Mohon tunggu...
Rahma Wahyuningsih
Rahma Wahyuningsih Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa/universitas nasional

saya sangat menyukai hal -hal baru saya senang bertemu orang baru ,saya juga suka berdiskusi bersama . saya sangat menyukai eksplore alam , mungkin saya dapar dikategorikan ekstrovet .

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Aksiologi Komunikasi Politik Indonesia: Etika dan Nilai dalam Kampanye Elektoral

2 Februari 2024   11:02 Diperbarui: 2 Februari 2024   11:23 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

1.1 Latar Belakang 

Etika dan nilai dalam kampanye elektoral merupakan suatu masalah penting dalam konteks demokrasi yang sedang berkembang di negara ini. Komunikasi politik adalah proses pertukaran informasi dan gagasan antara para aktor politik dengan tujuan untuk mempengaruhi persepsi dan perilaku masyarakat dalam konteks politik. Menurut Hendri Tanjung (2014), ia menekankan bahwa nilai-nilai seperti integritas, keadilan, dan tanggung jawab sosial harus menjadi panduan dalam komunikasi politik yang baik.

Dalam konteks kampanye elektoral, komunikasi politik menjadi salah satu elemen kunci yang digunakan oleh para politisi dan partai politik untuk memperoleh dukungan dan memenangkan pemilihan. Namun, seringkali dalam pelaksanaannya, strategi komunikasi politik yang digunakan cenderung mengabaikan prinsip-prinsip etika dan nilai-nilai yang seharusnya dijunjung tinggi dalam masyarakat.

Etika komunikasi politik mengacu pada norma-norma moral yang harus diikuti oleh para politisi dan kontestan dalam kampanye elektoral. Prinsip etika komunikasi politik termasuk diantaranya adalah kejujuran, transparansi, menjaga martabat lawan politik, menghindari rekayasa informasi, serta tidak menyebarluaskan berita palsu atau hoaks yang dapat merusak citra lawan politik.

Namun, dalam prakteknya, komunikasi politik seringkali terbebani oleh masalah etika dan nilai. Etika dan nilai merupakan bagian integral dari komunikasi politik yang berkualitas. Etika berkaitan dengan aturan dan nilai-nilai moral yang diterapkan dalam komunikasi politik. Nilai-nilai tersebut mencakup kejujuran, integritas, transparansi, tanggung jawab, dan kesetaraan dalam proses komunikasi politik. Ketika komunikasi politik tidak didasarkan pada prinsip-prinsip etika dan nilai-nilai yang baik, hal tersebut dapat menyebabkan penyebaran informasi yang tidak akurat, propaganda politik yang merugikan, dan permainan politik yang tidak sehat.

Strategi yang efektif untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya etika dan nilai dalam komunikasi politik perlu dilakukan. Masyarakat perlu memahami bahwa komunikasi politik yang baik adalah komunikasi yang jujur, berdasarkan pada fakta, dan bertujuan untuk mendapatkan keuntungan bersama. Komunikasi politik yang dilandasi oleh etika dan nilai-nilai yang baik akan mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam proses politik, meningkatkan kepercayaan publik terhadap pemimpin politik, dan memperkuat integritas demokrasi.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, terdapat beberapa rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini, yaitu:

  1. Bagaimana aksiologi komunikasi politik di Indonesia didefinisikan dan mengapa penting untuk diterapkan dalam konteks kampanye elektoral?

  2. Apa saja strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya etika dan nilai dalam komunikasi politik?

2.1 Komunikasi Politik Indonesia

Menurut Gunawan (2018), komunikasi politik di Indonesia tidak hanya mencakup interaksi antara elite politik, tetapi juga melibatkan masyarakat luas dan media massa. Ia menyoroti pentingnya memahami konteks kultural dan sosial dalam menganalisis komunikasi politik di Indonesia. Sedangkan menurut Effendy (2015) membahas evolusi komunikasi politik di Indonesia, dari pendekatan teologis hingga demonologis.

Komunikasi politik di Indonesia merupakan bidang penelitian yang melibatkan interaksi kompleks antara aktor politik, masyarakat, dan media massa. Dinamika politik Indonesia yang kaya dan beragam memunculkan berbagai teori dan pandangan terkait bagaimana pesan politik disampaikan, diterima, dan memengaruhi persepsi masyarakat.

2.2 Aksiologi dan Implikasi dalam Komunikasi Politik

Menurut Habermas (1984), aksiologi komunikasi politik harus melibatkan aspek rasionalitas dan reflektifitas. Ia menekankan bahwa komunikasi politik yang efektif harus didasarkan pada argumentasi yang rasional dan mampu mempertahankan nilai-nilai moral yang mendasari tindakan politik. 

Aksiologi sebagai cabang filsafat yang mempelajari nilai dan etika memiliki dampak signifikan dalam konteks komunikasi politik. Pemahaman aksiologi komunikasi politik memungkinkan peneliti untuk menganalisis nilai-nilai yang mendasari pesan politik, serta memahmi etika dalam proses komunikasi politik.

2.3 Etika Komunikasi Politik dalam Kampanye Elektoral

Aristotle (1998) memberikan kontribusi konseptual dalam etika politik melalui karyanya "Nicomachean Ethics." Ia menyoroti pentingnya kebijaksanaan, keadilan, dan keberanian dalam pengambilan keputusan politik. Dalam konteks kampanye elektoral, prinsip-prinsip ini dapat membimbing perilaku komunikasi politik yang etis. Kajian teori ini memfokuskan perhatian pada norma-nroma moral dan prinsip-prinsip etika yang memandu perilaku komunikasi politik.

2.4 Nilai-Nilai Politik Dalam Masyarakat Indonesia 

Soedjatmoko, seorang tokoh pendidikan dan politik Indonesia, menekankan pentingnya Pancasila sebagai dasar negara yang mencerminkan nilai-nilai politik, kebudayaan, dan moral masyarakat Indonesia.

Nilai-nilai politik dalam masyarakat Indonesia mencakup nilai-nilai demokrasi, otonomi daerah, HAM, dan Pancasila. Nilai-nilai demokrasi diwujudkan dalam sistem pemerintahan yang transparan, akuntabel, dan kepatuhan pada pengawasan DPR. Otonomi daerah memberikan kewenangan yang lebih besar kepada masyarakat dan lembaga DPRD harus independen dari pemerintah daerah. HAM dijunjung tinggi dalam sistem politik Indonesia dan diatur dalam UU No. 39 Tahun 1999. Pancasila menjadi pedoman dalam aspek-aspek kehidupan bangsa Indonesia, termasuk dalam lembaga pengembangan negara, perlindungan hak asasi manusia, dan pengembangan demokrasi Pancasila.

2.4 Media Massa dan Peranannya Dalam Membentuk Aksiologi

McLuhan, seorang teoretikus media, dikenal dengan ungkapannya "the medium is the message." Ia berpendapat bahwa media massa tidak hanya mengantarkan pesan, tetapi juga membentuk lingkungan sosial dan pola pikir masyarakat. Dengan demikian, media massa berperan dalam membentuk nilai-nilai yang tercermin dalam interaksi sosial.

Massa media memainkan peran penting dalam membentuk aksiologi masyarakat melalui penyebaran nilai, norma, dan etika. Di era digital, media sosial menjadi sarana utama dalam membentuk aksiologi melalui konten-konten yang disebarkan. Massa media juga berperan dalam mendidik masyarakat tentang nilai-nilai yang dijunjung tinggi dan mempengaruhi kesadaran akan isu-isu aksiologis, seperti hak asasi manusia, keadilan, dan moral. Namun, peran media massa juga perlu dikritisi karena dapat mempengaruhi aksiologi masyarakat secara negatif melalui konten yang tidak etis atau tidak sesuai dengan nilai-nilai yang diinginkan. Oleh karena itu, penggunaan media massa, terutama media sosial, perlunya melindungi dan mengontrol agar dapat memberikan kontribusi positif dalam membentuk aksiologi masyarakat.

3.1 Aksiologi komunikasi politik di Indonesia dapat didefinisikan sebagai studi mengenai nilai dan etika yang berkaitan dengan komunikasi politik. Ini mencakup norma-norma moral, prinsip-prinsip etika, dan standar-nilai yang digunakan untuk menilai dan memandu perilaku komunikasi politik. Aksiologi komunikasi politik membahas pertanyaan-pertanyaan moral seperti kejujuran, integritas, tanggung jawab, dan transparansi dalam konteks komunikasi politik.

Dalam konteks kampanye elektoral di Indonesia, penerapan aksiologi komunikasi politik menjadi sangat penting dengan pertimbangan beberapa faktor utama:

*         Integritas dan Kejujuran

Aksiologi komunikasi politik menekankan pentingnya integritas dan kejujuran dalam penyampaian pesan politik. Dalam kampanye elektoral, kandidat dan partai politik perlu menjaga kejujuran dalam menyampaikan informasi kepada pemilih. Hal ini mencakup menyajikan fakta yang akurat dan menghindari manipulasi informasi.

*         Partisipasi Demokratis

Dalam rangka menciptakan proses demokratis yang sehat, aksiologi komunikasi politik mendorong partisipasi aktif masyarakat. Kampanye elektoral yang mencerminkan nilai-nilai partisipatif akan mendorong diskusi terbuka, pertukaran ide, dan pengambilan keputusan yang lebih baik oleh masyarakat.

*         Pemberdayaan Pemilih

Aksiologi komunikasi politik membantu dalam memberdayakan pemilih dengan memberikan informasi yang akurat dan obyektif. Kampanye yang berfokus pada aksiologi akan menghindari manipulasi atau disinformasi, sehingga pemilih dapat membuat keputusan yang lebih terinformasi.

*         Kepercayaan Masyarakat

Penerapan nilai-nilai aksiologi komunikasi politik berkontribusi pada pembentukan dan pemeliharaan kepercayaan masyarakat terhadap proses politik dan pelaku politik. Kepercayaan yang tinggi menjadi faktor penting dalam mendapatkan dukungan pemilih.

*         Kualitas Demokrasi

Dengan mempertimbangkan aksiologi komunikasi politik, kampanye elektoral dapat memberikan kontribusi positif pada kualitas demokrasi. Hal ini melibatkan pembentukan lingkungan politik yang sehat, adil, dan etis, di mana kepentingan masyarakat didengar dan dihargai.

*         Pencegahan Praktik Politik Negatif

Aksiologi komunikasi politik membantu mencegah praktik politik yang merugikan, seperti politik uang, fitnah, atau propaganda yang tidak etis. Dengan mengutamakan nilai-nilai etika, kampanye elektoral dapat mengurangi risiko terjadinya perilaku yang merusak integritas proses politik.

Pentingnya aksiologi komunikasi politik dalam kampanye elektoral tidak hanya terbatas pada pencapaian kemenangan, tetapi juga pada pembentukan dasar demokratis yang kuat dan masyarakat yang terinformasi. Melalui pendekatan ini, komunikasi politik dapat menjadi sarana untuk memperkuat demokrasi dan membangun kepercayaan antara pemilih dan pemimpin.

Signifikansi Kampanye 

Pentingnya kampanye sebenarnya dapat diketahui manakala kita memahami pengertian kampanye politik itu sendiri. Kampanye politik adalah upaya terorganisir yang berusaha mempengaruhi proses pengambilan keputusan dalam kelompok tertentu. Dalam demokrasi, kampanye politik sering mengacu pada kampanye pemilu, di mana calon atau kandidat pemimpin dipilih. 

Dalam beberapa kasus di Negara tertentu, ada istilah referendum, yaitu penentuan kebijakan tertentu yang melibatkan suara rakyat. Jika referendum jarang kita temui di Indonesia, barangkali kita dapat melihat beberapa contoh refendum di Negara-negara eropa seperti halnya Inggris yang beberapa tahun lalu melaksanakan referendum Brexit. Dalam politik modern, kampanye politik yang paling menonjol difokuskan pada pemilihan umum dan kandidat untuk kepala negara atau kepala pemerintahan. 

Contoh yang paling kentara adalah pemilihan presiden atau kepala Negara. Kita dapat lihat masing-masing calon dan pendukung saling mengkampanyekan pihak masing-masing. Menurut Rice dan Paisley menyebutkan bahwa kampanye adalah keinginan untuk mempengaruhi kepercayaan dan tingkah laku orang lain dengan daya tarik yang komunikatif. Kampanye politik merupakan bentuk komunikasi politik yang dilakukan oleh sekelompok orang, seseorang atau organisasi politik di waktu tertentu dengan maksud untuk memperoleh dukungan politik dari masyarakat. Pengertian kampanye berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah pada pasal 1 angka 26 adalah "kegiatan Peserta Pemilu untuk meyakinkan para pemilih dengan menawarkan visi, misi, dan program Peserta Pemilu".

