: 19 Maret 2022   12:19 5114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wallpaper FlareHD wallpaper: white window, fear, stranger, horror, depression ...

Ini adalah cerita dari seorang janda yang tinggal di sebelah pemondokan saya.

Saya baru saja menyewa tempat ini atas rekomendasi dari teman kerja saya, memang harga yang dipasang tidak sesuai dengan penampilannnya yang dekil dan tak terawat, bisa saya bilang cukup mahal dan cukup membuat saya kehilangan selera makan di awal-awal dulu.

Tapi berhubung lokasinya yang dekat dengan tempat kerja saya, saya putuskan untuk mengambil tempat itu dan bertahan disana untuk beberapa waktu.

Tempat itu saya rasa cukup aman, karena terletak di gang buntu yang tersembunyi dan harus melewati jalan aspal yang diapit selokan kumuh sebelum akhirnya berbelok masuk kedalam gang.

Setiap kali hujan melanda, jalan aspal itu segera menjadi sungai sekaligus kolam renang dadakan bagi bocah-bocah disana.

Saya cukup terganggu dengan kelakuan bocah-bocah itu, beberapa kali sepeda motor saya terkena cipratan air selokan akibat ulah mereka dan saya harus mencuci-nya sesampainya saya di pemondokan.

Sesekali saya memarahi mereka apabila sedang bermain air dengan sengaja saat saya sedang melewati jalan itu. Bahkan beberapa tetangga saya terang-terangan mengusir mereka pergi dari sana, apabila kedapatan sedang menceburkan diri ke selokan.

Hal lain yang mengganggu saya selama saya tinggal di pemondokan ini adalah kelakuan dari tetangga saya sendiri. Seorang janda yang tinggal persis di sebelah pemondokan saya.

Dia-lah janda yang akan saya ceritakan. Seorang janda yang datang membawa kengerian dan kesuraman berkeliling gang bersamanya untuk bersusah-susah membangunkan orang tidur.

Kelakuannya sungguh meresahkan, seperti kutu daging yang menyerang-mu saat sedang enak berbaring di kasur. Dia sering berkeliling di subuh hari dan mengetuk pintu-pintu rumah kami dan tidak akan berhenti sebelum pintu itu dibuka untuknya.

Bahkan terkadang terdengar teriakan dengan nada mengancam apabila sengaja mengabaikan suara dari arah pintu itu. Dan ketika pintu itu di buka, dengan tanpa tahu menahu dia akan langsung menanyakan perihal uang sewa pemondokan pada kita dengan tatapan yang ingin menghancurkan, dan dia tidak akan pergi sebelum mendengar jawaban yang pasti terkait uang itu.

Saya sendiri sangat kerepotan di hari pertama saya menyewa tempat disana, bahkan sedikit terdesak dengan pertanyaan mengancam yang di lontarkan oleh si janda ini.

Kemudian seseorang tetangga yang mendengar keributan itu mendatangi pemondokan saya dan menjelaskan sesuatu kepada si janda ini yang artinya kurang lebih adalah bahwa saya sudah sah menyewa pemondokan ini kepada Mas Durshaka.

Dan bersama penjelasan yang diucapkan oleh tetangga saya yang baik hati ini, janda itu berpaling dari tempat saya begitu saja dan pergi untuk mengetuk pintu lain di seluruh gang itu.

Kemudian saya diberitahu oleh tetangga saya yang baik hati ini untuk mengatakan kata-kata yang sama persis seperti apa yang  telah dikatakannya barusan terhadap janda itu, karena hanya kata-kata itu yang mampu membuatnya percaya dan pergi.

Keesokan paginya janda itu datang lagi mengetuk pintu saya dengan nada mengancam seperti kemarin, dan saya pun mengamalkan mantra ajaib itu, dan dengan tak kalah ajaib janda itu pergi begitu saja persis seperti kemarin. 

Kejadian itu berulang setiap subuh hari dan saya cukup hafal dengan jam kedatangannya, maka setelah sembahyang subuh saya niatkan untuk menantinya di depan pintu dan membuka pintu segera saja sebelum janda itu mengetuk-nya dan kemudian merapalkan mantra ajaib itu untuk mengusirnya pergi.

Andai saja ada yang melihat kejadian itu tentu saja akan berkata bahwa adegan yang sedang kami lakukan adalah seperti seorang kiai yang sedang mengusir jin ifrit.

Namun setelah lama tinggal bersebelahan dengan si janda itu, saya menjadi sedikit curiga terhadap janda aneh itu.

Bagaimana janda itu makan dan mencukupi kebutuhannya selama ini, barangkali kegiatan yang ia lakukan selama ini adalah karena ia sedang kesusahan dan memang membutuhkan uang dari kami, lagi pula janda itu tak pernah terlihat keluar dari rumahnya kecuali setiap pagi dan hanya melakukan ritual hariannya saja.

Memang dalam beberapa kesempatan, saya mendapati seseorang asing menyelinap melalui pintu belakang pemondokan si janda itu. 

Tingkahnya begitu santai tanpa meninggalkan firasat buruk barang sekali, bahkan terang terangan menyapa saya jika kedapatan berpapasan, walaupun setibanya di sekitar pemondokan si janda tua aneh itu ia akan berlaku seperti mengendap - endap dan berusaha tidak menimbulkan suara apapun ketika sedang membuka pintu.

Seseorang wanita muda dengan paras yang lumayan, saya taksir usiannya seumuran dengan saya saat ini. Ia membawa rantang setiap kali jam makan siang tiba, sambil mengendap-endap seperti pencuri yang tak hendak ketangkap basah.

Saya segera saja menyadari, bahwa sebenarnya saya terlalu berlebihan memikirkan janda itu, mengingat semua tetangga saya bersikap biasa saja terhadap janda itu.

Hari-hari berlalu. Walaupun tetap terasa mengganggu, saya mulai membiasakan diri dengan kehadiran si janda aneh ini, kemudian saya mulai memfantasikannya seolah saya sedang tinggal di dunia sihir dengan janda itu sebagai damentor-nya, bahkan saya mulai merapalkan mantra untuk mengusirnya, senada dengan Harry potter yang sedang mengucapkan sihir Patronum.

Tapi di pada suatu pagi si janda itu tidak datang, bahkan setelah saya repot-repot memasang kamera sisi tivi dan berdandan layaknya murid sekolah sihir hogwart untuk sekedar menguploadnya di tiktok sebagai lelucon. 

Janda itu tidak datang mengetuk pintu pemondokan saya pagi itu. Janda itu sedang sakit, begitu saya mendengar kabar dari beberapa tetangga yang sedang berkumpul di pelataran rumah si janda. Si janda sedang sekarat. Kemudian entah apa sebabnya perasaan iba tiba-tiba timbul, 

"sungguh wanita tua yang malang," ucap saya dalam hati

bahkan ketika saya bersikap sinis padanya, dia tetap datang mengetuk pintu rumah saya dan berjasa membangunkan saya dari pagi yang malas. Setidaknya saya ingin memastikan bahwa si janda itu akan baik-baik saja.

Beberapa orang kemudian menyarankan untuk salah satu dari mereka mengambil inisiatif menelpon Mas Durshaka.

Durshaka adalah orang yang pertama-tama saya temui bersama teman kerja saya dulu ketika hendak menyewa pemondokan disini. Kepadanya lah saya membayar uang sewa pemondokan, begitu pula dengan semua orang di gang buntu ini juga membayar kepadanya.

Saya sepakat memanggilnya mas shaka atas permintaanya setelah meneken persetujuan sewa-menyewa pemondokan.

Kemudian tak lama berselang datanglah mas shaka menggunakan mobil mewah yang sama dengan yang saya lihat di garasinya waktu itu. Mas shaka turun bersama seorang perempuan yang dalam beberapa kesempatan saya temukan pernah mengendap-endap untuk dapat masuk melalui pintu belakang si janda tua aneh itu.

Mereka berdua masuk ke dalam pemondokan si janda itu. 

Beberapa saat kemudian semua orang yang sedang berkumpul di depan pemondokan si janda ini, beranjak pulang ke pemondokan masing-masing seolah semua urusan sudah selesai begitu saja.

Karena saya masih penasaran dengan apa yang akan terjadi saya memutuskan untuk menguping pembicaraan mereka dari tembok rumah saya yang berhimpit dengan tembok si janda tua itu. Dan itulah dosa terbesar yang selalu saya sesali di hari-hari setelah hari itu.

Dari sana terdengar suara teriakan dan suara mengutuk-ngutuki dari si janda tua itu. 

"Pergi kau dari sini, untuk apa datang kemari jika itu hanya memastikan bahwa ibumu ini akan segera mati, dan saya juga tidak butuh masakan dari istrimu itu. Jangan pernah kembali kemari lagi!!."

 Suara itu terdengar lebih nyaring berpadu dengam benda-benda dapur yang terbanting ke lantai.

Kemudian saya lihat mas shaka keluar dari rumah si janda dengan muka memerah dan mata sedikit sembab, membanting pintu mobil dan menginjak gasnya secara serampangan, itu tampak dari laju mobil yang maju mundur dengan kasar dan ugal-ugalan.

Sejak saat itu saya tidak berani kembali ke pemondokan saya itu, seperti ada perasaan bersalah dalam diri saya.

Walaupun sekarang saya sudah tidak tinggal di pemondokam itu lagi, saya masih sering berkabar dengan salah satu mantan tetangga saya yang masih tinggal disana.

Saya sering bertanya mengenai si janda itu. Katanya si janda itu masih tetap mendatangi pintu-pintu rumah mereka setiap pagi, hanya saja tidak akan ada sosok yang akan terlihat saat membuka pintu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun