Tambahnya, pasir-pasir itu berasal dari lahar dingin letusan gunung Samalas. Kawasan ini dijadikan tempat penambangan pasir karena pasir yang dihasilkan warnanya agak kehitaman yang memiliki kualitas yang bagus.
Pahrul Azim menerangkan bahwa Bilibante berasal dari 2 suku kata, Bili yang berasal dari buah maja sedangkan Bante memiliki arti melilit. Warga desa memaknai arti kata dari Desa Bilibante sebagai desa yang subur dan bersatu padu atau kekeluargaan.
Cerita Ibu Zainab, ada inisiatif dari Pemerintahan NTB untuk menggalakkan UMKM. Beberapa warga Bilibante pun mendapatkan pelatihan UMKM pada tahun 2014 dan workshop jasa pariwisata di tahun 2015.
Ibu Zainab kemudian mendirikan UMKM Putri Rinjani yang melibatkan ibu-ibu dari warga desa sebanyak 12 orang dan juga berupaya merubah desanya menjadi Desa Wisata.Â
Pandemi Covid-19 Tidak Menghalangi Desa Wisata Hijau Bilibante Tetap Berdenyut
Lesu, pandemi covid-19 merubah banyak hal, padahal Desa Wisata Hijau ini telah memiliki berbagai fasilitas yang menunjang dari jalan 2 lajur yang sudah di hotmix, penerangan yang baik, terdapat marka penunjuk jalan, dan hanya 18 menit dari Kota Mataram dan mencari BBM Â dan bengkel pun mudah.
Sebelum Pandemi Covid-19 pengunjung sebulan bisa memperoleh sekitar 2000 pengunjung. Kemudian Ibu Zaenab bersama warga berfikir kreatif agar Bilibante tetap berdenyut.
Mereka kemudian mencoba memasarkan tortilla, sambal cengeh dan cemilan lain yang terbuat dari rumput laut, kolang-kaling, pisang atau singkong. Produk cemilan ini dipilih karena Desa Bilibante melimpah sumber daya bahan baku dan harganya yang murah.
Dari penjualan Tortilla seharga Rp.25.000/toples bisa diperoleh hasil 24 juta rupiah perbulannya. Penjualan tortilla tidak hanya disekitar Lombok namun telah merambah Luar Lombok baik secara langsung maupun daring.