Ini adalah cerita dari seorang janda yang tinggal di sebelah pemondokan saya.
Saya baru saja menyewa tempat ini atas rekomendasi dari teman kerja saya, memang harga yang dipasang tidak sesuai dengan penampilannnya yang dekil dan tak terawat, bisa saya bilang cukup mahal dan cukup membuat saya kehilangan selera makan di awal-awal dulu.
Tapi berhubung lokasinya yang dekat dengan tempat kerja saya, saya putuskan untuk mengambil tempat itu dan bertahan disana untuk beberapa waktu.
Tempat itu saya rasa cukup aman, karena terletak di gang buntu yang tersembunyi dan harus melewati jalan aspal yang diapit selokan kumuh sebelum akhirnya berbelok masuk kedalam gang.
Setiap kali hujan melanda, jalan aspal itu segera menjadi sungai sekaligus kolam renang dadakan bagi bocah-bocah disana.
Saya cukup terganggu dengan kelakuan bocah-bocah itu, beberapa kali sepeda motor saya terkena cipratan air selokan akibat ulah mereka dan saya harus mencuci-nya sesampainya saya di pemondokan.
Sesekali saya memarahi mereka apabila sedang bermain air dengan sengaja saat saya sedang melewati jalan itu. Bahkan beberapa tetangga saya terang-terangan mengusir mereka pergi dari sana, apabila kedapatan sedang menceburkan diri ke selokan.
Hal lain yang mengganggu saya selama saya tinggal di pemondokan ini adalah kelakuan dari tetangga saya sendiri. Seorang janda yang tinggal persis di sebelah pemondokan saya.
Dia-lah janda yang akan saya ceritakan. Seorang janda yang datang membawa kengerian dan kesuraman berkeliling gang bersamanya untuk bersusah-susah membangunkan orang tidur.
Kelakuannya sungguh meresahkan, seperti kutu daging yang menyerang-mu saat sedang enak berbaring di kasur. Dia sering berkeliling di subuh hari dan mengetuk pintu-pintu rumah kami dan tidak akan berhenti sebelum pintu itu dibuka untuknya.