Mohon tunggu...
Rana Setiana
Rana Setiana Mohon Tunggu... Lainnya - Pembelajar

Ngobrol diskusi santai

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Berbayang Bayangan (2)

3 September 2024   08:54 Diperbarui: 3 September 2024   13:14 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berbayang Bayangan/ddokpri

Semeriwing bau pesing merebak ke hidungnya yang kecil dan lancip. tetap saja tidak membuat matanya menoleh ke arah lain dari kekhusyuan menatapi gadis di cermin. Bayang yang penuh kenangan berbias mimpi. Dalam gerutunya Isma memekik keras

 

"Dasar bayangan, penuh tipuan yang begitu berbolak-balik. Entah harap berbayang angan, atau justru angan berbayang harap. Semua tidak begitu jelas hanya bias." Makin mengecil nada suaranya, makin tertunduk kepalanya tertempel di cermin. "buruk muka cermin.... ingin rasanya ku belah" gumamnya tidak melanjutkan pepatah itu. dengan tangan sambil memukul kecil tanpa tenaga.

 

Linang air meleleh dari matanya yang terus berderai. Linang membasahi kedua lengkung pipi gadis itu. Di sini dan di sana entah yang mana yang harus disebut Disini, yang jelas keduanya sama-sama berlinang.

 

Walau tidak jelas air mata keduanya itu meresapi kesedihan atau mata yang lelah dengan linang membasuh lelahnya mata. atau justru gadis yang di seberang sana melihat kunang-kunang kegelisahan yang tidak isma sadari, dan Isma pun melihat wajah keresahan di pelupuk mata seberang sana. Karena Isma sadar orang itu lebih pandai menilai orang lain daripada dirinya sendiri. Bukankah seseoran itu cerminnya seaseorang? Tapi Isma tidak tahu apakah cerminnya itu sejujur cermin dalam dongeng putri salju, dijunjung tinggi akan kejernihannya sebagaimana pepatah cina, atau justru cermin itu adalah pembohong yang pandai sehingga orang itu tidak merasa dikibuli dengan memutar bolak balikkan sebagaimana yang terukir dalam karya Xing Yi Zhou mencerca cermin.

 

Detik berdetak melaju bersama menit melangkah meraih jam, tapi Isma tidak tahu sudah berapa ribu detik biarkan berlalu dengan tatapannya itu di cermin bersama dua pintu dibelakang menjadi latar setia, bertuliskan jagalah kebersihan yang terbaca terbalik kanan ke kiri.

 

Dalam heningnya sepi, tidak hentinya air berlinang hingga ia menemukan sesuatu dari untaian makna yang tak berlafad, membentuk kata di kepalanya. Hingga, Ia tidak tahu apa dan harus dimulai dari mana mengukir makna dengan kata yang tepat dan indah. Namun, hanya air mata yang terus meleleh dari mata yang merasa lelah mengawang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun