Daslam kondisi inilah Isma dapat santai , tapi kalau dalam keadaan sadar, pasti pada waktu iu juga sekujur tubuhnya menegang. Keringat tujuh sumur membasahi tubuhnya. Malah, ia serring celaka dengan langkahnya sendiri yaitu tergesa-gesa. Tapi berbeda dalam kondisi seperti ini lebih gampang memutuskan sesuatu dan ia putuskan naik angkutan yang kosong, jurusan apa saja, yang penting dapat memperdekat jarak, walaupun harus naik beberapa kali tapi yang penting sampai tujuan.
Â
Memang katanya kita harus bersegera tapi bersegera selalu berdampingan dengan tergesa-gesa, bukankah itu dari setan.
Â
Lonceng Kelas menyadarkan kebersamaan gadis di sebrang cermin disana, Isma ukir bibir kecilnya dengan senyum terkulum manis meredakan ketegangan. Tatapannya yang basah penuh garis-garis kesedihan, tangannya menggerakan alunan kata dikaca yang disebutnya cermin bersama sisa-sisa Air ditangannya
"Aku menjadi Kau.
Disini tetap disana
menjadi Kata jika wafak Kita.
Alunan Seruling tak kau sebut Bising"
...Isma
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H