Mohon tunggu...
Rakha Satria
Rakha Satria Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Kalau ada ide jangan lupa ditulis nanti lupa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cinta Pertama

14 November 2024   12:48 Diperbarui: 14 November 2024   13:17 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Bagaimana hari ini?" kalimat andalanku untuk memastikan keadaan Dinda baik-baik saja ketika menjalani hari yang begitu sibuk dibandingkan denganku.

Kami baru saja dekat sekitar 3 bulan mungkin masa ini terbilang cukup dini untuk mengenal satu sama lain, tetapi berbeda dengan mereka berdua dengan jangka waktu tersebut mereka memiliki banyak cerita baik situasi romantis dan berbagai drama percintaan.

Kisah aku dekat dengan berawal dari dating apps yang sangat familiar di kalangan anak muda seumuranku. Perasaanku awalnya biasa saja dengan Dinda tidak begitu menggebu-gebu untuk lebih dekat dengannya. Pada suatu waktu kita bertemu, aku merasakan sentuhan di hati terhadap perlakuan dia yang sebelumnya aku rasakan.

Ya, wajar saja aku menjomlo sangat lama setelah beberapa kisah cinta yang tidak mulus. Saat di titik itu aku merasakan nyaman sekali dengannya karena Dinda seseorang yang sangat frontal untuk mengatakan sesuatu yang dia suka atau tidak suka dariku, itu rasa yang sangat bikin aku lega tidak perlu pusing ketika ada drama percintaan.

"Maaf ya Zhafran aku tidak begitu rapih." kata Dinda ketika aku bonceng menggunakan motor. "Ya, gapapa kok. Aku bertemu kamu aja udah senang." kataku dengan senyum yang lebar.

Sebelumnya kita tidak tahu mau ke mana, hanya mengandalkan mata melirik kanan-kiri  yang di sepanjang jalan banyak sekali kedai kopi dan tempat makan.

Saat perjalanan itu aku banyak sekali bertanya tentang daerah tersebut kepada dia, wajar saja aku sebelumnya tidak tahu daerah sana.

"Ini daerah apa namanya?" Kataku.

"Ini namanya Tanjung Duren, tenang aku ini akamsi dan hari ini aku menjadi pemandumu hahaha." Kata Dinda dengan sedikit humor.

"Loh, kirain daerah Grogol luas ya ternyata maju sedikit udah beda nama daerahnya." Kataku.

"Yaudah karena kita udah di daerah Tanjung Duren aku rekomendasiin tempat ini aja untuk kita nongkrong karena di Titik Koma ngga ada makanan ringan." Kata Dinda.

Kita akhirnya singgah di tempat Lakers yang awal mula aku merasakan sentuhan di hati yang sangat membekas sehingga membuat perasaanku berubah 180 derajat menjadi sangat mencintainya. Pada pertemuan tersebut aku mendapatkan hadiah berupa foto dan video pada hp ku yang selalu diputar untuk mengobati rasa rinduku ketika kita tidak bisa bertemu.

Pertemuan kita sangatlah singkat karena Dinda besoknya harus masuk kerja, tetapi dengan pertemuan singkat itu sangat berarti sehingga aku berkata dalam hati "Kalau kata Eyang Sapardi 'Mencintaimu dengan sederhana' Nah, kalau aku 'mencintaimu dengan brutal terobos-terobos masuk' hahaha."

Keesokan harinya kita jarang sekali bertemu langsung hanya melalui pesan dan panggilan video. Itu sudah cukup bagiku yang sedang merasakan bagaimana bangun cinta karena jatuh cinta sudah tidak relevan untukku jatuh itu sangat sakit dalam mencintai sedangkan bangun itu seperti menumbuhkan rasa cinta yang sangat membuat bahagia.

"Bagaimana hari ini." Kataku melalui pesan.

"Cape banget tau, udah jalanan macet banget waktu balik. Arghhhh kesel rasanya mau jurus ngilang aja biar langsung sampai rumah." Kata Dinda.

"Sabar Mba namanya juga Jakarta kota yang banyak banget orang kerja dan apalagi kamu pas pulang kerja, yang terpenting kamu udah sampe rumah sekarang bisa rebahan hehehe." Kataku.

"Iya ni aku lagi rebahan badanku cape banget mau mandi aja mager tau kaya ada lemnya ni kasur." Kata Dinda

"Ih jorok si cantik ini abis seharian di luar mandi harusnya." Kataku.

Setelah berbincang di ruang pesan kita melakukan panggilan video dengan topik pembicaraan yang sangat absurd. Sebenarnya aku ingin melihat senyumnya saja hari ini karena senyumannya sangat candu sekali yang bikin aku tersenyum sendiri kalau lihat. Memang perkataanku benar "Mencintaimu dengan brutal terobos-terobos masuk."

