“Jadi Yusuf ini adik sepupu Berry, Tante?”
“Kamu kenal sama Yusuf?”
“Dia ini teman SMP aku, Tante.” Lulavi tersenyum.
Tante Kina memiliki perasaan tidak enak. Ia tahu bahwa Yusuf adalah anak baik. Bahkan jauh lebih baik daripada Berry. Perempuan seperti Lulavi pasti akan lebih memilih Yusuf ketimbang Berry. Tapi, Tante Kina tidak akan membiarkan Lulavi kesayangannya jatuh kepada anak adiknya itu.
“Yusuf, kamu ke belakang sana. Diem aja sana di belakang, jangan ganggu acara tunangan Berry dengan Lulavi.”
Kata ‘tunangan’ sontak membuat hati Lulavi berdegup kencang sekaligus marah. Ayah telah menjebaknya. Lulavi belum pernah mendeklarasikan kesediaannya untuk menikah dengan Berry. Oleh karena itu, Ayah pun tidak memiliki hak untuk menikahkan Lulavi dengan Berry.
“Maaf Tante, tunangan?” Lulavi menaikkan sebelah alisnya tanda heran sekaligus tidak senang.
“Loh, iya. Kamu senang kan?” Tante Kina malah menyambut gembira wajah Lulavi yang penuh keheranan.
“Maaf Tante, Ayah enggak bilang kalau malam ini Lulavi bakal dikhitbah sama Berry.”
“Enggak ada ceramah. Adanya cincin perak buat Lula sayang…” Tante Kina mengelus-elus bahu kanan Lulavi.
“Maaf Tante, khitbah, bukan khutbah.”