Mohon tunggu...
Bunga Ramona
Bunga Ramona Mohon Tunggu... -

Pengajar bahasa Indonesia. Penulis. Aktivis (mungkin).

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

[Cerbung] Yes, I Will (Part 6)

30 Desember 2015   18:55 Diperbarui: 30 Desember 2015   18:55 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Ah, udahlah, kamu mah begitu deh sama Tante.” Tante Kina memasang wajah marah campur gembira.

“Tante, Lulavi belum ridha untuk dilamar sama Berry. Ada baiknya tunggu sampai Lulavi ridha.” Dengan wajah polos, Yusuf angkat bicara.

Tante Kina memandangi Yusuf dengan penuh amarah. Ingin sekali rasanya menyiram wajah Yusuf dengan minuman-minuman yang ada di hadapannya. Selalu saja begitu. Selalu saja Yusuf membuat kesabaran Tante Kina habis. Anak dari adiknya yang tukang tipu itu memang tidak pernah habis-habisnya berulah. Yusuf selalu disamakan seperti ayahnya di mata Tante Kina.

Ayah Yusuf merupakan adik Tante Kina. Sifat ayahnya itu tidak jauh dari sifat pemuda berandal. Kuliah DO, kerja pun berkali-kali dipecat. Terakhir kali, ayah Yusuf meminjam uang kepada Tante Kina. Alasannya untuk membuka usaha. Tante Kina tidak percaya. Tapi, ayah Yusuf menjanjikan Yusuf yang kala itu masih dalam kandungan untuk Tante Kina. Ayah Yusuf bilang kalau anak yang dikandung istrinya adalah perempuan. Tante Kina percaya begitu saja. Hasilnya, uang Tante Kina raib dibawa kabur dan ia pun tidak mendapatkan anak perempuan.

Hingga kini, tidak ada yang tahu keberadaan ayah Yusuf. Ibu Yusuf pun dikembalikan ke orang tuanya. Yusuf diasuh oleh Tante Kina, namun Yusuf sangat dibedakan dengan Berry. Berry selalu dimanja, sementara Yusuf kebalikannya. Kebutuhan Berry selalu dipenuhi, sementara Yusuf kebalikannya. Berry diakui sebagai anak kandungnya, sementara Yusuf pun kebalikannya.

Lampu rumah Tante Kina tiba-tiba padam. Lulavi menyangka itu hanya mati listrik biasa. Namun, Lulavi melihat cahaya-cahaya kecil yang sepertinya dari lilin mulai menyala di kejauhan. Cahaya-cahaya itu menyala satu-persatu hingga membentuk hati.

“Lulavi, tolong maju tiga langkah.” Seorang laki-laki mulai membuka suara dengan microfon.

Lulavi tidak beranjak sama sekali. Laki-laki dengan microfon tadi pun tetap bergeming.

“Lula, ayo maju, jangan bikin Berry kecewa.” Tiba-tiba Tante Kina menuntun Lulavi untuk berjalan.

Lulavi ingin kabur, tapi kegelapan menghalanginya. Ia berusaha menahan dorongan Tante Kina. Sekuat apa Lulavi menahan dorongan tersebut, tubuhnya tetap maju perlahan-lahan. Perasaannya semakin tidak karuan, sementara badannya terus melaju oleh dorongan Tante Kina. Hingga akhirnya tubuh Lulavi menabrak sebuah badan.

“Lulavi, asal kamu tahu, aku buat semua ini demi kamu.” Laki-laki tadi yang kemungkinan adalah Berry kembali angkat bicara. Ia pun meraih tangan Lulavi. Lulavi sontak menarik tangannya kembali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun