Mohon tunggu...
Rahmat Setiadi
Rahmat Setiadi Mohon Tunggu... Buruh - Karyawan swasta yang suka nulis dan nonton film

Saya suka baca-tulis dan nonton film.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Suluk Kehidupan

8 November 2022   08:02 Diperbarui: 8 November 2022   08:32 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suluk Kehidupan 

Aku tidak tahu awal itu kapan


Yang teringat kami adalah riak ditengah lautan dalam sepoi kedamaian

Kami beranjak besar bersama angin, kini kami adalah ombak, yang berlomba dengan riang saling memercik canda sesama teman

Desir membawa kabar tentang tujuan,  kini kami adalah koloni membentuk gelombang

Antar kami bergumul saling silang, berlomba saling mendahului, bergulung, berguling menerjang saling hantam menghancurkan

Gelombang dibelakangku menggeram, menatap tajam


Mata ku berbinar mendendam deret gelombang dihadapan

Angin itu terus menyuarakan pantai landai dengan nyiur di ufuk harapan

Yah! Dia terus membuat kami saling melibas, melindas sesama teman

Kami saling sadar ini tak baik, tapi semua teman berkongsi tak kenal kompromi.


Kabar itu membutakan arah, kami terus berlomba menuju tempat yang dijanjikan. 

Sang bayu berubah begitu menyeramkan, kini kami adalah badai, jika aku keluar maka  ganas melindas

Kami menjulang meninggi terhasut angin yang mengibarkan kelam menakutkan

Melaju kian kencang saat tampak bayang daratan

Semua makin beringas melibas gulungan gelombang untuk jadi yang terdepan

Namun terlambat

Bayang daratan itu bukan landai pantai yang dijanjikan, tak tampak butir kelembutan, tak ada lambai sambutan


Yang ada terpampang jejeran karang cadas menyeringai, terbahak

Terlambat ... aku tak mampu keluar dan tak kuasa menahan laju

Ku saksikan teman-temanku didepan menghantam lalu terhempas


Aku terpejam, terbayang betapa sakitnya benturan itu

Terlambat sudah


Kini aku adalah buih yang terombang-ambing, remuk redam terberai

Aku ingin tenggelam

Sampai dasar terdalam

Bukan dipermukaan

Bukan pertengahan

Sampai akhir yang entah kapan

Bekasi 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun