Peringatan: 18+. Mengandung konten semi dewasa. Edisi perkenalan.
Pendahuluan : Kisah ini adalah bagian lain tapi tak terpisahkan dari seri The Prince & I. Bila Anda ingin lebih mendalami karakter Rey dan Joy, mereka bisa ditemui di seri The Prince & I.
Pantai indah berpasir putih di sebuah pulau terpencil tak berpenghuni di lepas laut Evernesia baru saja jadi saksi bisu sebuah event penting dalam titik kehidupan sepasang kekasih.
"Akhirnya hanya ada kita berdua di sini."
Joy terhenyak. "Pangeran Rey?"
Astaga, Rey. Kita ada di mana?
Waktu berlalu begitu cepat.
Pangeran Rey dan Joy yang telah melalui begitu banyak hal semenjak mereka berkenalan, akhirnya tiba di titik ini. Dimana mereka tadi pagi sudah resmi dipersatukan oleh janji suci, di sebuah pulau terpencil di tengah lautan Evernesia, disaksikan oleh teman-teman akrab seperjuangan mereka.
Dan saat ini sudah tak ada apapun dan siapapun yang dapat memisahkan mereka berdua.
Para tamu, mama Joy, Yin Yang, Putri Agnez, MC Mr. Brokoli, dan bos Joy Mr. Bee sudah kembali dengan kapal yang datang menjemput tadi sore, jadi sekarang hanya ada Rey dan Joy, sepasang pengantin baru, masih dalam seragam resmi pangeran kerajaan dan gaun pengantin putihnya.
Rey terlihat keren tapi 'manis', sedari dulu baby face, uniknya tetap maskulin dalam keseluruhannya. Tubuhnya tak terlalu tinggi besar atau atletis, namun herannya tetap menarik dengan perawakannya yang ramping dan awet muda. Matanya sipit, tapi tajam menusuk jantung setiap yang menatapnya, apalagi para putri.
Sekarang ia suami Joy. Si gadis jelata beruntung yang memperoleh cinta darinya.
Joy, masih tetap si tomboy. Rambutnya bob pendek kemerahan, ditata agak bergelombang. Tanpa kacamatanya ia lebih feminin, tak se-nerdy biasanya. Tubuhnya yang ramping berpadu dada dan pinggul yang agak curvy dan berisi, seringkali mengunci mata sipit Rey menatapnya sedikit nakal. Apalagi hari ini, dimana mereka sudah bisa 'saling memiliki seutuh-utuhnya.'
"Ada apa?" Rey tersenyum kecil memandang Joy yang masih tampak malu-malu.
"Oh, eh, tidak. Hanya sedikit belum percaya kalau kita sekarang sudah jadi suami istri. Agak terlalu dadakan." Joy menyahut sedikit jengah. Ia sebetulnya senang sekali hari ini, tapi kok masih ada rasa 'mengganjal'.
"Bila tidak begini, ayahku takkan pernah merestui kita berdua." Â senyum Rey semakin lebar. " Kuharap kau mengerti."
"Aku mengerti. Aku bahagia akhirnya kita bersama-sama mulai hari ini hingga akhir hayat. Hanya saja," Joy masih sedikit malu-malu, "Terus terang, ada hal yang ingin kuakui."
"Katakan saja, aku 'kan sekarang suamimu." Rey memandang Joy dalam-dalam hingga pipi Joy makin merah merona, bertambah jengah tapi juga gembira.
"Itu, aku.. masih belum berpengalaman. Belum pernah begituan dengan cowok. Seperti apa rasanya?" polos Joy menatap Rey balik. "Sungguh memalukan, ya?"
Rey terdiam. Tiba-tiba, "Ha ha ha ha ha." Tawanya meledak.
"Bukannya bagus, kau masih segelan plastik. Bahkan denganku pun belum." dikedipkannya sebelah matanya.
"Aku juga mau berterus terang. Aku juga masih 'ting-ting'."
"Serius, Rey?" Joy tak percaya begitu saja. "Sedari dulu putri-putri cantik mengelilingimu dan kau belum pernah 'icip-icip' ?? Sangat banyak orang-orang berdarah biru dikelilingi cewek cantik yang mau mereka, ehm, ya, kau mengerti maksudku."
"Ya, itu memang betul. Teman-temanku sesama ksatria, sering mengajak cewek-cewek cantik dan seksi kemana-mana, walau hanya kencan saja. Atau diam-diam ke klub. Kami pergi bersama tapi aku tak ikutan berpasangan, hanya jadi nyamuk." kenang Rey sambil memegang tangan Joy. "Aku bukan tak mau, tapi sama sepertimu, dulu aku sangat pemalu. Di samping itu, etika kerajaan mengajarkanku untuk tetap sopan kepada wanita. Tak boleh seenaknya memegang, memeluk, apalagi, ah, kau tahu. Betapa ketatnya peraturan kerajaan Evertonia itu."
"Uhh, pangeran yang perjaka." Joy merasa telapak tangan Rey hangat sekali. "Beruntungnya aku. Jadi kita sama-sama masih virgin. Dulu pun teman-temanku ada yang sudah kebobolan. Aku sering dijuluki gadis bodoh tak berpengalaman. Sangat naif dan polos. Tak laku, tak tahu laki-laki."
Rey tertawa lagi. "Dan saat bersama kita yang polos dan innocent ini bisa jadi nakal sekali, ya."
Mereka masih duduk berdekatan di pasir putih, membiarkan jas seragam dan gaun putih kotor sedikit gara-gara air laut dan pasir. Toh, sudah tak ada siapa-siapa lagi. Di langit, senja semakin merah, dan sebentar lagi malam hari pun tiba.
Suasana semakin gelap, tapi juga romantis gemerlap berkat hiasan lampu-lampu kecil berwarna warni dan deretan panjang obor imitasi di sepanjang pantai yang telah dirancang menyala ketika waktu menunjukkan pukul enam malam.
"Kau mau makan? Yuk kita makan dulu sebelum kita menghabiskan malam bersama-sama."
'Bersama-sama'. Joy masih merasa malu, tapi Rey tampaknya lebih santai.
"Kau belum lapar? Makanan kita masih sangat banyak, ayo kita nikmati berdua. Tenang saja, selama seminggu ini sudah tersedia segala yang kita butuhkan selama kita terdampar di pulau bulan madu ini." Rey berdiri, menarik lembut lengan Joy.
"Se.. seminggu berduaan di sini?" malu si pengantin baru perempuan yang seumur-umur bahkan belum pernah 'pesta piyama' bersama teman-temannya.
"Iya, sebulan pun gapapa kalau kau mau. Pangeran mah bebas.."
"Aku kan kerja. Boss Bee bisa marah-marah kalau cuti kelamaan." gerutu Joy.
Rey si pengantin pria lagi-lagi terbahak-bahak, sungguh senang ia meledek istrinya yang pemarah ini.
Tak lama kemudian, mereka duduk makan berdua tanpa peduli aturan lagi, di atas pasir yang masih hangat sambil menatap bintang-bintang berkelap-kelip di langit tropis cerah Evernesia.
Rey-Joy tampak lahap, rupanya lapar juga setelah seharian berpesta merayakan hari dimana kini mereka jadi pasangan raja dan ratu Evernesia sehari di tengah pulau terpencil. Mereka menikmati aneka appetizer, main course dan dessert lezat yang khusus disediakan.
"iya, makanan pesta ini sangat enak, belum sempat kunikmati semuanya saking sibuk mengobrol dengan tamu-tamu kita. Sungguh senang sekali hari ini dan juga sangat lelah."
"Kalau pengantinku lelah, tak jadi dong," Rey pura-pura kecewa.
"Tak jadi apa sih?" Joy pura-pura sebal juga.
"Kita tidur saja ya?" Rey masih mengeluarkan nada ngambeknya.
"Oke, habis makan kita ganti baju lalu tidur." tantang Joy.
"Tidur langsung saja?" Rey mencoba mengeluarkan kekesalan Joy.
"Iya, capek, bangun pagi-pagi terus dirias selama berjam-jam. Lalu upacara tadi juga lama sekali ya." Joy pasang tampang lelah.
"Kau mau tidur di mana?" ledek Rey lagi. "Di sini masih ada ular,"
"Aku tak takut." Joy membuang muka.
"Kecoa !!" tambah Rey sambil menunjuk kaget ke arah tertentu.
"A.. apaaa ???" Joy si pemberani tak takut pada segala hewan termasuk ular, tapi, kecoa ???
Dalam kagetnya, spontan ia melompat ke pelukan Rey. Dadanya menempel erat ke dada sang pangeran tanpa ia sadari. Dan mata mereka pun bertemu.
(bersambung)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H