Sementara itu, Lilian di paviliunnya merasa gundah. Ia tak tahu mengapa kepergian Earth dari hadapannya tadi siang memberinya perasaan tak nyaman. Serta tentunya firasat buruk yang selalu menghantuinya semenjak kehadiran pemuda tampan kembar ketiga itu.
Ia tahu, apapun rencana Zeus, tetap berjalan. Hidup atau mati, ia sudah menjalankan semua lewat Hannah. Hari ulang tahun Kembar Vagano akan segera tiba.
***
(Point-of-view Doc Lilian:)
'Akankah seseorang atau sesuatu muncul pada hari itu? Dan masihkah dapat dicegah?
Bila ya, aku harus bisa mencegahnya. Aku percaya, 'kutukan angka tiga' itu hanyalah karangan Zeus saja. Bukan hal supernatural atau berbau mistis. Tak pernah ada yang namanya hantu, apalagi kutuk-kutukan!
Namun aku tak yakin betul bila Zeus telah mati. Dan pemikiran ini sungguh menggangguku.
Pagi-pagi sekali, aku pergi ke puri menemui Ocean dan Sky. Mereka segera datang menemuiku di lounge, herannya, tanpa kehadiran Emily.
"Mengapa Emily tak bersama kalian?" tanyaku dengan heran.
Aku menunggu. Waktu berjalan lambat, kami bertiga membeku di sana.
"Entahlah," Sky hanya mengangkat bahu, "kau tahu, Kak?"
Ocean terdiam. Pagi itu ia betul-betul tampak berbeda. Ada ekspresi suram pada wajahnya, sesuatu yang ia coba sembunyikan namun tak berhasil ia sepenuhnya redam.
"Aku harus jujur kepada kalian semua. Tentunya kalian sudah tahu, Emily membawa seseorang kemari. Ia sengajakah, terdesakkah.." akhirnya pemuda itu bicara dengan suara bergetar.
"Kak, kau.. menghukumnya? Kau memarahi atau mengurungnya?" Sky mencium gelagat kembarannya yang resah itu.
"Terpaksa. Aku.." sahut Ocean, sedih. "Aku mencintainya. Semalam saja hampir..."
"Astaga." aku berusaha menahan pertanyaan, namun tak kuasa mencegah lidahku sendiri, "Kau mengajaknya bercinta? Kau berusaha tidur dengannya?"
Ocean membuang pandangan. Lalu balik menatap kami, kedua lawan bicaranya, "Ya." lalu ditutupnya wajahnya dengan kedua telapak tangannya. "Maafkanlah aku. Aku terlalu kasar terhadapnya. Tapi belum terjadi. Seseorang mengintervensi tindakanku. Aku belum tahu siapa..."
Sky dan aku tak bisa berkata apa-apa. Lama baru aku berpendapat, "Mungkin memang sebaiknya Emily di kamar saja. Aku saja yang berusaha masuk ke Lorong Bawah Tanah."
"A, a, apa ???" kedua Kembar Vagano tersentak.
"Apa kau sudah gila? Apa yang hendak kau lakukan di bawah sana, Lilian?" Sky menyemburkan ketidaksetujuannya, "Di bawah sana ada monster mengerikan yang telah berhasil naik kemari. Mengacak-acak dapur puri kita!"
"Bukan monster. Melainkan seseorang." koreksi Ocean. "Mungkin Zeus."
Sky terperangah, merasa sangat tak nyaman, "Ayah kitakah sosok yang kutembak asal saja waktu pertama kali aku turun sendirian itu? Celaka. Ia pasti sangat marah."
"Bisa jadi. Tapi apa maunya Zeus, kita tak tahu. Apa dia di pihak kita atau tidak. Dan aku sungguh tak tahu bagaimana kita harus bersikap." Ocean mengangkat bahu.
"Ocean, coba antarkan aku ke jalan masuk Lorong Bawah Tanah dari lubang jendela darurat tempat kau keluar di hutan. Aku perlu menemui Zeus, bila itu memang dia." ucapku mengutarakan rencana, "Aku hidup pada masanya. Mungkin ia mau mendengarkanku. Aku ingin kita mengakhiri semua ini sebelum hal-hal buruk terjadi."
"Bagaimana caranya? Jangan! Mungkin ia malah akan membunuhmu!" Sky langsung berteriak tak setuju.
"Tapi memang Lilian betul. Aku akan antarkan kau ke sana. Tapi aku dan Sky menunggu di luar saja. Aku sudah cukup tersesat di sana sekali saja untuk seumur hidupku." Ocean tak sependapat.
Baiklah. Akan kucoba, walau nyawaku taruhannya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI