Mohon tunggu...
Rama Baskara Putra Erari
Rama Baskara Putra Erari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ketua BEM Fakultas Vokasi ITS 2022 dan Ketua Bidang PTKP HMI Komisariat ARSIP SN 2023

Lulusan Sarjana Terapan dari Departemen Teknik Infrastruktur Sipil, Fakultas Vokasi ITS. Saya selama berkuliah aktif beroganisasi di intra maupun ekstra kampus, di intra kampus saya pernah menjadi Staf Departemen Internal BEM FV ITS 2021, Staf Departement Intern HMDS FV ITS 2021, Ketua Ad Hoc AD/ART FV ITS 2021, dan Ketua BEM FV ITS 2022. Organisasi ekstra kampus saya pernah menjadi staf Bidang P3A HMI Komisariat ARSIP SN 2022 dan saat ini menjabat sebagai Ketua Bidang PTKP HMI Komisariat ARSIP SN 2023. Saya juga aktif di kegiatan sosial seperti pernah menjadi pengajar di Pengajar Vokasi 2021 dan relawan pengajar di Mahasiswa Surabaya Berbagi 2021. Saya juga sering diundang menjadi panelis dalam debat maupun sebagai pembicara dalam sebuah pelatihan. Kritik dan saran: ramaerari15@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Pilkada: Ketika Rakyat Menentukan Takdir Daerah

6 November 2024   20:41 Diperbarui: 6 November 2024   22:11 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada banyak hal dalam kehidupan sehari-hari sebetulnya sangat dipengaruhi oleh kebijakan politik. Politik mempengaruhi keseharian kita melalui kebijakan politik yang menyentuh tiga ranah sekaligus, yakni personal, rumah tangga, dan ruang publik.

Dalam ranah personal, kebijakan politik datang mengatur hak-hak kita sebagai warga negara, seperti hak atas pendidikan, kesehatan, kebebasan berekspresi, termasuk kebebasan beribadah dan lain sebagainya. 

Di ranah rumah tangga, politik hadir dalam kebijakan yang menentukan harga sembako, tarif listrik, harga gas elpiji, sewa rumah, biaya pendidikan anak, hingga besaran upah atau gaji yang diterima oleh suami/istri yang bekerja.

Sementara di ruang publik, kebijakan politik hadir dalam aturan mengenai parkir, aturan berkumpul di ruang publik, dan penggunaan fasilitas publik bahkan menjamin kamu bebas melakukan berkumpul di ruang publik untuk melakukan kajian.

Buta yang terburuk adalah buta politik. Dia tidak mendengar, tidak berbicara dan tidak berpartisipasi dalam peristiwa politik. Dia tidak tahu bahwa biaya hidup, harga kacang, harga ikan, harga tepung, biaya sewa, harga sepatu dan obat, semua tergantung pada keputusan politik. Kendati Anda tidak mengambil minat dalam politik, bukan berarti politik tidak akan menaruh minat pada Anda.

Terkadang 'politik uang' menjadi sesuatu yang sangat lumrah, ketika suara seseorang tukar dengan uang. Tidak mengherankan sebab politik uang sudah menjadi fenomena global yang sudah ada sejak lebih dari dua setengah ribu tahun lalu di Athena kuno.

Praktik jual beli suara menghambat proses demokrasi dengan mengganggu hak warga negara untuk bebas menentukan siapa yang mewakili kepentingan mereka.

Praktik politik uang ini mengerikan, sebab bisa membuat politisi dengan kualitas jelek namun memiliki uang yang banyak akan menang sedangkan politisi yang berintegritas dengan gagasan yang bagus dan program yang konkrit sesuai dengan permasalahan rakyat tidak terpilih. 

Padahalnya pemilihan secara langsung menciptakan "kontrak sosial" antara kandidat dan konstituen yang memberikan suara dengan anggapan bahwa kandidat akan memerintah sesuai dengan harapan dapat melayani rakyat dengan baik.

Namun dengan transaksi uang, para kandidat bakal merasa kalau mereka telah membeli hak suara, Anda dengan demikian, tidak akan ada kontrak sosial, sebab itu bakal dianggap sebagai praktik jual beli. Memang dampak dari politik uang ini membuat Anda dapat memiliki uang yang instan namun itu dipakai sehari, dua hari juga bakal habis sisanya hanya melahirkan penderitaan sebab dipimpin oleh politisi berkualitas buruk.

Banyak yang enggan datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) sebab tidak cukup peduli dengan politik bahkan tidak cukup tahu, atau bahkan dengan alasan moral bahwa, 'semua calon sama saja', sehingga dengan demikian orang-orang tersebut memilih untuk tidak memilih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun