Mohon tunggu...
R Hady Syahputra Tambunan
R Hady Syahputra Tambunan Mohon Tunggu... Sales - Karyawan Swasta

Pemerhati Politik Sosial Budaya. Pengikut Gerakan Akal Sehat. GOPAY/WA: 081271510000 Ex.relawan BaraJP / KAWAL PEMILU / JASMEV

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Yuk Cek Prestasi Anies Baswedan (2), Menguji Nalar Kompasianers

9 Juni 2019   08:55 Diperbarui: 9 Juni 2019   11:42 4260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Yang menjadi cikal bakal masalah adalah ketika pilihan subjektif ataupun objektif berkembang liar melewati batasnya. Ini dapat penulis gambarkan pada contoh sebagai berikut.

Suatu pilkada ada calon yang berasal dari suku asli mayoritas daerah itu. Dilain pihak ada calon lain yang berasal dari suku pendatang. Apakah aneh bila pemilih tradisional memilih yang 1 suku/kelompok dengannya?. Tidak lah aneh.

Memang secara psicology ada orang2 yang merasa nyaman dan kesepehaman dengan yang sesuku, sekaum, seagama, seadat istiadat, sehoby, se-lain2nya. Ini juga terjadi didaerah lain di dunia. 

Penulis menilai itu hal biasa. ada rasa bangga ketika orang yang 'sama' dalam beberapa hal menang dan jadi pemimpin bagi mereka, ada rasa klik ketika berurusan dengan orang yang 1 kelompok dengannya. Subjektifitas berkembang karena publik menilai orang itulah yang sudah paham akan kebiasaan dan mengerti isi batin publik yang akan dipimpinnya.

Yang mesti dihindarkan adalah analogi "suka vs benci". Bila calon A yang 1 suku, agama, adat istiadat lebih di suka, maka tidak serta merta menjadi calon B menjadi dibenci. Ada opsi lain seperti "lebih suka vs suka, atau "suka vs biasa saja". Pilihan sikap yang salah dapat jadi penentu berkembangnya subjektifitas tadi berkembang menjadi sikap'hate'.

Menyikapi kemungkinan pilihannya kalah, sikap dan kedewasaan diperlukan agar tidak menimbulkan rasa ketidaksukaan pada pihak yang menang walaupun dia 'berbeda'. Karena sejatinya sikap itu muncul dari penjabaran penulis diatas. Ini penulis sampaikan karena berdasar 16 tahun bekerja di lapangan, bergaul dan bertemu dengan semua kelopok, etnis, dan entitas.

-----mengatasi sikap kebencian----

Rasa benci harus dikendalikan. Bila tidak, dapat menyebabkan gangguan psikologi yang merugikan diri sendiri seperti rasis, phobia, dan psikopatik.

Mengatasi kebencian dapat dilakukan pada mindset kita sendiri. Sikap awal adalah jangan berlebihan cinta terhadap apapun dan jangan terlalu benci pada yang kurang berkenan.

Bila berhadapan pada 2 pilihan, semestinya jangan menjadikan salah 1 kita sukai dan yang lain yang tidak kita sukai menjadikan antipati terhadapnya.

Penulis  coba beri contoh akan manisnya persamaan dan indahnya perbedaan bila diolah dengan baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun