Mohon tunggu...
Andri Mastiyanto
Andri Mastiyanto Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Penyuluh Kesehatan

Kompasianer Of the Year 2022, 104 x Prestasi Digital Competition (69 writing competition, 25 Instagram Competition, 9 Twitter Competition, 1 Short Video Competition), Blogger terpilih Writingthon 2020, Best Story Telling Danone Blogger Academy 2, Best Member Backpacker Jakarta 2014, ASN, Email : mastiyan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Asmara di Tengah Bencana (ADB) Cara BNPB Sosialisasi 'Sadar Bencana'

18 Juni 2017   21:12 Diperbarui: 2 Juli 2017   20:22 1577
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Deskripsi : tiga lempeng bumi di bawah tanah negeri Indonesia menjadikan Indonesia rawan bencana I Sumber Foto : BNPB
Deskripsi : tiga lempeng bumi di bawah tanah negeri Indonesia menjadikan Indonesia rawan bencana I Sumber Foto : BNPB
Tidak hanya ring of fire saja, Indonesia dihadapi pergerakan lempeng bumi. Negeri ini merupakan jalur pertemuan 3 (tiga) lempeng tektonik, yaitu: Lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia, dan lempeng Pasifik. Lempeng Indo-Australia bergerak relatip ke arah utara dan menyusup kedalam lempeng Eurasia, sementara lempeng Pasifik bergerak relatip ke arah barat. Potensi bencana seperti gempa bumi, letusan gunung dan tsunami adalah resiko hidup yang membayangi.  

Nyatanya kesadaran akan bencana  di Indonesia masih terbilang rendah. Buktinya ketika terjadi gempa dan tsunami di Aceh dan Sumatera Utara (2004), gempa di Yogyakarta (2006), dan gempa di Sumatera Barat (2009)  serta beberapa bencana dibeberapa tahun terakhir korban jiwa terbilang besar.  Kita seharusnya belajar dari Jepang pasca Gempa Kobe (1995), dan rentetan tsunami yang dihadapi oleh negara matahari terbit ini. 

Deskripsi : Dr. Sutopo Purwo Nugroho, M.Si. APU sebagai Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB menyampaikan pentingnya masyarakat meniru budaya jepang menyangkut sadar bencana I Sumber foto : wikipedia
Deskripsi : Dr. Sutopo Purwo Nugroho, M.Si. APU sebagai Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB menyampaikan pentingnya masyarakat meniru budaya jepang menyangkut sadar bencana I Sumber foto : wikipedia
Dr. Sutopo Purwo Nugroho, M.Si. APU sebagai Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB menegaskan "Jepang gencar melakukan program pendirian monumen bencana dan pusat penanggulangan bencana di berbagai daerah serta melaksanakan program penyadaran dan pelatihan siaga bencana di tempat terjadi bencana. Bahkan lokasi terdampak tsunami tidak digunakan lagi untuk aktifitas masyarakat" tegasnya di acara Kompasiana Nangkring di Graha BNBP, jakarta (6/6/17).

Pemahaman, antisipasi dan penanggulangan bencana belum menjadi culture is common way of life. Kita harus terus belajar siaga bencana, baik secara individu maupun komunitas. Untuk itu kompasianers dihadirkan sebagai media komunikasi untuk menyampaikan pesan-pesan sadar bencana termasuk program Sandiwara Radio 'Asmara Di tengah Bencana (ADB) episode 2' kepada masyarakat ungkap Bapak Sutopo.

Sandiwara Radio 'Asmara Di tengah Bencana (ADB)'

Berdasarkan survei Nielsen (2014), penetrasi media di kota-kota di Jawa maupun Luar Jawa menunjukkan bahwa televisi masih superior. Televisi ditonton masyarakat Indonesia (95%), disusul browsing internet (33%), mendengarkan radio (20%), membaca surat kabar (12%), tabloid (6%) dan majalah (5%). Dalam mendengarkan radio masih di urutan ke 3 (tiga) dibandingkan melihat televisi dan browsing internet. Tetapi ada yang mengejutkan ketika BNPB melansir bahwa pendengar sandiwara radio 'Asmara Di tengah Bencana (ADB)' episode 1 menembus 43 juta pendengar.

Mungkin kita orang Jakarta akan terheran-heran dengan data ini, kok bisa ya...!!!. 

Mungkin daku lupa berdomisili dimana ? .... Di pedesaan jaringan internet tidaklah semudah di akses dikota-kota besar. Kecepatan internet ketika upload, download, dan browsing untuk mendapatkan akses 3G pun sulit apalagi 4G. Dalam berbudaya bisa dibilang 180 derajat perbedaannya antara orang kota dengan orang desa.

Sutradara ADB Haryoko menyampaikan didepan kami para blogger kompasiana (kompasianers) bahwa masyarakat dewasa ini mulai meninggalkan media radio seiring perkembangan televisi. Namun masyarakat di daerah masih membutuhkan hiburan melalui sarana radio. Nah ini yang bisa jadi menurut daku sandiwara radio 'Asmara Di tengah Bencana (ADB) episode 1' bisa memiliki masa pendengar yang besar.

Sesuatu yang menarik dari ADB yaitu sandiwara radio ini  dikemas dalam cerita roman sejarah berlatar belakang Kesultanan Mataram yang menggali nilai-nilai budaya lokal dengan sisipan pemahaman bencana gunung meletus. Para pendengar seperti ditarik ke mesin waktu menuju masa Sultan Agung, raja kerajaan Mataram yang berpusat di Yogyakarta. Raja besar dari Mataram yang berani menantang VOC di Batavia.

Roman percintaan tokoh-tokoh utamanya juga menjadi daya tarik tersendiri. Sandiwara ADB cukup mampu merepresentasikan budaya lokal di Pulau Jawa sehingga diharapkan mudah dimengerti dan diterima oleh masyarakat.  Sandiwara ADB juga menggali kearifan lokal dalam mengenali tanda-tanda alam sebelum gunung meletus. Sebagai contoh gejala gunung meletus yang diceritakan dalam sandiwara ADB yaitu : Berbagai macam hewan berlarian turun dari gunung, pepohonan kering dan meranggas, air sungai terasa hangat,  dan terdengar suara gemuruh. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun