Â
Untaian makna yang beterbangan sebenarnya sudah ada semenjak berada di halte bis. Ketika itu juga Isma merasa tidak tega mengungkapkan putaran-putaran makna yang beterbangan dalam kepalanya, karena ia merasa tidak Pede dengan tabungan kata-katanya. Tabungan kata, istilah untuk sebuah buku catatan diary. ia tabung semenjak ia mampu mendengar dan melihat. Tabungannya pun tidak kalah berisi dengan celengan Semar yang ia simpan di kamarnya. Isma tetap merasa takut bagaimana kalau Ia justru menghilangkan keindahan dan kedalaman makna-makna puisi yang ada di kepalanya. sehingga membuatnya terlambat.
Â
Walaupun memang seperti biasanya, Isma suka merenung sepi mencurat-coret, mencari arti di atas kotak pandoranya. Sebuah diary yang menyimpan begitu banyak rahasia apapun juga eceng begitu ia untuk menyebut cinta. Tapi hari ini ia tidak mengukir satu katapun. Dia hanya termenung lesu memandangi untaian kata demi kata Ayat Rohaedi pabila dan dimana.
Â
Khusyu dalam lamunannya, ia baru tersadar setelah jarum jam menunjukkan pukul 06.54 ditambah Isma baru sadar bahwa hari ini hari Senin. Hari yang padat, walalupun kemacetan selalu mewarnai jalanan. Tapi pada hari Senin semua mendadak membludak lebih ramai, deret kendaraan berlaju lebih merayap karena macet dan begitu juga angkutan kota semua berjejal berdesak penuh sesak. Pokoknya, pada hari senin semua menjadi lebih, lebih super dan super lebih.
Â
Saat deru kendaraan terus menggaung di sana. Isma baru tersentak sadar dan mendongakan kepalanya dari tunduk tekun berdayu rindunya. Tapi walaupun ia sudah tahu hari telah siang, tetap saja hanya memandang sekeliling. Di sekitarnya ia melihat banyak kumpulan wajah resah gelisah menunggu angkutan umum yang terus berlalu tiada kata ajak rayu menyeru menawarkan jasa.
Â
Pikirannya yang masih mengawang melamun membuat Isma sedikit santai mengahadapi masalah. Entah Isma mempraktekkan ucapan Hardi teman ngobrolnya dalam segala hal; selain si kembar Arman dan Awan. Hardi lebih banyak membahas cinta dibanding yang lainnya. Ia menyatakan hasil kutipannya. Hanya, sayang kebiasannya yang jarang mencatat siapa yang menyatakan ucapan itu, sehingga kata-kata itu seakan terlihat ucapan dari dia sendiri. Tapi Hardi tetap berdalih katanya yang penting. Bukan siapa yang berbicara, tapi apa yang dibicarakan, bahwa tidak ada masalah dengan masalah, justru yang menjadi masalah adalah cara kita menhadapi masalah. Itu yang ia kutip dengan PD nya.
Â