“Halooo…! Halooo…!”
“Aiiih…ada orang bicara. Ko dengar kah? Ini pasti hand phone.”
Yokomina ikut mendekat, tapi tak meniru Melianus yang menjatuhkan kepalanya hampir menyentuh kotak bersuara itu.
“Halooo…!” suara itu terdengar lagi.
“Iyo hallo!” balasan Melianus terdengar sedikit bergetar.
“Ah, syukurlah…! Udah cemas saya.” Suara tarikan napas dari balik sana ikut terdengar. “Maaf, kalo boleh tahu ini dengan siapa ya?”
Melianus terdiam sejenak. Tertoleh pandangannya pada Yokomina meminta persetujuan. Perempuan itu hanya terdiam. Kedua alis matanya ditarik dalam-dalam.
“Eee…, saya Melianus…dan Yokomina!”
“Eh! Tra usah sebut sa pu nama!” protes Yokomina sambil menepuk bahu Melianus.
“Hai, saya Agnes…! Hmmm, saya yang punya telepon ini. Begini…tadi siang selepas berkunjung dari sekolah telepon itu tertinggal atau jatuh entah dimana. Saya baru sadar kehilangan saat sampai rumah Pak Albertus. Syukurlah masih ditemukan. Eh, halo…!”
“Ya ya…”