Menurut Rogers dan Storey (1987), kampanye adalah sejumlah tindakan komunikasi terencana yang bertujuan menciptakan akibat atau efek tertentu kepada khalayak dalam jumlah yang besar dan dikerjakan secara terus menerus pada waktu tertentu. Beberapa ahli komunikasi mengakui bahwa definisi yang diberikan Rogers dan Storey adalah yang paling popular dan banyak diterima para ilmuwan komunikasi. Sehingga, pada dasarnya kampanye adalah hal yang lumrah yang kerap ditemukan. Bahkan pada saat tertentu, realisasi atau penerapan proses kampanye sangat sering tidak sesuai dengan peraturan yang telah diregulasikan. 

3.2 Strategi yang efektif untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya etika dan nilai dalam komunikasi politik perlu dilakukan. komunikasi politik yang baik adalah komunikasi yang jujur, berdasarkan pada fakta, dan bertujuan untuk mendapatkan keuntungan bersama. Komunikasi politik yang dilandasi oleh etika dan nilai-nilai yang baik akan mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam proses politik, meningkatkan kepercayaan publik terhadap pemimpin politik, dan memperkuat integritas demokrasi. 

Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya etika dan nilai dalam komunikasi politik merupakan langkah krusial untuk membangun masyarakat yang lebih sadar, terinformasi, dan partisipatif. Beberapa strategi yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan tersebut meliputi:

-          Pendidikan Publik:

o   Mengembangkan program pendidikan yang fokus pada etika dan nilai dalam komunikasi politik di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi.

o  Menyelenggarakan workshop dan seminar untuk memberikan pengetahuan lebih lanjut kepada guru dan dosen tentang bagaimana menyampaikan nilai-nilai politik secara etis.

-          Media dan Informasi:

o   Mendorong produksi dan penyebaran konten positif yang mempromosikan etika dan nilai dalam politik.

o Menggunakan media sosial untuk menyebarkan informasi tentang praktik-praktik komunikasi politik yang etis.

o    Bermitra dengan media tradisional untuk menyelenggarakan acara atau segmen khusus yang membahas etika politik.

o   Mendorong pemberitaan yang fokus pada substansi kebijakan daripada isu-isu kontroversial semata.

-          Pelibatan Masyarakat:

o   Mengadakan forum diskusi dan debat publik untuk memberikan wadah bagi masyarakat untuk membahas isu-isu politik dengan landasan etika.

o   Mengundang pemimpin politik, akademisi, dan praktisi untuk berpartisipasi dalam forum tersebut.

o   Melibatkan organisasi masyarakat sipil dan kelompok advokasi dalam kegiatan penyuluhan tentang pentingnya etika dalam komunikasi politik.

-          Pemberdayaan Pemilih:

o   Memberikan pelatihan kepada pemilih tentang cara mengidentifikasi retorika politik yang tidak etis.

o   Mendorong masyarakat untuk memeriksa fakta dan mendalami isu-isu politik sebelum membuat keputusan.

-          Regulasi dan Penegakan Hukum:

o   Mendorong pembuatan dan penerapan kode etik untuk para politisi dan partai politik.

o   Memastikan adanya mekanisme penegakan hukum untuk melibatkan pelaku politik yang melanggar etika.

-          Kampanye Kesadaran:

o   Melakukan kampanye media massa untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya etika dan nilai dalam politik.

o   Menggunakan selebriti atau tokoh asyarakat untuk menjadi duta kampanye.

Implementasi strategi-strategi ini secara holistik dan terkoordinasi dapat membantu menciptakan lingkungan politik yang lebih etis dan memberdayakan masyarakat untuk membuat keputusan yang lebih baik berdasarkan informasi yang benar dan prinsip-prinsip moral.

Setiap aktivitas komunikasi pasti memiliki tujuan. Guna mengefektifkan tujuan-tujuan pesan itu maka diperlukan semacam pengetahuan atau paling tidak keterampilan khusus. Kendati aktivitas komunikasi tidak perlu belajar, namun pada kenyataannya komunikasi tidak semudah yang dibayangkan. Banyak aktivitas komunikasi yang kemudian tidak menghasilkan makna yang berarti. 

Pesan komunikasi tidak direspon orang lain seperti yang kita harapkan. Di sinilah terlihat bahwa komunikasi tidak semata-mata aktivitas rutin yang berjalan apa adanya, tetapi juga harus dipelajari dan dikaji lebih dalam. Ketidak efektifan komunikasi paling tidak mengisyaratkan ketidakmampuan manusia dalam menjalankan fungsi-fungsi komunikasi secara baik. 

Hal ini sangat wajar, sebab kata Deddy Mulyana (2003), komunikasi memang sangat rumit dan pelik sekali. Komunikasi menyangkut berbagai aspek kehidupan kita. Komunikasi sangat dipengaruhi oleh banyak faktor. Kesalahan banyak orang adalah selalu memukul rata setiap lawan komunikasinya, atau paling tidak menganggap bahwa mereka memiliki tradisi komunikasi yang sama dengan kita. Apa yang dilakukan oleh politisi di atas, ketika berhadapat dengan wartawan, merupakan contoh terang dimana dia menyederhanakan makna komunikasi yang pada dasarnya cukup kompleks. Stephen W. Littlejohn, mengatakan bahwa ada beberapa dimensi dasar yang digunakan untuk mendefinisikan komunikasi (Muhamad Mufid, 2009). 

Pertama, adalah level observasi atau tingkat keabstrakan, yakni beberapa definisi bersifat luas dan inklusif (terbuka) sedangkan sebagian lain justru bersifat terbatas. Misalnya, definisi yang megatakan bahwa "komunikasi adalah proses yang menghubungkan bagian-bagian dunia satu sama lain" tentu bersifat umum. Sedangkan komunikasi sebagai "proses mengirimkan pesan dan perintah militer melalui telepon" adalah definisi yang terbatas. 

Kedua, level intensionalitas (kesengajaan). Sebagian definisi komunikasi menekankan pada ada kesengajaan penyampaian pesan, sementara sebagian lain tidak membatasi pada aspek kesengajaan ini. Contoh yang pertama adalah komunikasi sebagai "situasi di mana sumber menyampaikan pesan dengan sadar untuk memengaruhi perilaku penerima pesan". Sedangkan contoh yang kedua adalah, "komunikasi dilihat sebagai proses distribusi monopoli innformasi kepada orang lain".

Ketiga, dimensi penilaian normatif. Sebagian definisi menghendaki adanya kesuksesan atau akurasi seperti "komunikasi adalah pertukaran verbal dari pikiran", sedangkan sebagian lagi tidak seperti "komunikasi adalah proses transmisi informasi". 

Konseptualisasi Etika

Etika menurut K. Bertens (2011:9) dimulai bila manusia merefleksikan unsur-unsur etis dalam pendapat-pendapat spontan. Kebutuhan akan refleksi itu dirasakan, antara lain karena pendapat etis tidak jarang berbeda dengan pendapat orang lain. Untuk itulah diperlukan etika, yaitu untuk mencari tahu apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia. Secara metodologi Bertens menjelaskan bahwa tidak setiap hal menilai perbuatan dapat dikatakan sebagai etika. Etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi, karena itulah etika merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu, objek dari etika adalah tingkah laku manusia. Berbeda dengan ilmu-ilmu lain yang meneliti juga tingkah laku manusia, etika memiliki sudut pandang normatif. Maksudnya etika melihat dari sudut baik dan buruk terhadap perbuatan manusia. Dalam bahasan yang lain, etika juga sering dihubungkan dengan kata moral. Dalam bahasa Latin mores. Mores berasal dari kata mos yang berarti kesusilaan, tabiat, atau kelakuan. Dengan demikian moral biasa diartikan sebagai ajaran kesusilaan. 

Moral berarti hal mengenai kesusialaan. Moral juga berarti ajaran tentang baik buruk perbuatan dan kelakuan. Menurut Bertens (2011:17) etika adalah ilmu yang membahas tentang moralitas atau tentang manusia sejauh yang berkaitan dengan moralitas. Dengan kata lain, etika adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku moral. Secara sederhana Poedjowijatna mengatakan bahwa sasaran etika khusus kepada tindakan-tindakan manusia yang dilakukan dengan sengaja. Dalam kamus Bahasa Indonesia, etika adalah ilmu pengetahuan tentang asas-asas. Etika dibedakan dalam tiga pengertian pokok, yaitu ilmu tentang apa yang baik dan kewajiban moral, kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak, dan nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. 

Di sini etika juga diartikan oleh (Muhamad Mufid, 2009), sebagai nilai-nilai atau norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau kelompok orang dalam mengatur tingkah lakunya. Sifat dasar etika adalah sifat kritis, karenanya etika menurut Darji Darmodiharjo dan Shidarta dalam Mufid (2009), bertugas; (1) Untuk mempersoalkan norma yang dianut yang dianggap berlaku. Diselidikinya apakah dasar suatu norma itu dan apakah dasar itu membenarkan ketaatan yang dituntut oleh norma itu terhadap norma yang dapat berlaku; (2) Etika mengajukan pertanyaan tentang legitimasinya, artinya norma yang tidak dapat mempertahankan diri dari pertanyaan kritis dengan sendirinya akan kehilangan haknya; (3) Etika memersoalkan pula hak setiap lembaga seperti orang tua, sekolah, negara, dan agama untuk memberikan perintah atau larangan yang harus ditaati; (4) Etika memberikan bekal kepada manusia untuk mengambil sikap yang rasional terhadap semua norma; (5) Etika menjadi alat pemikiran yang rasional dan bertanggungjawab bagi seorang ahli dan bagi siapa saja yang tidak mau diombang-ambing oleh norma-norma yang ada. Menurut Mufid, etika sering juga disebut filsafat moral. 

Etika merupakan cabang filsafat yang berbicara mengenai tindakan manusia dalam kaitannya dengan tujuan utama hidupnya. Etika membahas baik-buruk atau benar-tidaknya tingkah laku dan tindakan manusia serta sekaligus menyoroti kewajiban-kewajiban manusia. Etika mempersoalkan bagaimana manusia seharusnya berbuat atau bertindak. Etika menyelidiki dasar semua norma moral. Dalam etika biasanya dibedakan antara etika deskriptid dan etika normatif. Etika deskriptif memberikan gambaran dari gejala kesadaran moral, dari norma dan konsep-konsep etis. Etika normatif tidak berbicara lagi tentang gejala melainkan tentang apa yang sebenarnya harus merupakan tindakan manusia, dalam etika normatif, norma dinilai dan setiap manusia ditentukan

KESIMPULAN

Aksiologi komunikasi politik di Indonesia adalah studi mengenai nilai dan etika yang terkait dengan komunikasi politik. Ini mencakup norma moral, prinsip etika, dan standar-nilai untuk menilai dan memandu perilaku komunikasi politik, dengan fokus pada kejujuran, integritas, tanggung jawab, dan transparansi. Dalam konteks kampanye elektoral di Indonesia, penerapan aksiologi komunikasi politik menjadi sangat penting.

Strategi-strategi yang efektif untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya etika dan nilai dalam komunikasi politik melibatkan pendidikan publik, media dan informasi, pelibatan masyarakat, pemberdayaan pemilih, regulasi dan penegakan hukum, keterlibatan generasi muda, kampanye kesadaran, dan penelitian serta penilaian. Melalui pendekatan ini, diharapkan dapat terwujud lingkungan politik yang lebih etis, partisipatif, dan memberdayakan masyarakat untuk membuat keputusan yang lebih baik.

Pentingnya aksiologi komunikasi politik dalam kampanye elektoral tidak hanya terbatas pada pencapaian kemenangan, tetapi juga pada pembentukan dasar demokratis yang kuat dan masyarakat yang terinformasi. Komunikasi politik, ketika didasarkan pada nilai-nilai etika, dapat menjadi sarana untuk memperkuat demokrasi dan membangun kepercayaan antara pemilih dan pemimpin. Dengan menghindari praktik politik negatif dan mengutamakan integritas, kampanye politik dapat memberikan kontribusi positif pada kualitas demokrasi dan memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap proses politik.

DAFTAR PUSTAKA

Aristotle. (1998). Nicomachean Ethics. Oxford University Press.

Gunawan, I. (2018). Political Communication in Indonesia: A Theoritical Perspective. Journal of Political Science & Public Affairs, 6(1), 1-5.

Effendy, B. (2015). Political Communication in IndonesiaI: From Theology to Demonology. Media dan Politik di Asia (27-48).

Habermas, J. (1984). The Theory of Communicative Action: Reason and the Rationalization of Society. Beacon Press.

Fatimah, S. (2018). Kampanye sebagai Komunikasi Politik. Resolusi: Jurnal Sosial Politik, 1(1), 5-16.

Tabroni, R. (2014). Etika komunikasi politik dalam ruang media massa. Jurnal Ilmu Komunikasi, 10(2), 105-116.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun