“Maaf, bolehkah saya mendapatkan kembali telepon saya?”
“Tentu boleh…! Ini barang pu Nona tho?”
“Ah, trima kasih sekali. Ehm, bagaimana saya mengambilnya, ya? Kalian di mana?”
“Gampang saja. Nanti kami antar ini barang ke rumah Pak Guru.”
“Pak Guru? Oh, Pak Guru Albert. Ya, ya boleh! Aduh, makasih sekali lagi, ya!”
Senyap. Tak terdengar lagi suara. Melianus kini mulai berani meraba dan membolak-balik kotak kaca mengkilat itu tanpa menghiraukan kekhawatiran Yokomina. Seperti dugaannya, benda yang begitu membuatnya penasaran itu memang sebuah ponsel pintar dengan layar sentuh lebar yang menutup permukaannya. Makin takjub saja Melianus pada benda yang kini dipegangnya lekat-lekat.
***
“Kamu pasti Melianus, kan?” Agnes tak ragu menyambut tangan kaku Melianus. Tak dipungkiri masih malu-malu pemuda itu berjabat tangan. “Pak Guru cerita banyak tentang kamu!”
“Tenang, Melianus! Sa cuma cerita yang baik saja!” sergah Pak Guru Albert menebar senyum.
“Ah, ini pasti Yokomina! Cantik sekali!” Yokomina malah tertunduk menyembunyikan senyumnya.
“Selera Melianus memang bagus!” lagi-lagi celoteh Pak Guru terlontar.