“kalo boleh tau kenapa Dimas tidak bisa datang?” katAku dengan perasaan yang mulai tidak nyaman
“dua minggu yang lalu Dimas mengalami kecelakaan saat melAkukan riset untuk novel yang ia tulis”. Kata lelaki itu
Aka terdiam
Suasana mendadak terasa hening, dengan mata berkaca Pandangan matAku menjadi sedikit buram. Aku masih mencoba untuk kuat dengan kabar itu dan sebisa mungkin menahan agar air mata ini tidak sampai tumpah.
“dua hari yang lalu saya dan teman-teman komunitas meminta izin kepada keluarga Dimas untuk melanjutkan tulisan yang belum Dimas selesaikan, tapi diakhir bab yang sempat Dimas tulis terdapat pesan yang saya rasa tulisan itu hanya mbak yang berhak meneruskan” lelaki itu melanjutkan, sambil memberikan draft tulisan yang belum Dimas selesaikan. “mungkin itu saja yang bisa saya lAkukan untuk teman saya mbak, saya pamit dulu”.
“oh iya terimakasih mas, mohon maaf merepotkan”. KatAku, lelaki itu hanya tersenyum dan melambaikan tangan sambil melangkah keluar café
Aku memutuskan untuk pulang lebih awal dan menitipkan café kepada rekan yang membantuku disana. Di mobil dalam perjalan pulang dadAku serasa sesak, mengingat semua momen-momen bersama Dimas dan Senyumnya satu tahun lalu ketika ia berjanji untuk datang dengan wacana ‘seriusnya’. “Kenapa secepat ini” katAku didalam hati, tangisku pecah.
Sesampainya dirumah Aku membuka tulisan yang teman Dimas berikan. Aku bertanya-tanya kenapa Aku yang mereka minta untuk meneruskan tulisannya. Aku membacanya dari awal, kisahnya menarik dan sedikit familiar. ini kisah kami.
Setelah membacanya Aku tau kenapa Aku yang harus melanjutkannya. Bab terakhir yang akan Dimas tulis berjudul “Pesan Yang Tak Tersampaikan”. Pada bagian bawah judul bab itu Dimas seolah mengungkap pesan kenapa pada waktu itu kami tidak pacaran. “Aku mempercayai kesetiaanmu, tapi Aku terlalu malu jika harus mengeluh karena kegagalanku padamu. Aku mencintaimu, maka Aku akan datang saat benar-benar siap untuk memilikimu.”. kata Dimas melalui tulisannya.
Sejujurnya Aku juga tidak sanggup untuk melanjutkan tulisannya. Kurasa untuk menuliskan semua rencana Dimas yang pernah ia sampaikan padAku dulu, terlalu sederhana jika diungkapkan hanya melalui tulisan. Tapi Aku juga sulit menerima jika Dimas pergi tanpa pernah sempat menepati janjinya, tulisan ini adalah gantinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H