Kita terus saling memberikan kabar dengan memberikan foto-foto seputar kegiatan kita sehari-hari. Kebetulan aku memiliki kegiatan baru menjadi pelatih teater dadakan untuk lomba pada sekolah SMA yang dekat sekali dengan rumah dia. Ya, maksud dekat itu karena rumahku jauh di Bekasi kota yang memiliki julukan 'Planet Lain' memang seperti lagunya Mas Sal Priadi.

Memang jauh sekali dari rumah dia mungkin karena jarak kita tidak sering bertemu, tetapi aku selama 4 hari lebih dekat dengan rumah karena melatih teater itu. Niatnya kita akan sering bertemu, tetapi terkendala Dinda yang selalu lembur karena memang akhir bulan biasa yang para pekerja kantoran selalu kewalahan laporan akhir bulan yang selalu menghantui para pekerja.

Bagiku dengan dia lembur bekerja tidak masalah sekali toh memang kewajibannya sebagai karyawan kantornya. Jadi, aku tidak memaksa untuk bertemu walaupun rindu sekali rasanya ingin melihat senyumnya lebih nyata dan aku bisa bersandar di pundaknya.

Akhirnya dengan terlalu intens berkabar lewat pesan saja muncul permasalahan akibat permasalahan, memang dalam hubungan tidak selalu mulus justru itu bumbu dari percintaan yang membuat suasana tidak datar saja dan saling bisa belajar mengerti satu sama lain.

Kita berseteru di ruang pesan yang pada akhirnya menyelesaikan masalah. Lalu, aku meminta untuk bertemu dengannya di hari itu juga. Mulai lah perjalananku waktu sore dengan si Steven nama motorku dengan rasa senang aku jalan walaupun macet tetap saja bahagia karena dengan perkataanku "Mencintaimu dengan brutal terobos-terobos masuk."

Tiba aku di rumahnya setelah waktu magrib  dengan awalan menemui Ibunya. "Malam Bu, izin ajak Dinda keluar rumah." Kataku.

"Mau jalan ke mana emangnya?" Kata Ibu Negara Dinda.

"Rencananya di kedai kopi dekat sini saja, biasa Bu bayi gede ibu kangen sama saya." Kataku yang dilihatnya Dinda dengan tatap sinis manja.

"Ya Sudah silakan saja, tapi ingat jangan larut malam pulangnya." Pesan Ibu Negara Dinda.

"Siap Bu, izin pergi dulu ya assalamualaikum."

"Waalaikumsalam, hati-hati ya."

Pergi lah kita dengan si Steven, saat di jalan aku tau dia masih kesal sengaja aku mengambil tangannya untuk memelukku saat boncengan. "Apa sih segala pegang tangan udah tau aku masih kesal huh." Kata Dinda dengan nada sebel kepadaku.

"Biarin aja aku kangen banget sama kamu." Kataku.

Tujuan kita balik lagi ke tempat awal kita bertemu yaitu, Lakers. Dengan biasa kita orang yang memiliki masalah dengan lambung yang bandel tetap memesan kopi yang sudah pasti kita akan mengalami mual-mual, tetapi yang terpenting asupan kopi masuk hari ini. Lalu, kami duduk di meja sambil menunggu pesanan datang.

"Dinda kamu masa kesal denganku?"

"Pikir aja sendiri." Dijawab dengan ketus

"Iya aku sadar kok emang aku selalu mau didengar, tetapi ga mau dengar omonganmu." Dengan perlahan memegan tangan Dinda dengan maksud merayu untuk tenang.

"Ya itu aku kesal sekali sama kamu, aku capek Fran selalu berusaha biasa saja dengan ucapanmu yang selalu mengabaikan omonganku. Lagi pula kamu seperti semaunya saja berbicara gimana ga aku capek dengan sikapmu." Dinda mulai mengutarakan isi hatinya yang sangat kesal.

Memang sudah kuduga Dinda wanita yang memiliki sikap yang aku suka, yaitu frontal.

"Aku paham kok emang aku udah seenaknya berperilaku kepadamu sekarang aku sudah sadar memang seharusnya berperilaku adil terhadap pasangan jika ingin didengar juga harus mendengar."

 "Itu kamu sudah paham, aku ini cape Fran mempertahankan hubungan seperti sebelumnya yang akhirnya sama saja kujumpai pada hubungan kita. Untuk apa aku bertahan lagi yang memang udah cape sekali dengan keadaan tersebut."

"Iya aku minta maaf, sekarang ngerti harus seperti apa. Jadi, aku mau kamu maafin aku yaa." Dengan ku pegang kedua tangan yang mungil untuk membujuk dia memaafkanku.

"Iya iya." Kata Dinda dengan setengah meminta maaf.

Aku berusaha mengembalikan suasana yang tegang menjadi damai dengan pancingan pertanyaan "Kalau hubungan kamu sebelumnya seperti itu, lantas bagaimana cinta pertamamu?"

