"Kau tahu kan? Pemerintah pun tak bertindak apa-apa. Charter telah membungkamnya. Tidak ada upaya yang bisa kita lakukan. Kita hanya rakyat kecil. Ingat itu."
"Kau terlalu pesimis Fredrick. Selagi ada kesempatan walaupun sekian persen. Kita masih bisa berhasil atas propaganda ini."
"Kalista. Bantu aku untuk memadamkan api dalam hati kakakmu. Apa kau tak kasihan melihat dia babak belur disetiap malamnya?" Fredrcik mencoba membujuk Kalista yang datang dengan membawa dua cangkir kopi panas untuk kakak dan temannya.
"Segala hal sudah kuupayakan Fredrick. Tak ada pengaruh baginya. Biarkan dia melakukan apa yang dia suka. Selagi aku masih sanggup menatihnya dan mengompres lukanya. Kuikuti apa maunya." Jawab Kalista dengan nada datar.
"Bagaimana jika dia mati? dia hilang? tubuh siapa yang kaubasuh? tubuh yang penuh lebam mana yang kau kompres nantinya?"
"Tenang saja Fred, aku bertanggung jawab atas kehendakku." Ucap Morgan meyakinkan sahabatnya bahwa perbuatannya ridak beresiko tinggi.
Seminggu berlalu dan Morgan telah kembali dalam kesehariannya. Menjala ikan dan mempengaruhi para nelayan agar menentang Charter. Hari itu, propaganda yang dibuat Morgan benar-benar mencapai puncaknya. Para nelayan berbondong-bondong menuju tempat tengkulak licik itu dan memprotes harga yang ditawarkan agar dinaikkan. Namun tak lama kemudian para nelayan menjauh karena takut. Pasalnya ada nelayan yang ditembak karena menjadi provokator saat mereka memprotes. Suasana kota menjadi tegang. Tidak ada yang berani menentang Charter kembali.
Esok harinya. Saat Kalista berbelanja kebutuhan hidupnya dan kakaknya, Entah apa yang dipikirkan Kalista. Hari itu dia merasa alam tak mendukungnya. Kecemasan timbul di hatinya. Sosok yang ceria berubah sosok muram bertopengkan kecemasan. Segeralah Dia pulang karena tak cukup tenang. Dalam khayalnya, rumah seakan dihantui oleh malaikat maut. Sesampainya dia di rumah. Anyir bau darah tercium sampai pelataran rumah. Kalista menjadi lebih pucat dua kali lipat. Ketika ia memasuki rumah betapa terkejutnya Kalista melihat badan tanpa kepala. Duduk di meja tulis Morgan. Jangkar perahu tertancap dilehernya.
Ada 2 kembar kertas di atas meja Morgan. Dengan harapan yang dibawa. Kalista menghubungi Fredrick. Selagi menunggu kedatangan sahabat karib kakaknya, pihak rumah sakit dihubunginya untuk memindahkan jasad entah milik siapa. Jasad yang ditemukan telah diambil oleh Rumah Sakit untuk diautopsi. Fredrick datang sebelum petugas Rumah Sakit. Dia sudah memastikan apakah itu Morgan atau bukan. Dengan keyakinannya Fredrick mengatakan mayat itu Morgan. Namun Kalista buru-buru menyangkalnya. "Morgan tak punya tato jangkar di lengannya. Aku kenal betul kakakku."
"Jadi kau beranggapan ini kematian palsu? Siapa yang berpikir untuk memalsukan kematian orang dengan tragis seperti ini." Fredick berusaha menjernihkan pikiran dari segala khayalan yang ada.
"Kau berpikir bahwa Morgan Sendiri yang melakukan ini? Mana mungkin." Fredrick terus menyangkal Kalista.