Seusai nobar pertandingan sepak bola yang disiarkan secara live di televisi nasional beberapa saat lalu, yang mempertemukan antara kedua tim kesebelasan, yakni Peresaja FC dengan Persikutae FC, di laga final perebutan piala Copa Paling Jaya (COPAJA) yang diadakan setiap tahun sekali itu. Rupa-rupanya, membuat suasana warkop Cak Met malam itu tampak berbeda dari biasanya. Khususnya, bagi suporter Meres Mania dari tim kesebelasan Peresaja FC.
Dengan skor akhir Peresaja FC kalah telak 1-10 dari rivalnya, Persikutae FC. Membuat suporter yang dijuluki Meres Mania dari klub Peresaja FC itu kecewa bukan main setelah menyaksikan tim jagoan mereka tahun ini hanya menjadi runner up. Tak sedikit dari mereka mengeluh dan mengutuk hasil akhir pertandingan itu, lantaran seluruh uang taruhan mereka amblas.
“Aneh! Benar-benar aneh!”
“Enggak masuk akal!”
“Turu Pasar bantalan gobes!“
“Goblok!“
“Bal-balan taek!”
Kedengaran memang aneh melihat tim kesayangan mereka lagi-lagi harus menelan kekalahan dari lawan di setiap pertandingan final. Seringkali tim kesayangan mereka tak pernah satu kali pun meraih kemenangan dalam ajang bergengsi tahunan itu. Entah mengapa, tim kebanggaan mereka itu selalu ketiban apes setiap kali berada di babak final.
Menjamu tim piyik seperti halnya Persikutae FC, yang sekaligus tim underdog yang tidak pernah diunggulkan sebelumnya. Namun tak disangka-sangka, akhirnya tim pupuk bawang itu justru berhasil menyabet gelar juara turnamen tahun ini setelah mencundangi sang lawan, Peresaja FC, dengan skor akhir yang terbilang cukup fantastis. Mengingat selama dalam kompetisi berlangsung, Peresaja FC adalah tim yang paling diunggulkan sebelumnya.
Jika dicermati dalam kompetisi liga biasa antara kedua tim tersebut. Tentu saja Peresaja FC jauh lebih unggul dibanding Persikutae FC. Bahkan Persikutae FC termasuk tim yang tengah diambang zona degradasi dan Peresaja FC menduduki peringkat teratas di klasmen liga. Dilihat dari performa dari kedua tim tersebut, tentu sangat jauh berbeda sekali, bukan?
Namun, lain di kompetisi liga, lain pula di turnamen kejuaraan COPAJA. Kali ini, Persikutae FC mampu menunjukkan kualitas permainannya atas tim superior itu di babak final. Sebaliknya, Peresaja FC yang digadang-gadang menjadi juara justru takluk dihadapan tim kuda hitam itu, yang semula dari awal turnamen, tim tersebut memang tak diprediksi bakal tampil sebagai juara tahun ini.
“Mental, lagi-lagi perkaranya mental.”, komentar Pakde Sukron yang baru saja datang lantas memesan kopi hitam.
“Pakde sudah nonton pertandingannya?”, tanya Imron, yang mengaku dirinya sebagai Meres Mania sejak duduk dibangku SD.
“Enggak, Ron.”, jawab Pakde Sukron.
“Lho, Pakde, ini bagaimana? Enggak nonton tapi sudah berkomentar yang bukan-bukan.”, sahut Jairon, yang juga Meres Mania.
“Ini Pakde, kopi hitamnya. Seperti biasa enggak pakai gula.”, ucap Cak Met meletakkan cangkir kopi pesanan Pakde Sukron.
“Kalau bukan mental, lantas, apa lagi, Ron? Takdir? Cak met, sekalian rokoknya.”, kata Pakde Sukron.
“Siaaaap!”, Cak Met mengambil sebungkus rokok merk Gudang Rongsok di etalase.
“Dengarkan Pakde, Ron. Tanpa nonton pertandingannya pun, Pakde sudah bisa tebak siapa yang akan jadi juara.”, kata Pakde sambil menyulut rokok.
Imron dan Jairon bergeming. Mereka saling memberi pesan lewat isyarat tatapan eskspresi muka. Betapa sok tahunya Pakde Sukron.
“Lho, lho, lho.. tumben Sodron balik lagi.”, ujar Cak Met melihat kedatangan Sodron.
“Dron, ngapain tadi pulang, kalau kamu balik lagi?”, tanya Cak Met.
“Habis bayar kekalahan, Cak Met.”, ucap Sodron mengambil sebatang rokok eceran di kaleng. Wajahnya tampak begitu kusut.
“Setor ke Handoko lagi, Dron?”, tanya Imron.
“Kalah berapa, Dron?”, Jairon penasaran.
“Kalah akeh!", jawab Sodron, "Cak Met, buatkan es teh. Gelas besar!”
“Tumben enggak ngopi, Dron?”, tanya Cak Met.
Sodron mendelik.
Cak Met cengar-cengir.
Sudah kesekian kali Sodron mengalami kekalahan dan bangkrut dalam taruhan sepak bola melawan Handoko di setiap pertandingan final. Bagi Sodron, menang kalah dalam taruhan itu sudah biasa. Namun, ia masih belum mau terima kenyataan bahwa uang yang seharusnya dipakai untuk modif sepeda motornya kini ludes untuk membayar Handoko, musuh bebuyutan dalam judi sepak bola.
Sementara itu, terlepas dari kekalahan Sodron, ia masih tak percaya dengan hasil akhir yang menimpa tim Peresaja FC. Betapa ia selalu tidak mujur dengan tim pilihannya itu setiap kali dirinya bertaruh melawan Handoko.
“Apes apa aku ini!”, kata Sodron merutuki nasib.
“Kamu mungkin belum keramas, Dron.”, kata Pakde Sukron.
“Sudah Pakde. Malahan tiga kali sehari. Apa masih kurang?”, kata Sodron.
“Sabar, Dron. Ini di luar kuasa kita. Bukan kamu saja yang kecewa. Kita semua di sini juga kecewa.”, Cak Met meletakkan es teh pesanan Sodron.
“Bukan begitu Cak Met. Padahal kita sudah unggul di awal pertandingan. Cak Met kan, tahu sendiri.”, kata Sodron.
Sejak awal permainan, Peresaja FC memang menguasai jalannya pertandingan. Dibuktikan dengan satu gol tercipta yang melesak di menit ke-27 oleh tendangan jarak jauh dari luar kotak penalti dari pemain Peresaja FC, yakni Agus Asuyaman ke gawang Persikutae FC.
Dari gol spektakuler itu skor menjadi 1-0, tim Peresaja FC memimpin atas tim Persikutae FC. Dan skor pun masih tak berubah hingga wasit yang memimpin laga pertandingan meniupkan peluit akhir tanda babak pertama telah usai.
“Apapun bisa terjadi di lapangan sepak bola selama bolanya bundar, Dron.”, ucap Pakde Sukron sembari membolak-balik halaman koran kemarin.
“Siapa yang bilang bolanya kotak, Pakde?”, Sodron sewot.
“Itu barusan kamu sendiri yang ngomong.”, kata Pakde Sukron.
Imron dan Jairon cekikikan. Mereka tahu bila dua orang itu bertemu, pasti timbul perdebatan. Apalagi malam itu wajah Sodron kelihatan sumpek seusai kalah taruhan. Ini kesempatan terbuka bagi Pakde Sukron untuk gojloki Sodron.
“Lha, iya. Kok, bisa pas. Penalti lima kali. Bunuh diri lima kali. Enggak habis pikir!”, kata Cak Met.
Setelah turun minum babak pertama, pertandingan berjalan makin sengit. Persikutae FC terus berupaya mengejar ketertinggalan satu gol dari Peresaja FC dengan bermain secara agresif. Serangan demi serangan dilancarkan Persikutae FC guna menembus lini pertahanan Peresaja FC yang kian kokoh.
Memasuki menit ke-60, tim Persikutae FC mendapat hadiah tendangan penalti. Setelah pemain dari tim Peresaja FC sengaja menjegal pemain lawan di kotak terlarang. Dari pelanggaran itu beruntung wasit tak memberi kartu merah kepada pemain Peresaja FC.
Melihat peluang itu, tim Persikutae FC tak ingin menyiakan-nyiakan kesempatan tersebut. Lantas Persikutae FC berhasil menyamakan kedudukan melalui tendangan keras penalti lewat pemain nomor punggung 99, Roberto Ayo, dan skor berubah imbang menjadi, 1-1.
Persikutae FC kini membalikkan keadaan dengan kembali mencetak gol kedua pada menit ke-62. Lantas disusul gol ketiga di menit ke-64. Gol keempat menit ke-66. Gol kelima menit ke-68. Dari total lima gol berselang dua menit itu sekali lagi dicetak oleh Persikutae FC melalui tendangan penalti.
Terbayang di mata para pemain dari tim Peresaja FC bahwa mereka tak dapat mengejar ketertinggalan. Maka, hilanglah gairah dari pemain tim Peresaja FC. Sehingga pola permainan mereka mulai tampak amburadul dan tak karu-karuan.
Demikian pula dengan sang pelatih dari tim Peresaja FC yang tak kelihatan batang hidungnya semenjak lima gol bunuh diri selanjutnya yang dilakukan oleh anak asuhnya itu. Hingga peluit panjang dibunyikan oleh wasit menandakan akhir pertandingan yang di mana dimenangkan oleh tim Persikutae FC.
Begitulah drama yang terjadi selama pertandingan final yang mereka saksikan di layar televisi.
“Aku curiga dengan wasitnya.”, kata Imron.
“Aku juga punya firasat buruk sama sepertimu, Ron.”, kata Jairon kepada Imron.
“Kalian berdua katanya suporter sejati. Kok, sampai-sampai mencari kambing hitam dengan menyalahkan wasit itu, lho. Itu namanya pecundang.”, kata Pakde Sukron.
“Pakde nonton saja enggak. Mending Pakde diam saja. Enggak usah ikut-ikutan komentar!”, ada nada kesal dari perkataan Jairon.
Imron menyenggol lengan Jairon. Mengingatkan agar jangan tersulut oleh ucapan Pakde Sukron.
“Begini, Ron. Pakde mau jelaskan. Wasit itu cuma menjalankan tugasnya untuk memimpin jalannya pertandingan. Mereka-mereka itu, para wasit, dipilih bukan tanpa alasan. Sebagai wasit, mereka tahu betul apa yang harus mereka lakukan. Mereka sudah berpengalaman. Ngawur sekali kamu kalau menyalahkan wasit.”, tutur Pakde Sukron.
Imron dan Jairon membuka papan catur. Mereka malas menanggapi Pakde Sukron dan memilih bermain catur.
“Tapi, ada lho, Pakde, wasit yang curang. Sampai wasitnya mau disogok.”, sahut Cak Met.
“Iya ada Cak Met. Tapi kecuali wasit yang memimpin laga pertandingan tadi.”, kata Pakde Sukron.
“Kalau bukan karena wasit, lantas faktor penyebab kekalahan Tim Peresaja FC apa, Pakde?”, tanya Cak Met.
“Faktor mental dari para pemainnya, Cak Met. Selebihnya, hanya Tuhan dan mereka yang tahu. Sekarang bikinkan dulu jahe anget.”, kata Pakde Sukron.
“Siaaap! Pakai gula, Pakde?”
“Setengah sendok saja gulanya, Cak Met.”
“Dron, mau ke mana lagi kamu?”, tanya Cak Met melihat Sodron bangkit dari duduk.
“Pulang Cak Met. Es teh sama rokok satu batang tadi hutang, sik.”, ucap Sodron.
“Buru-buru amat. Ini malam minggu, Dron. Ayo, main kartu!”, seru Cak Met. Sodron melambaikan tangan.
Selang beberapa menit, muncul Handoko dengan wajah berseri-seri.
“Dari mana saja kamu, Han?”, tanya Pakde Sukron.
“Habis nobar di kampung sebelah, Pakde.", jawab Handoko, "Cak Met, buatkan susu soda. Gelas besar!”, ucap Handoko mantab, “Sodron ke mana, Cak Met?”
“Baru saja pulang, Han. Katanya, dia tumpes sama kamu lagi, ya?”, tanya Cak Met.
“Iya Cak Met. Wong jelas-jelas tim yang berturut-turut enggak pernah juara di final, kok, dipilih. Eh, em, Ron?”, sindir Handoko. Imron dan Jairon pura-pura tak dengar. Mereka sibuk bermain catur.
“Skak!!!”, pekik Imron kepada Jairon. Mereka tak peduli dengan kehadiran Handoko.
“Hebat kamu, Han. Pakde salut sama kamu. Hasil analisamu akurat. Makanya kamu sering tembus.”, puji Pakde Sukron kepada Handoko.
“Tadi saat nobar di kampung sebelah, banyak warga berkeyakinan bahwa Peresaja FC tahun ini bakal juara. Sesudah mereka minta saran dan petunjuk dari Mbah Gimen.”, terang Handoko.
“Mbah Gimen yang katanya Orang Pintar itu?”, tanya Cak Met.
“Pintar apanya, Cak Met? Sekolah saja enggak pernah. Ngeramal saja salah.”, kata Pakde Sukron. Cak Met ketawa.
Imron dan Jairon menyudahi bermain catur dan bangkit dari duduk.
“Kalian mau ke mana, Ron?”, tanya Handoko.
“Pulang!”, jawab mereka serempak.
“Sabar, Ron. Kemenangan masih belum berpihak pada tim jagoan kalian.”, Handoko tertawa.
Imron dan Jairon melengos lalu pergi.
Malam semakin larut. Satu persatu pelanggan mulai pergi meninggalkan warung. Tak seperti biasanya Cak Met memutuskan menutup warungnya lebih awal. Selain sepi karena dampak aturan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) selama pandemi, juga Cak Met pengin main gaple di kampung sebelah.
Desember 2021/Januari 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H