Dalam perspektif ekonomi syariah, pembangunan utilitas diarahkan agar sifat atau kekuatan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia di dunia adalah maslahah. Â Sebagaimana dikemukakan oleh al-Syatibi, kemanfaatan hanya dapat dicapai dengan mempertahankan lima unsur utama kehidupan, yaitu agama, jiwa, budi, keturunan, dan harta. Oleh karena itu, setiap pelaku ekonomi selalu ingin meningkatkan maslahah yang didapatnya.Â
Beberapa barang atau jasa akan memiliki maslahah yang lebih besar dan yang lainnya memiliki maslahah yang lebih kecil, tergantung dari perhatian barang atau jasa tersebut dalam mempertimbangkan kelima unsur dasar kehidupan. Barang atau jasa yang memelihara kelima unsur tersebut akan memiliki maslahah yang lebih besar dari pada barang atau jasa yang hanya berfungsi sebagai hiasan untuk kelima unsur tersebut. Dengan demikian, konsep maslahah merupakan konsep obyektif terhadap perilaku konsumen karena ditentukan oleh tujuan (maqashid) syariah.
Perilaku Konsumtif dalam penggunaan kartu kredit
Persoalan yang ingin diangkat oleh penulis bukan sebatas pada boleh tidaknya kartu syariah dan apa saja batasan-batasan serta kendalanya, tetapi penulis ingin menarik masalah kartu syariah ini ke dalam perilaku konsumtif yang ditimbulkan dari kemudahan- kemudahan penggunaan kartu tersebut dalam bertransaksi dalam memenuhi kebutuhan konsumsi di masyarakat.Â
Tawaran-tawaran melalui pemasaran yang dikemas secara apik dan menarik perhatian masyarakat, ditambah kerjasama produsen dan distributor barang dan jasa dengan bank penyedia produk berupa kartu syariah, dapat meningkatkan keinginan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya di luar batas kemampuan dan kebutuhan.Â
Kemudahan akses ke bank dan transaksi secara non tunai secara cepat dan mudah akan berdampak pada keinginan mendapatkan barang dan jasa secara lebih mudah. Sedangkan dalam konsep ekonomi syariah, salah satu perilaku yang harus dipegang teguh dan dijalani sebagai Muslim yang meyakini sistem syariah sebagai panduan hidup dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, adalah berupa perilaku konsumen yang tidak boros/ tidak bersikap konsumtif.Â
Sebab dengan perilaku konsumen yang konsumtif maka jumlah dana/simpanan masyarakat akan semakin minim diakibatkan pola pikir dan kepuasan masyarakat yang mendapatkan barang dan jasa yang ditawarkan, sementara dana/simpanan masyarakat merupakan salah satu sumber peningkatan kesejahteraan umat manusia sebagai modal usaha yang harus dijalani secara berkelanjutan tanpa putus.Â
Maka dari itu, dengan dikeluarkannya kartu Syariah yang merupakan kartu untuk pembiayaan konsumer dalam perbankan syariah sebagai upaya mempermudah bertransaksi bagi masyarakat, dalam hal ini tidak perbedaan antara kartu kredit konvensional dan kartu kredit Syariah (Kristianti et al., 1999)
Penggunaan kartu kredit Syariah mendorong perilaku konsumtif masyarakat semakin meningkat, sementara laju pendapatan tidak mengalami peningkatan yang sama pesatnya. Penggunaan kartu kredit syariah (sharia card) pada dasarnya adalah alat pembayaran berupa kartu yang juga dikenal dalam kegiatan perbankan konvensional.Â
Penggunaan kartu kredit ini tidak dapat dilepaskan dari bagaimana karakteristik masyarakat sebagai konsumen sehingga dapat menarik mereka melalui iklan-iklan yang hanya difokuskan pada hal yang positif saja dari kartu tersebut, misalnya berupa aspek keamanan dari menghindari membawa uang tunai dalam jumlah banyak, tetapi juga aspek prestise dan pemuasan keinginan akan ambisi memperoleh materi dengan cara pembayaran melalui kartu kredit Syariah.
Terbukti dari hasil penelitian penggunaan kartu kredit menyebutkan Arti gaya hidup menggunakan kartu kredit bagi masyarakat perkotaan sendiri adalah penggunaan kartu kredit yang dibarengi dengan konsumsi masyarakat perkotaan yang berlebihan khususnya di Surabaya.Â