Mereka semua mampu membangkitkan emosi di suasana tertentu. Apalagi pemain yang berperan sebagai orang tua wali yang kehilangan anak mereka. Seperti orang tua pada umumnya, betapa terpukulnya mereka mengetahui jika anak mereka hilang dan tidak pernah kembali.
Teknik Sinematografinya mampu menambah nilai plus
Film “Vanishing Time : A Boy Who Returned” merupakan salah satu film korea dengan kualitas sinematografinya yang (tampak ) seolah nyata bukan editan. Sebenarnya kita tahu, bahwa benda ini dan itu adalah editan. Akan tetapi karena diedit dengan lembut, kita tidak menyadarinya.
Menurut saya, puncak dari CGI film ini adalah alur cerita bermain di ‘waktu terhenti’. Di sini kita akan diperlihatkan bagaimana benda-benda bisa melayang dan terdiam di udara. Orang-orang yang berhenti mematung di tempat dengan berbagai ekspresi. Ombak laut pun juga sama.
Tata letak pencahayaan dibuat mendukung sekali dengan suasana yang terjadi. Cahaya terang untuk suasana formal, cahaya gelap untuk malam dan kesedihan, teknik slow-motion untuk menangkap peristiwa.
Color grading di film ini terkesan suram dan sedikit berkabut. Warna yang ditampilkan tidak ada yang mencolok mata. Dengan begitu, mata kita mampu menangkap tokoh utama di keramaian.
Begitu juga dengan wajah Soo Rin. Wajahnya terlihat natural sekali tanpa memakai make-up sekalipun. Serta kita bisa melihat penampilan Sung Min dewasa yang terlihat kumal dan gondrong berantakan layaknya gelandangan.
Semua orang yang terlibat projek film ini layak diacungi jempol karena memberikan totalitas yang bisa dibilang sempurna.
.
Berkat temanya yang unik dan diperankan oleh anak-anak, film ini mampu mencetak skor 7.3/10 di IMDB serta 76% di Rotten Tomattoes. Yang penasaran dengan karya Uhn Tae Hwa ini, saya sarankan agar segera menontonnya.