Mohon tunggu...
Rahmat Haqiqi
Rahmat Haqiqi Mohon Tunggu... Novelis - Penulis

Penulis Fiksi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pesan yang Tak Tersampaikan

4 Juli 2024   22:20 Diperbarui: 4 Juli 2024   22:44 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Disela-sela petualangan mencari naskah, Aku jadi lebih mengenal Dimas. Ia tipe orang yang humoris berbeda dengan yang Aku kira saat pertama kali tau Namanya waktu diabsen ketika zoom meeteng semester lalu. Dia tidak suka berkomunikasi lewat chat whatsaap, biasanya jika tidak bisa bicara secara langsung dia lebih memilih telephone. Sebagai mahasiswi introvert, saat pertama kali sekelompok dengannya. Cara komunikasi yang seperti itu cukup menggangguku.

“kayanya Aku salah menilai kamu.” KatAku di sela-sela pencarian naskah kami di sebuah pasar budaya.

“kata anak-anak kamu orangnya dingin, judes gak bisa bedain cowok sama cewek.”

“yang bener aja.. kan jelas banget tuh bedanya, cewek pas solat pake mukenah kalo cowok yang penting pake celana jadi dah solat”. Kata Dimas menjawab dengan santai.

“ya bukan gitu maksudnya” katAku

“tapi Aku juga salah nilai kamu” kata Dimas “awalnya Aku kira kamu tipe orang yang membosankan, cewek introvert yang kalo bersin aja nggak kedengeran suaranya”.

“Emangnya ada ya orang bersin tapi nggak kedengaran suaranya”. KatAku

“itukan dugaan awalAku saja” kata Dimas “ternyata kamu juga bisa bersuara.” Dia tertawa dan Aku juga berusaha untuk ikut tertawa walaupun sebenarnya itu nggak lucu.

Statement orang-orang tentang Dimas mungkin ada benarnya. Tapi itu ketika dia di kelas atau dalam keadaan serius lainnya. Sedangkan diluar kelas saat bersama orang yang dia kenal, sosok Dimas menjadi orang yang benar-benar berbeda. Sosoknya humoris membuatnya mudah bergaul dengan banyak orang. Sedangkan kepribadiannya yang serius dan berpengetahuan luas terkadang menjadikannya dikenal sebagai orang yang suka memotivasi orang lain dengan cara yang ceria.

Suatu hari Dimas mengatakan padAku “sebenarnya kamu sangat pintar, tapi kalo kamu tidak bersuara itu percuma. Dunia akan rusak saat orang-orang pintar diam sedangkan orang bodoh bebas berbicara seenaknya”. Katanya waktu itu.

Setelah tugas kelompok filologi itu selesai, hubungan kami masih terus berlanjut. lebih dalam kami mulai mengenal satu sama lain. Dimas selalu mendorongku untuk tidak lagi menjadi pendiam seperti sebelumnya. Di Tengah-tengah waktu kuliah Dimas sering mengirim pesan whatsaap hanya sekedar memintAku untuk menanggapi apa yang disampaikan oleh teman kami yang sedang presentasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun