Dengan nada gemetar Kalista berkata. "Mungkin. Mungkin saja. Agar dia tak dihantui oleh tukang pukul si Charter. Atau. Atau dia ingin menyembunyikan diri dan bermain di balik layar. Fredrick tolong katakan bahwa aku benar." Air mata menetes menghujani pipi Kalista.
Di tengah-tengah keheningan. Telepon rumah berbunyi memecah gelas keheningan. Kalista menyeka air matanya dan beranjak dari kursi menuju sumber suara. Terdengar suara dengan nada merendahkan keluar dari telepon genggam itu.
"Bagaimana? Sudahkah kalian puas berkhayal menghidupkan seseorang?" Suara itu memberikan setumpuk emosi dalam hati Kalista.
"CHARTER! KATAKAN DIMANA KAU SANDRA KAKAKKU!!"
"HAHAHAHAHAHA. Menyandra? Siapa? Morgan sang pahlawan itu? Apa kau tak lihat mayat tanpa kepala di meja tulisnya?" Jawab Charter dengan mengejek.
"Dia bukan kakakku. Kau salah membunuh orang. Pasti kau menyandra kakakku di salah satu gudangmu."
"Dengarkan baik-baik Kalista. Dan juga kau Fredrick." Suara Cahrter berubah menjadi mengintimidasi. "Kalian hanyalah mangsa bagi kami. Kau hanyalah ikan kecil untuk menggemukan ikan yang lebih besar. Aku adalah puncak rantai makanan. Tenggelamlah bersama jangkar itu dalam palung keputusasaan. Ikan Herring tidak akan bisa memangsa Hiu. camkan itu dalam jasad tanpa kepala itu."
Telepon terputus. Tangis Kalista pecah bersamaan telepon itu mati. Fredrick berdiri dan mendekap Kalista.
"Kita akan temukan Morgan. Mayat tadi adalah mayat nelayan yang mati saat aksi protes kemarin. Ada bekas tembakan di dadanya."
Kalista berkata kepada Fredrick dengan tersedu-sedu. "Kau harus janji kepadaku Fredrcik. Kau harus janji. Janjilah untuk membebaskan Kakakku."
Fredrick mengiyakan pinta Kalista.