Tujuan kita balik lagi ke tempat awal kita bertemu yaitu, Lakers. Dengan biasa kita orang yang memiliki masalah dengan lambung yang bandel tetap memesan kopi yang sudah pasti kita akan mengalami mual-mual, tetapi yang terpenting asupan kopi masuk hari ini. Lalu, kami duduk di meja sambil menunggu pesanan datang.
"Dinda kamu masa kesal denganku?"
"Pikir aja sendiri." Dijawab dengan ketus
"Iya aku sadar kok emang aku selalu mau didengar, tetapi ga mau dengar omonganmu." Dengan perlahan memegan tangan Dinda dengan maksud merayu untuk tenang.
"Ya itu aku kesal sekali sama kamu, aku capek Fran selalu berusaha biasa saja dengan ucapanmu yang selalu mengabaikan omonganku. Lagi pula kamu seperti semaunya saja berbicara gimana ga aku capek dengan sikapmu." Dinda mulai mengutarakan isi hatinya yang sangat kesal.
Memang sudah kuduga Dinda wanita yang memiliki sikap yang aku suka, yaitu frontal.
"Aku paham kok emang aku udah seenaknya berperilaku kepadamu sekarang aku sudah sadar memang seharusnya berperilaku adil terhadap pasangan jika ingin didengar juga harus mendengar."
 "Itu kamu sudah paham, aku ini cape Fran mempertahankan hubungan seperti sebelumnya yang akhirnya sama saja kujumpai pada hubungan kita. Untuk apa aku bertahan lagi yang memang udah cape sekali dengan keadaan tersebut."
"Iya aku minta maaf, sekarang ngerti harus seperti apa. Jadi, aku mau kamu maafin aku yaa." Dengan ku pegang kedua tangan yang mungil untuk membujuk dia memaafkanku.
"Iya iya." Kata Dinda dengan setengah meminta maaf.
Aku berusaha mengembalikan suasana yang tegang menjadi damai dengan pancingan pertanyaan "Kalau hubungan kamu sebelumnya seperti itu, lantas bagaimana cinta pertamamu?"