Nenekku memilih bangku yang paling bagus dan kuat, namun dirasanya semua bangku sama saja tipisnya dan tidak kokoh seperti punya kita dulu. Nenek sedikit kecewa karena itu tapi melihat penjual bangku itu sudah berjalan kemari dan juga sudah berumur membuat nenek membeli salah satu yang sedikit lebih bagus diantara yang lainnya.
"Berapa pak ini?", tanya nenek kepada si penjual tua itu.
"150 ribu, buk", jawab si penjual.
"Gak bisa kurang?, 120 lah", tawar nenekku.
"gak bisa bu, soalnya saya belum kejual satu pun dari pagi", minta si penjual tua lagi.
Nenek hendak menawar lagi namun rasa kasihan mungkin timbul di hatinya kala tadi dia menyebutkan belum terjual satupun dari pagi.
 Nenek lalu ke dalam rumah untuk mengambil uang yang kurang karena dia hanya membawa 120 ribu ditangannya. Lalu aku mencoba keluar kamar guna berbasa-basi dengan si penjual tua itu.
"ini bukan dari kayu jati ya pak sepertinya?", tanyaku sembari memegang bilah kayu kursi panjang yang dibeli nenek tadi.
"iya den, ini dari kayu linen soalnya kayu jati susah didapat sekarang", jawabnya.
"kalau rumah bapak dimana?", tanyaku lagi.
"rumah saya di kecamatan H den",
"rumah teman saya banyak disana pak, ngomong-ngomong lumayan jauh juga ya pak ke desa J ini",