"Cinta pertamaku itu pas aku SMA dengan seseorang yang aku suka sejak SMP dia orangnya sangat spesial, yaitu Aldi. Mengapa aku itu menganggap cinta pertama karena sebelumnya hanya mengalami cinta monyet aja. Nah kalau yang beneran cinta yang buat aku merasakan apa itu cinta seperti yang terlihat di film-film Raditya Dika."

"Uwah seru sepertinya. Ayo dong ceritain hahaha."

"Jadi, kenapa kaya merasakan apa itu cinta ya memang Aldi sangat memperhatikan hal kecil dariku yang orang tidak sama sekali dilirik siapapun. Kenangan yang masih teringat itu ketika kita berdua punya misi mensejahterakan kucing liar, kita memberikan makanan ke setiap sudut Jakarta yang kita lalui ketika sedang jalan berdua. Itu sangat mengesankan sehingga memori itu tidak pernah dilupakan."

"Loh kalau sangat mengesankan kenapa hubungan kalian bisa kandas?"

"Aku ngelakuin hal yang sangat fatal yang buat Aldi kecewa."

"Fatal gimana deh, kamu ngebunuh kucing? Yakali  kamu begitu."

"Ya ampun aku ga setega itu. Hal yang aku lakuin aku selingkuh Fran ketika kita hubungan kita berdua enggak baik-baik aja yang sekarang aku menyesali perbuatan itu. Sejak saat itu aku tau arti cinta Fran sepenuhnya cinta itu kisah antara dua orang yang harus jalan beriringan dengan ego masing-masing tentu harus menstabilkan ego keduanya, tidak bisa hubungan hanya dimiliki satu orang saja harus berdua dijalanin. Memang kata cinta itu bisa dirasakan, tetapi harus dirasakan dengan adil bersama-sama..."

Aku memotong pembicaraan tersebut karena Dinda sudah berkaca-kaca aku tidak mau dia terlalu larut sehingga sedih "Ah puitis sekali kata-kata itu." Kataku dengan asal sebut.

"Biasa aja kali." Jawaban Dinda dengan sikap tengilnya

"Yeu bawel."

Keadaan semakin lama semakin damai tidak ada lagi ketegangan dan yang hanya tegang itu lambung kita berdua yang sudah mulai kontraksi akibat kopi.

"Terus cinta pertama kamu bagaimana?" Tanya Dinda.

Aku kaget dengan pertanyaan itu seketika terdiam dengan menelan ludah karena aku tidak merasakan sebelumnya sebagai cinta pertama. Sebenarnya cinta pertamaku telah lama hilang.

"Kenapa diam kamu belum bisa move on ya?" Tanya Dinda sedikit mengkerut jidatnya.

"Hmm aku udah move on dari sebelumnya, tetapi bukan itu yang cinta pertamaku."

"Terus siapa dong? Cepat cerita Fran."

"Aku kehilangan cinta pertamaku Dinda dia yang selalu menemaniku setiap saat mau sedih atau bahagia selalu ada disampingku. Memang tidak ada yang bisa menggantikannya."

Dinda merasa kesal seperti menganggap dia tidak dihargai yang selama ini kasih sayangnya itu Zhafran.

"Memang sosok itu selalu tidak pernah menampilkan kesedihannya di depanku padahal aku tau kalau dia itu sedang sedih. Semua perasaan bahagia sehingga menjadi cinta muncul karena dia."

"Heh apaan sih kamu! Terus aku ini apa orang yang tidak beri kamu kebahagiaan! Siapa emang dia Fran jawab?"

"Cinta pertamaku itu Ibuku Dinda. Aku selalu terbayang ketika dia memandikan aku saat kecil bahagia sekali dia, tetapi sekalinya aku menggantikan memandikan dia aku menangis merasa tidak adil saja Ibu bahagia melihatku mandi saat kecil, tetapi aku malah menangisi Ibu ketika memandikannya. Itu lah cinta pertamaku yang semua isinya bahagia ketika di depanku, lain cerita di belakangku. Memang cinta yang tulus aku rasakan."

Dinda terdiam tidak bisa berkata apa-apa terlihat merasa menyesal dia memarahiku dan semakin lama dia menatapku menetes air matanya bagai keran yang dibuka lebar deras sekali air matanya.

Aku tidak lagi bisa menangis dengan cerita itu karena ingin sekali tetap tersenyum saat cerita tentang Ibu. Ibu rela menahan sedihnya dengan senyuman pedih, aku juga harus kuat seperti Ibu yang selalu tersenyum ketika sedih.

Dengan itu aku memeluk Dinda dengan niat menenangkan dia sambil berbisik di kupingnya "Aku ga sedih kok harus tetap senyum karena satu senyuman bisa menumbuhkan seribu senyuman."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun