"Entahlah," Sky hanya mengangkat bahu, "kau tahu, Kak?"
Ocean terdiam. Pagi itu ia betul-betul tampak berbeda. Ada ekspresi suram pada wajahnya, sesuatu yang ia coba sembunyikan namun tak berhasil ia sepenuhnya redam.
"Aku harus jujur kepada kalian semua. Tentunya kalian sudah tahu, Emily membawa seseorang kemari. Ia sengajakah, terdesakkah.." akhirnya pemuda itu bicara dengan suara bergetar.
"Kak, kau.. menghukumnya? Kau memarahi atau mengurungnya?" Sky mencium gelagat kembarannya yang resah itu.
"Terpaksa. Aku.." sahut Ocean, sedih. "Aku mencintainya. Semalam saja hampir..."
"Astaga." aku berusaha menahan pertanyaan, namun tak kuasa mencegah lidahku sendiri, "Kau mengajaknya bercinta? Kau berusaha tidur dengannya?"
Ocean membuang pandangan. Lalu balik menatap kami, kedua lawan bicaranya, "Ya." lalu ditutupnya wajahnya dengan kedua telapak tangannya. "Maafkanlah aku. Aku terlalu kasar terhadapnya. Tapi belum terjadi. Seseorang mengintervensi tindakanku. Aku belum tahu siapa..."
Sky dan aku tak bisa berkata apa-apa. Lama baru aku berpendapat, "Mungkin memang sebaiknya Emily di kamar saja. Aku saja yang berusaha masuk ke Lorong Bawah Tanah."
"A, a, apa ???" kedua Kembar Vagano tersentak.
"Apa kau sudah gila? Apa yang hendak kau lakukan di bawah sana, Lilian?" Sky menyemburkan ketidaksetujuannya, "Di bawah sana ada monster mengerikan yang telah berhasil naik kemari. Mengacak-acak dapur puri kita!"
"Bukan monster. Melainkan seseorang." koreksi Ocean. "Mungkin Zeus."