Suluk KehidupanÂ
Aku tidak tahu awal itu kapan
Yang teringat kami adalah riak ditengah lautan dalam sepoi kedamaian
Kami beranjak besar bersama angin, kini kami adalah ombak, yang berlomba dengan riang saling memercik canda sesama teman
Desir membawa kabar tentang tujuan, Â kini kami adalah koloni membentuk gelombang
Antar kami bergumul saling silang, berlomba saling mendahului, bergulung, berguling menerjang saling hantam menghancurkan
Gelombang dibelakangku menggeram, menatap tajam
Mata ku berbinar mendendam deret gelombang dihadapan
Angin itu terus menyuarakan pantai landai dengan nyiur di ufuk harapan
Yah! Dia terus membuat kami saling melibas, melindas sesama teman
Kami saling sadar ini tak baik, tapi semua teman berkongsi tak kenal kompromi.
Kabar itu membutakan arah, kami terus berlomba menuju tempat yang dijanjikan.Â
Sang bayu berubah begitu menyeramkan, kini kami adalah badai, jika aku keluar maka  ganas melindas
Kami menjulang meninggi terhasut angin yang mengibarkan kelam menakutkan
Melaju kian kencang saat tampak bayang daratan
Semua makin beringas melibas gulungan gelombang untuk jadi yang terdepan
Namun terlambat
Bayang daratan itu bukan landai pantai yang dijanjikan, tak tampak butir kelembutan, tak ada lambai sambutan
Yang ada terpampang jejeran karang cadas menyeringai, terbahak
Terlambat ... aku tak mampu keluar dan tak kuasa menahan laju
Ku saksikan teman-temanku didepan menghantam lalu terhempas
Aku terpejam, terbayang betapa sakitnya benturan itu
Terlambat sudah
Kini aku adalah buih yang terombang-ambing, remuk redam terberai
Aku ingin tenggelam
Sampai dasar terdalam
Bukan dipermukaan
Bukan pertengahan
Sampai akhir yang entah kapan
Bekasi 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H